"Sudah siap semua?"
"Ya. Ini akan jadi perayaan taun baru yang luar biasa." Leya girang sambil menggunting kertas warna-warni untuk dekorasi ruangan.
"Ini undangan untukmu."
Leya meletakkan guntingnya di meja dan menerima amplop merah yang di ulurkan Luna di depan wajahnya. "Aku tidak butuh undangan."
"Bukan untukmu tapi untuk Mr. Alexander," Luna tidak menutup-nutupi senyum jahilnya yang membuat Leya hampir memutar bola matanya.
"Aku tidak akan mengundangnya."
"Kenapa tidak ?"
"Mungkin dia punya acara lain dan aku tidak akan memaksanya."
"Aku tidak punya acara," Juna yang muncul entah dari mana sukses membuat semua pasang mata menatap kearahnya.
"Jadi ini yang namanya Mr. Alexander!" pekik Sam membuat Leya tersadar dari rasa terkejutnya.
"Hanya Juna," timpal Juna santai.
"Kami akan senang kalau anda mau datang." Luna sudah mengalihkan perhatiaannya pada Juna dan merebut amplop merah di tangan Leya.
Juna menerimanya dan langsung membacanya. "Aku suka konsep ini."
"Semuanya ide Leya."
Juna hanya tersenyum sambil menatap Leya dengan sangat intens.
"Kalian bisa mengobrol di luar." Luna menarik Leya yang masih duduk di kursinya. "Biar aku yang selesaikan sisanya," lanjutnya mengedipkan mata.
Leya tidak punya pilihan lain selain menggiring Juna keluar ruang aula untuk meminimalisir perhatian yang kini tertuju pada mereka berdua.
"Kalau kau tidak bisa datang sebaiknya katakan saja. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa karena mengharapkan kedatanganmu." Leya memilih membawa Juna duduk di bangku kayu panjang yang berada di halaman belakang yayasan.
"Aku akan datang, bukankah aku sudah berjanji tadi."
Leya tidak langsung menjawab dan malah mengalihkan perhatiannya ke arah pohon-pohon kecil di sepanjang jalan setapak yang baru di tanam beberapa bulan yang lalu.
"Untukmu."
Sebuket bunga gerbera daisy putih dan kuning menyegarkan mata Leya. Ia menoleh ke arah Juna yang tersenyum salah tingkah -seperti biasa- sambil menyodorkan buket bunga itu padanya.
Tunggu. Jadi ini alasan semua mata memperhatikan Juna tadi di dalam ruang aula. Bukan hanya karena Juna mendatanginya, tapi karena buket bunga yang ia bawa dan hanya Leya yang tidak menyadarinya.
Leya mengambil alih buket itu sambil tersenyum malu layaknya seorang remaja yang baru melewati kencan pertamanya.
"Kau suka ?"
"Ya."
"Kuning salah satu warna favoritmu kan?"
"Ya."
"Berterimakasih padaku?"
Leya tertawa. "Ya."
"Aku sudah berjanji akan memberikan bunga setiap kali kita bertemu."
"Ehmm."
"Aku selalu bertanya-tanya apakah ini kekanakan. Tapi aku tidak tau cara lain lagi untuk membuatmu tersenyum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
Romance[END] [18+] Satu hal yang Leya inginkan saat ini adalah hidup normal dan tenang! Tapi saat mata gelap itu menatapnya, mulai mengaburkan segala hal yang Leya percayai dan kembali menawarkan impian semu yang mustahil. Detik itu juga hari-hari tenang L...