Part 29 - When Two People United

3.2K 118 1
                                    

Febby menghela napas pasrah dan memilih diam. Percuma juga ia bicara dan menjelaskan, Alvin tidak akan mau mendengarkan apalagi percaya apapun yang keluar dari mulutnya. Lagi pula, badannya sedang lemas sekali hari ini.

Kalau saja Oik tidak memaksanya untuk menemani Alvin di rumah sakit, ia pasti akan diam di rumah dan menikmati kasur empuk di kamarnya. Lalu tinggal mengirim surat sakit ke sekolah. Ngomong-ngomong tentang sekolah, sudah berapa hari ia libur? Pasti ada tugas-tugas menumpuk yang akan ia terima nanti.

Sementara itu, Alvin yang dongkol setengah mati gara-gara Febby akhirnya memilih mencoba menghubungi Shilla. Gadis itu perlu mendapatkan klarifikasi akan hal-hal tidak masuk akal yang ia lihat di televisi mengenai dirinya. Jempolnya menekan angka 4 di ponselnya dan kemudian menempelkan benda itu ke telinga.

"FEBBY! FEBBY!"

Tiba-tiba dari pintu kamar inap Alvin, muncul seorang pemuda setengah berlari sambil meneriakkan nama Febby. Baik Alvin maupun Febby sama-sama terkejut melihat pemuda itu. Pemuda itu mendesah lega ketika melihat keberadaan Febby yang berdiri menatapnya di dekat sofa.

"G—Goldi?" Febby mengerutkan keningnya sekaligus membelalakkan mata. Ia kaget, panik bercampur bingung bercampur senang juga mengetahui Goldi tiba-tiba datang mencarinya. Tapi harusnya pemuda itu memberitahunya dulu jika ingin datang. Semalam dirinya berulang kali menghubungi pemuda itu tapi ponsel pemuda itu tidak aktif. Sekarang pemuda itu malah mendadak muncul di hadapannya seperti ini.

"K—kenapa?" Febby mengedipkan matanya beberapa kali, terlihat masih shock.

Goldi menutup pintu dan berlari menghampiri Febby. Ia menggenggam kedua lengan Febby dan sejenak diam menatap gadis itu. Napasnya masih terengah-engah setelah berlari dari lapangan parkir rumah sakit sampai ke kamar inap Alvin. Goldi kemudian menurunkan tangan sekaligus badannya menyentuh kaki Febby yang tersembunyi di balik rok.

Alvin yang tadinya berniat menelepon mendadak memutus panggilan dan mendelik melihat pemandangan di depannya. "Woy woy woy, kalo mau mesum jangan disini! Lo berdua gak malu apa, ada gue yang masih di bawah umur!" Alvin menggerutu kesal. Entah ia masih kesal karena Febby atau karena Goldi tiba-tiba masuk ke kamar inapnya atau bahkan karena apa yang Goldi coba lakukan pada Febby.

Febby yang sempat tersihir akan Goldi dan melupakan sosok Alvin di sekitarnya pun tersadar. Ia menunduk dan berteriak panik sekaligus kesakitan ketika goldi menggenggam bagian betisnya. Ia hanya meringis ketika Goldi sudah kembali berdiri dan menatap kesal bercampur khawatir padanya. Goldi merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah benda berbentuk tube kecil. Sepertinya salap oles.

Goldi menarik Febby ke sofa dan duduk. Alvin mencibir ketika melihat tangan Febby dan Goldi bergandengan. Rasanya beberapa waktu ini Febby gencar mengejar cintanya sampai menguntitnya kemana pun ia pergi. Termasuk ketika sakit seperti ini. Bahkan, Febby lah yang menyebabkan dirinya sampai harus dirawat begini. Ia pun ragu apa tabrakan itu murni sebuah kecelakaan atau disengaja.

Tapi, sekarang, apa ini, yang sedang ia lihat? Gadis itu bergandengan tangan dengan pemuda lain. Dan tampaknya, mereka berdua sangat intim. Tidak mungkin itu hanya sebatas hubungan pertemanan antara perempuan dan laki-laki, kan?

Jadi, Febby udah punya pacar? Batin Alvin sinis. Ada bagusnya juga sih. Untuk kedepannya, ia tidak perlu pusing-pusing memikirkan gadis itu. Kalau Febby sudah punya pacar, berita antara dirinya dan Febby akan dapat dengan mudah dimusnahkan dan otomatis tidak ada yang akan mengganggu hubungannya dengan Shilla lagi. Tapi...entahlah. Untuk kesekian kalinya Alvin tidak mengerti kenapa dan ada apa. Memikirkan ini saja sudah menambah kesal. Memikirkan gadis itu memang tidak pernah ada baiknya.

"Lukanya pasti belum lo obatin, kan?" Goldi bertanya sambil memutar tutup botol salep yang ia bawa.

Febby mendesah malas. "Hmm.. Cuma luka kecil juga kan."

MatchmakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang