Part 11 - Puzzles and Cries

3.4K 161 2
                                    

"Ify hilang," Pasrah Agni. Kata-katanya barusan sontak membuat orang-orang di sekelilingnya terperangah.

Ify..hilang? Jangan main-main! Batin Rio berusaha tidak begitu cepat percaya. Jelas-jelas Ify telah menginformasikan padanya bahwa gadis itu sudah ada di rumah tadi siang. Sekarang, Agni mengatakan gadis itu hilang, tidak masuk akal bukan?

"Jangan becanda deh, Ni! Ini sumpah bener-bener gak lucu, sama sekali!" Keluh Shilla. Ia juga terlihat bersikeras menolak kesimpulan Agni.

"Tadi dia sms gue dan bilang dia udah ada di rumah." Ujar Rio untuk pertama kalinya. Shilla dkk termasuk Alvin serentak mengalihkan pandangan ke arahnya.

"Lo telpon balik gak?" Tanya Agni khawatir. Ia juga tidak ingin Ify benar-benar hilang. Ferdi sudah menaruh kepercayaan padanya dan ia pun sudah terlanjur mengiyakan. Ini merupakan satu-satunya kebohongan paling fatal yang pernah ia lakukan.

"Gak." Jawab Rio singkat. Dalam hati, ia memikirkan baik-baik pertanyaan Agni. Rasa sesal menyergapnya segera. Benar juga, kenapa gue gak nelpon dia dulu?

"Teruus lo percaya gitu aja?" Tanya Via kali ini, dari nada bicaranya, ia terlihat agak kesal.

Rio lantas menggaruk-garuk kepala bingung harus menjawab. "Ya..iya.."

Seketika Via, Agni dan Shilla melengos. Pemuda ini...benar-benar berpikiran pendek. "Gue coba hubungi dia dulu deh!" Putus Agni. Ia mengetik beberapa kata di layar ponselnya dan kemudian menempelkan benda itu ke telinga. Firasatnya sudah benar-benar tak enak. Sedikitpun pikiran positif tak ada yang terlintas di benaknya sekarang.

***

Ruangan ini sungguh gelap, ditambah dengan suasana di luar yang memang sudah cukup menggulitakan. Terbuka maupun tertutup, pandangan seolah sama saja. Hanya warna hitam yang bisa terlihat jelas. Gadis malang di ruangan itu masih dalam keadaan pingsan. Mungkin lebih tepatnya antara terlelap dan pingsan.

1..2..3..akhirnya indra penglihat gadis itu terbebas dari selimut kelopaknya. Dia sudah bangun. Tapi, percuma. Hal yang dilihatnya tak jauh beda dengan yang ia lihat ketika matanya tertutup tadi. Gelap. Itulah kesan pertama yang gadis itu dapat

Ify, si gadis malang, masih diam dengan posisi badan berbaring menyamping ke sebelah kanan. Gelap banget sih? Batinnya. Ia menguap dan membuat tangannya mengatup mulut. Dan karena itu, ia merasakan tangannya sedikit sakit. Ia diam lagi seraya mengedip-ngedipkan mata memperjelas pandangan.

ASTAGA!

Ify teringat suatu hal. Ada sesuatu yang telah ia lupakan. Ia terburu-buru bangun. Akibatnya, ia merasakan rasa nyeri di berbagai bagian tubuhnya. "Ah.." Rintihnya. Suaranya pun boleh dibilang tidak bervolume.

Ify bahkan hampir tidak bisa menentukan bagian tubuh yang mana saja yang terasa sakit. Dari ujung kepala sampai ujung kaki seperti sakit semua. Meski begitu, ia tetap berusaha bangun dan cukup baik. Tak puas bangun, ia kemudian mencoba berdiri. Pergelangan kakinya sampai kini belum juga membaik. Yah, mau tidak mau rasa sakit tersebut harus benar-benar ia tahan.

Ify lalu berjalan tanpa bisa melihat apapun. Hmm, kayak gini rasanya jadi orang buta? Pikirnya. Yang ia tahu, ruangan ini memiliki aroma yang sama seperti ruang musik di sekolahnya.

Hingga setelah beberapa lama, Ify dapat menemukan dimana letak dinding. Ia meraba-raba permukaan dinding itu berusaha mencari sakelar. Setidaknya, harus ada lampu yang menyala di ruang ini.

Nah!

Ify bersorak lega setelah tangannya berhasil menyentuh saklar lampu. Akhirnya, ruang ini mendapat pencahayaan juga. Ia pun dapat memastikan sekarang ia berada dimana, di ruang musik, SMA PARFAIT, sekolahnya, tepat seperti perkiraannya sebelumnya.

MatchmakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang