"Pinjem Shilla-nya ya, Tante! Hehe.." Pamit Alvin sekaligus meminta izin pada Wiwid untuk membawa Shilla bersamanya malam ini.
Wiwid tersenyum mengerti dan lantas mengangguk mengizinkan. "Hati-hati, pulangnya jangan malem-malem!" pesannya.
"Aman, Tante! Hehe.." sahut Alvin.
Shilla memandang kedua orang di depannya bergantian. Kedua orang itu begitu dekat, ia sampai tak habis pikir dari mana kedekatan itu berawal. Apa yang membuat mereka semakin kuat dan tak canggung satu sama lain. Benar-benar seperti ibu dan anak. Tapi, sudahlah, akan lebih baik jika mereka memiliki kedekatan bukan? Daripada bersiteru disetiap pertemuan, saling silang pendapat dan membuatnya susah.
Alvin menggandeng Shilla hingga keluar rumah. Malam ini, sebelum Alvin kembali ke Bogor, rencananya sisa-sisa waktu mereka akan dihabiskan bersama. Seperti mengadakan perpisahan kecil lah bagi keduanya. Sebelum jarak mengambil alih hubungan di antara mereka kembali, seperti biasa.
Sengaja, pukul 7 kurang, Alvin sudah menghadirkan diri di rumah Shilla demi menjemput gadisnya itu untuk dibawa pergi bersama beberapa jam nanti. Jadilah, sekarang, Shilla sudah berada di bawah tanggungjawabnya, khusus malam ini. Alvin menghidupkan mesin mobilnya, dan tak lama setelah itu, kendaraannya tersebut melaju ke suatu tempat yang sudah direncanakan untuk dikunjungi.
"Bukannya besok lo ulangan Fisika?" tanya Alvin sekaligus memulai obrolan di antara mereka.
Shilla menoleh sekilas lalu mengangguk. Tersenyum manis, semanis penampilannya di malam ini. "Iya, hehe.."
Alvin mengalihkan pandangan sekaligus fokus menyetirnya pada Shilla lalu kembali menghadap ke depan. "Terus? Lo gak belajar?" tanyanya lagi, sesaat merasa tak enak hati.
Shilla tersenyum lagi berikut kekehan kecil yang keluar dari mulutnya. "Udah dong tadi siang! Hehe, kalo gak, mana mungkin gue mau lo culik gini,"
Alvin menoleh lagi pada gadis di sebelahnya. Gadis yang tingkahnya makin menggemaskan. Membuatnya kesulitan untuk tak memikirkannya setiap hari, merindukan setiap ocehan gadis itu.
***
"AAA!!"
Terdengar seperti suara ban berdecit, bergesek di aspal. Tidak cukup keras bunyinya. Kemudian, diikuti pula dengan sebuah pekikan dari seorang gadis yang berada di dalam mobil, mobil yang salah satu bannya berdecit barusan.Kepalanya beradu dengan stir yang masih ia genggam. Ia menegakkan kepalanya setelah mobilnya berhasil berhenti tepat waktu. Tepat waktu, tepat di depan seorang gadis yang kelihatannya masih syok mengetahui ia, kalau saja kurang beruntung, sudah berada di rumah sakit saat ini akibat kecelakaan tabrakan. Ia terduduk di depan mobil gadis yang pertama.
Gadis yang berada di dalam mobil keluar dari mobilnya segera. Menghampiri gadis lain yang hampir ditabraknya. "Maaf..saya minta maaf. Kamu gak papa? Ada yang luka? Mau dibawa ke rumah sakit?" tanya Ify, gadis tersebut, beruntun.
Tidak peduli bahwa sebenarnya gadis di hadapannya inilah yang bersalah bukan dirinya. Menyebrang dengan pandangan kosong tanpa memperhatikan keadaan sekeliling, memeriksa apa masih ada kendaraan yang lewat. Apalagi, tanpa Ify ketahui sebelumnya, malam ini juga, gadis itu hampir disrempet motor. Ya, masih dengan alasan yang sama, karena ia menyebrang dengan pandangan kosong tanpa memperhatikan keadaan sekitar.
Ify berjongkok menyamakan posisi dengan gadis itu. Ia mengulurkan tangan hendak membantunya berdiri. Gadis tersebut mendongak dan menatapnya datar. Diam sebentar seperti mengamati Ify.
Ify yang dipandang seperti itu pun bingung sendiri. Kenapa dengan gadis ini? Apa tadi kepalanya terbentur sehingga menjadi agak linglung? Atau jangan-jangan dia lupa ingatan? Astaga jangan sampai! Dalam hati, ia menggeleng keras menampik semua dugaan buruk yang bergelimpangan di benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking
Teen FictionPerjodohan tidak melulu soal pasangan. Perjodohan tidak harus oleh manusia. Semua kehadiran, kepergian, pertemuan, perpisahan, peristiwa, perasaan, apapun yang terjadi dan ada di dunia ini sudah tercantum dalam list perjodohan milik Tuhan. Yang piki...