"Ada apa kamu tiba-tiba datang menemui saya?" tanya Obiet langsung ketika sudah duduk berhadapan dengan Ify. Ify mengatup bibirnya sambil menautkan jari-jarinya.
"Beberapa waktu lalu, saya gak sengaja lewat di depan rumahnya Kak Angel. Tapi saya gak ketemu sama dia, melainkan Fify, adiknya. Sebenernya udah beberapa kali juga saya ketemu sama mereka berdua. Saya ketemu Fify malam hari, sendirian sambil bawa barang belanjaan. Pas saya samperin, dia malah nyuruh saya pergi. Dia bilang ada monster yang bakal dateng. Tapi dia sama sekali gak keliatan takut. Malah saya yang takut, hehe.."
Ify terkekeh kecil mengingat kejadian waktu itu. Namun, melihat Obiet yang hanya diam melihatnya, ia lekas berhenti dan melanjutkan berbicara. "Lalu tiba-tiba ada bapak-bapak dateng sambil marah-marah malah hampir mukul saya. Untung aja waktu itu ada.."
Ify berhenti berbicara. Lidahnya hampir saja menyebutkan nama Rio. Sebenarnya tidak ada masalah kalau pun ia menyebutnya. Hanya saja saat ini ia sedang tidak ingin mengingat pemuda itu meski sudah terlanjur teringat.
"Ada siapa?" tanya Obiet ketika melihat Ify diam.
Ify menggeleng cepat. "Gak ada siapa-siapa, Dok. Saya kira bapak-bapak itu ayahnya Fify atau ayah tirinya Kak Angel. Tapi, itulah yang ngebuat saya khawatir. Sikap bapak-bapak itu kasar banget. Saya takut ada sesuatu yang gak beres di sana."
Obiet menganggukkan kepala tampak sedang berpikir. Mereka lalu terdiam dan kemudian saling berpandangan. "Apa dokter memikirkan apa yang saya pikirin?" tanya Ify seraya meringis.
***
Ify membuka bungkus es krim terakhir yang belum ia makan dari 5 es krim yang ia beli. Satu-satunya yang bisa mendinginkan kepalanya hanya ini. Setelah selesai berbicara dengan Obiet, ia memilih beristirahat sejenak di kantin rumah sakit. Ia tidak peduli kalau kemarin ia pun baru saja masuk rumah sakit. Ia tidak peduli kalau ia akan terkena flu berat karena memakan es krim sebanyak ini dan harus dirawat lagi. Ia sedang butuh penenang.
Ify memandang ponselnya yang dari sejak ia masih di sekolah sampai sekarang tetap bergeming. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Rio sama sekali tidak menghubunginya. Apa pemuda itu tidak tahu kalau sekarang ia merasa ingin memenggal kepalanya sendiri karena stres? Ia pusing memikirkan orang-orang di sekitarnya.
Rio, Dea, Angel, Debo...tunggu dulu. Apa ia harus menghubungi pemuda itu dan meminta penjelasannya? Bagaimanapun, pemuda itu juga terlibat dalam kejadian perpus beberapa waktu lalu. Pasti pemuda itu tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Ify meraih ponselnya namun tiba-tiba ia meletakkannya kembali. Tapi...apa ia sudah siap bertemu dengan Debo? Bagaimana kalau nanti ia kelepasan dan malah menghajarnya habis-habisan? Atau Debo mencuri-curi kesempatan lagi dan berbuat yang tidak-tidak padanya?
"Aiss.." desis Ify seraya geleng-geleng kepala. Ia harus bisa menguatkan dirinya kalau ingin semua masalah ini cepat selesai dan menemui titik terang. Ia mengambil ponselnya kembali dan langsung mendial nomor Debo. Tak butuh waktu lama hingga panggilannya di jawab.
"Apa lo bisa temuin gue sekarang?"
***
"Dia bilang gitu?" Tanya Debo sarkastis sambil menaikkan alis.
Ify mengangguk pelan sambil menatapnya lekat-lekat. Debo tiba-tiba saja tertawa lalu terakhir ia berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Gak habis pikir gue.." gumamnya.
Ify lantas menyahut. "Gak habis pikir apa?" Wajahnya amat penasaran.
Debo menatapnya lalu menggelengkan kepala lagi. Gelagatnya seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Ia mengernyit curiga. "Jadi, apa ada yang lo bisa jelasin ke gue soal semua ini? Klarifikasi atau apa kek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking
TeenfikcePerjodohan tidak melulu soal pasangan. Perjodohan tidak harus oleh manusia. Semua kehadiran, kepergian, pertemuan, perpisahan, peristiwa, perasaan, apapun yang terjadi dan ada di dunia ini sudah tercantum dalam list perjodohan milik Tuhan. Yang piki...