Gaun sifon putih selutut dan crown dari bunga seadanya sama sekali tidak membuat kebahagiaan berkurang dari wajah Leya. Senyumnya mengembang cerah membuatnya terlihat lebih cantik dari biasanya.
Leya menunduk, memainkan ujung tangkai peony yang diikat dengan pita sederhana sebagai buket yang siap ia genggam kemanapun.
"sudah siap?"
Leya mendongak menatap Ana dengan mata bulatnya yang bersinar. "apa aku terlihat... ehmm... cukup cantik?"
Ana berdecak. "tentu saja!" buru-buru menghampiri Leya dan menarik tangannya. "cepatlah, dia sudah menunggumu disana."
Leya berjalan mengikuti Ana dengan langkah lebar. Mengedarkan pandangan kesekeliling taman dengan perasaan yang tidak tergambarkan. Ini sudah masuk musim semi, bau bunga-bunga yang bermekaran setelah tertidur panjang membuat semuanya sempurna.
"Tony, kuserahkan dia padamu," Ana memberikan tangan Leya untuk kembali di genggam Tony.
Pria itu tersenyum kecil. "jangan menangis ya, hari ini aku yang bertugas untuk menggantikan ayahmu."
Leya membalasnya dengan seulas senyuman, tidak bisa mengeluarkan suara apapun. Tenggorokannya tercekat oleh rasa haru.
Tony membawanya melewati jalan setapak dengan hiasan kain berwarna putih panjang dan taburan bunga berwarna senada. Tidak ada pemain orchestra yang mengiringi langkahnya, namun Leya bisa mendengar alunan musik di kepalanya.
Juna berdiri kaku di ujung jalan setapak. Memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam yang tidak lebih mewah dari gaun yang Leya pakai. Ia tersenyum gugup saat Tony menyerahkan tangan Leya padanya.
Juna menggumamkan janji-janji suci pernikahannya disaksikan tidak lebih dari 5 orang yang hadir. Menyematkan cincin di jari manis Leya sebelum menariknya dan mendaratkan ciuman di bibirnya.
Suara tepuk tangan yang tidak lebih meriah dari sebuah konser pinggir jalan, tapi terdengar lebih merdu untuk pasangan yang sedang berbahagia itu.
Disini. Ditempat ini, Juna berjanji akan menjaga cintanya juga menjadikan Leya satu-satunya wanita yang mendapatkan janji suci darinya seumur hidup.
***
"Joon apa kau sudah meminta seseorang menjemput Terence?" Leya mengelap tangannya sebelum berdiri meninggalkan kanvas yang baru separuh di lukis. "lukisan ini masuk deadline dan aku takut tidak bisa menyelesaikannya kalau harus pergi sekarang."
Juna yang baru selesai menyeduh kopi menghampiri Leya yang meletakkan peralatan lukisnya di dekat jendela kaca di samping perapian. "Aku sudah meminta sekretarisku menjemput dan mengantarkannya kesini."
Setelah hubungan mereka membaik, Juna meminta Leya juga Terence untuk pindah ke apartemennya. Hal itu tentu saja di tolak Leya, mengingat peringatan Ayah Juna yang kadang-kadang masih membuatnya bergidik ngeri. Tapi dengan sangat lembut Juna meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan walaupun belum resmi pindah, Leya dan Terence mulai banyak menghabiskan waktunya disini.
"Lelah?" Juna memeluk Leya dari belakang, sengaja mengecup ringan leher Leya.
"Joon, pekerjaanku banyak." ucap Leya dengan suara tidak meyakinkan, ia sudah hanyut hanya dengan sentuhan ringan dari Juna. "biarkan aku nenyelesaikannya."
Juna menggeleng, semakin melebarkan wilayah kecupannya di leher Leya.
"Terence akan pulang sebentar lagi," Leya masih berusaha menolak.
"itu mudah," gumam Juna di lehernya.
Juna mengeluarkan ponselnya sebelum menekan sesuatu dan menempelkannya di telinga. "Naomi, ini aku... Aku ingat kau pernah bilang ingin meminjam Terence untuk seharian... Ehmm tidak apa-apa, aku hanya sedang mengerjakan sesuatu dengan ibunya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
Romance[END] [18+] Satu hal yang Leya inginkan saat ini adalah hidup normal dan tenang! Tapi saat mata gelap itu menatapnya, mulai mengaburkan segala hal yang Leya percayai dan kembali menawarkan impian semu yang mustahil. Detik itu juga hari-hari tenang L...