"Apa sesuatu terjadi ?"
"Tidak." Leya merasa agak kikuk bertemu Juna di hari jumat. Oh yang benar saja, kini ia bisa membayangkan wajahnya yang di penuhi rona merah muda dengan sorot mata layaknya remaja. Mau tidak mau Leya harus menunduk, menutupi wajahnya yang sangat mudah terbaca.
"Lalu apa yang sedang kau lakukan ?"
Leya mengintip Juna dari celah bulu mata lebatnya. "Aku sedang menatap makananku." katanya berusaha menjejalkan croissant dan es krim vanila ke dalam mulutnya untuk kesekian kali.
"Aku tau kau tidak begitu menyukai es krim." Ucap Juna pelan. "Jadi katakan ada apa ?" lanjutnya tidak sabar.
Mau tidak mau Leya mengangkat wajahnya, menatap langsung ke mata gelap Juna yang menenangkan. "Aku tidak mau kau melihat wajahku."
Juna mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa ? Ada yang salah dengan itu ?"
Leya menggeleng. "Tidak. Maksudku lupakan saja kata-kataku tadi." Mendorong piring Croissantnya ke tengah meja. "Banyak yang harus kita bicarakan."
"Ya tentu saja."
"Jujur aku sudah tidak bisa menahannya lagi."
"Aku tau." Juna menuangkan air mineral ke gelasnya sendiri. "Tapi sebelum itu, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
"Kemana ?"
"Colorado." Juna meneguk air sebelum melanjutkan. "Besok hari peringatan kematian Ben."
Leya terdiam. Ia ingat, akan selalu ingat tanggal kematian Ben. Ia bahkan selalu memberi sumbangan dana di beberapa panti asuhan dengan nama Ben setiap tahunnya, tapi untuk datang kesana. Ke Colorado, ke tempat semua kenangan indah yang selama ini hanya bisa di kenangnya diam-diam, terasa tidak mungkin. Leya sudah tidak punya kehidupan yang indah, ia tidak ingin kembali ke tempat yang membuatnya banyak bermimpi.
"Aku tidak ingin kembali kesana."
Juna menarik napas panjang. "Apa karena aku ?"
Leya tidak merespon apapun. Hal itu cukup untuk Juna menarik kesimpulan bahwa gadis itu masih sangat membencinya.
"Aku tau tidak sepantasnya aku memintamu untuk hal ini tapi kumohon... Kali ini saja, ikutlah denganku mengunjungi Ben."
Leya tidak suka melihat kesedihan di mata Juna mungkin itu juga alasannya mengangguk tanpa memikirkan apapun lagi.
***
Sabtu pagi itu tampak lebih cerah dari biasanya. Ah aroma ini. Aroma dari kue-kue jahe di beberapa kedai sarapan yang dilewati menyeruak memberikan kesan hangat untuk siapapun yang menciumnya.
Di persimpangan jalan Leya bisa melihat beberapa anak muda bermain skate ada juga yang berlomba-lomba untuk lebih unggul bersepeda.
"Senang kembali lagi ke Denver ?"
Leya menoleh ke arah Juna yang fokus menyetir. Pria itu tampak santai dengan celana jins dan kemeja biru polos yang lengannya di gulung sampai siku. "Tidak banyak yang berubah dari kota ini."
Juna mengangguk. "Hanya ada beberapa pusat perbelanjaan baru dan beberapa gedung pecakar langit untuk perkantoran yang di bangun."
"Kau sering kembali kesini ?"
Juna mengendikkan bahunya. "Beberapa kali dalam setahun."
Leya hanya mengangguk kecil. Tidak tau harus menanggapi apa. Apa selama ini Juna pernah berfikir untuk mencarinya ? Apa Juna kembali kesini agar bertemu dengannya lagi ? Semua harapan itu muncul di kepalanya tanpa bisa Leya cegah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
Любовные романы[END] [18+] Satu hal yang Leya inginkan saat ini adalah hidup normal dan tenang! Tapi saat mata gelap itu menatapnya, mulai mengaburkan segala hal yang Leya percayai dan kembali menawarkan impian semu yang mustahil. Detik itu juga hari-hari tenang L...