Leya masih berusaha menahan dirinya sendiri untuk tidak langsung jatuh terduduk di tanah bersalju di halaman rumah sakit itu.
Kepalanya berdenyut mengingat setiap kata yang di ucapkan seorang Dokter padanya tanpa bisa menghilangkannya satu detikpun.
"Saat ini hanya keajaiban yang bisa kita harapkan."
Penggalan dari rentetan kata-kata yang membuat perasaan Leya terkoyak. Sekarang tidak ada lagi yang bisa ia harapkan!
"lelah?"
Mendongak, menatap Juna yang masih setia menggenggam tangannya. Sungguh rasanya Leya ingin menangis saat ini juga!
"sudah tidak ada harapan."
"Apanya?" Juna mengecup kening Leya. "Kita hanya harus bekerja keras."
"setiap orang bisa memiliki anak dengan mudah, lalu kenapa kita harus bekerja keras?!" teriaknya frustasi.
Juna menatapnya dengan sorot mata penuh penyesalan. "karena kita special," gumamnya pelan. "sebaiknya kita bergegas untuk menjemput Terence di sekolah."
Leya melepaskan genggaman tangan Juna. "kita pulang saja."
Juna mengerutkan keningnya tidak mengerti. "apa?"
"kita pulang dan berusaha lagi supaya anak kita bisa terlahir kedunia." Leya menatapnya dengan sorot mata bingung yang mulai basah.
"apa yang kau katakan?"
"Semuanya akan baik-baik saja jika aku hamil. Ayahmu akan menerimaku begitu juga dengan yang lain. Kita tidak bisa membuang-buang waktu lagi untuk anak kita sendiri!"
Juna terdiam, menatap Leya dengan ekspresi yang tidak bisa di baca sama sekali. Ia menunduk menatap tangannya yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari tangan Leya yang bergetar.
"Kita akan melakukannya. Seperti katamu kita harus berusaha lebih keras." lanjut Leya.
"Kita bicara nanti, sebaiknya kita bergegas menjemput Terence sekarang." siap menghela Leya kemobil ketika tangannya kembali di tepis.
"Tidak! aku ingin pulang dan melakukannya!" Leya berteriak bahkan tidak peduli saat beberapa orang berhenti untuk memandangi mereka dengan ekpresi prihatin.
"Leya, kumohon." Juna menggeram menahan emosi. "Kita pergi sekarang."
"apa kau tidak mendengarku!" bentak Leya pada Juna yang masih menatapnya.
"hentikan."
"Kau tidak tau seperti apa perasaanku! Aku menginginkan seorang anak. Anakku sendiri, darah dagingku, bukan anak orang lain!"
"kau membuat Terence terluka dengan kata-katamu barusan!"
"aku tidak peduli!"
"Anak itu membutuhkanmu!" Juna menahan diri untuk tidak berteriak.
"Tapi dia tidak bisa merubah pandangan orang lain tentang aku! Dia tidak bisa membuatku di terima!"
Juna mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak langsung menyakiti dirinya sendiri. "Dia menyayangimu, selalu memanggilmu ibu dan melakukan apapun untuk membuatmu bangga. Apa kau tidak kasian dengan anak itu?! Dia bahkan kehilangan orang tuanya karena keegoisan kita! kau harusnya malu mengakui dirimu sebagai seorang ibu!"
Juna tidak memperdulikannya lagi. Ia berbalik menuju ke arah mobilnya yang terparkir, tanpa menoleh hanya untuk memastikan Leya mengikutinya. Saat ia duduk di balik kemudi, menanti 3 menit dan tak ada tanda Leya akan menyusul, ia langsung menjalankan mobilnya keluar area rumah sakit untuk menjemput Terence dan meninggalkan Leya sendiri disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
Romansa[END] [18+] Satu hal yang Leya inginkan saat ini adalah hidup normal dan tenang! Tapi saat mata gelap itu menatapnya, mulai mengaburkan segala hal yang Leya percayai dan kembali menawarkan impian semu yang mustahil. Detik itu juga hari-hari tenang L...