Bab 10

3.4K 260 0
                                    

Leya pulang dengan perasaan kacau. Tadi saat ia masih sibuk mengelap gelas di restoran tempatnya bekerja, salah seorang teman Juna menelponnya dengan suara gemetar dan memberinya kabar yang kurang menyenangkan. Juna di pukuli oleh beberapa pria di hutan dekat bangunan University of Denver.

"Juna... " Teriak Leya setelah berhasil membuka pintu flat yang Juna tempati. Setelah kepergian Ben, Leya dan Juna memilih tinggal terpisah dengan Leya tinggal di Dorm kampus dan Juna menyewa flat di pinggiran kota. "Kau di dalam ?"

Leya menyalakan lampu ruang tengah dan langsung memekik saat mendapati Juna yang terkapar di lantai. Darah segar memenuhi separuh wajahnya, juga beberapa luka yang tersebar di tangan dan mungkin kaki yang tertutup celana jins.

"Ya Tuhan Juna. Apa yang terjadi." Leya terduduk di sampingnya sambil berusaha mengelap darah yang masih mengalir di pelipis dan dahinya.

Juna tidak menjawab, hanya mencoba tersenyum sambil menggenggam tangan Leya di pipinya.

"Kita kerumah sakit sekarang. Aku akan telepon taxi." Leya mengeluarkan ponsel dari tasnya dengan tangan gemetar. Menekan nomor kontak taxi sambil mengumpat karena ia gagal melakukannya sampai percobaan ke tiga.

"Aku tidak apa .." Lirih Juna dengan suara lemah.

"Katakan siapa yang melakukan ini padamu ?" Leya meletakkan kembali ponselnya, ia menatap pedih luka di tangan Juna yang seperti sayatan benda tajam. Dan ia bersumpah akan membalas siapapun yang memperlakukan kekasihnya seperti itu!

"Aku berhak mendapatkannya." Suara Juna nyaris tidak terdengar.

"Apa Henry yang melakukannya." ucap Leya bukan sebagai pertanyaan tapi pernyataan.

"Aku akan melakukan hal yang sama kalau jadi dia."

"Aku... Aku memang lebih dulu mengenalnya daripada kau tapi aku... aku sama sekali... maksudku...." Leya memejamkan matanya mencoba mengatur nafasnya yang berantakan. "Aku tidak ingin melihatmu seperti ini. Aku takut... sangat takut kehilanganmu..." lanjutnya dengan suara bergetar.

"Kalau begitu menikahlah denganku."

Leya hampir tidak mempercayai telinganya sendiri. Apa Juna baru saja melamarnya! lamaran dengan cara yang ia tau sangat tidak romantis! Leya masih membeku sambil menatap pemuda yang kini berusaha duduk sambil meringis menahan nyeri.

"Mungkin tidak seperti pernikahan yang kau impikan. Pernikahan kita juga tidak akan tercatat karena usiamu yang belum cukup. Tapi..." Juna memaksakan dirinya menggeser duduk dan menghadap Leya. "Aku berjanji akan membuatmu bahagia dan tidak akan melupakan pernikahan ini seumur hidup kita."

Kini Leya menatapnya dengan mata berkaca-kaca penuh haru. Ia mengerjap pelan, berusaha memperbaiki penglihatannya yang mulai berkabut. Juna masih berusaha tersenyum dengan wajah harap-harap cemas membuat Leya mau tidak mau ikut tersenyum. "Luka-luka ini membuatmu tidak tampan sama sekali."

Juna berdecak dan langsung mengaduh karena luka di sudut bibirnya. "Aku tau itu. Jadi... bagaimana jawabanmu ?"

"Bukankah jawabannya sudah jelas."

"Jadi ?"

Leya tidak bisa menahan tawanya melihat wajah Juna yang cemas dan khawatir. "Ya Juna, aku mau menikah denganmu. Aku mau menyerahkan hidupku di tanganmu dan menjadi satu-satunya pria yang kucintai seumur hidupku."

Juna menghela nafas lega dan memeluk Leya tanpa menghiraukan tubuhnya yang menjerit nyeri. Ia tidak peduli lagi dengan rasa sakit karena selama Leya ada dan selalu mencintainya, semuanya akan baik-baik saja.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang