Bab 13

2.9K 245 3
                                    

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada mendengar kejujuran pahit di saat semua kepingan harapan mulai tersusun rapi.

Leya tau tidak akan ada masa depan untuknya bersama Juna, dan ia paham apa yang di lakukannya sekarang telah menyakiti hati perempuan lain.

"aku akan mengantarmu pulang."

Mendongak, menemukan Juna yang menatapnya. Tidak! kumohon jangan lihat aku dengan tatapan itu! kau membuatnya semakin menyedihkan!

"ada sandwich di meja makan," Ucap Juna lagi sambil memakai jasnya.

Leya menghampiri Juna, berdiri tepat di depannya sebelum membantu pria itu memakai dasi. "pastikan kau selalu memakai dasimu dengan benar."

Juna mematung, membiarkan Leya berlama-lama berada di dekatnya walaupun hanya untuk membetulkan dasinya. Juna menahan dirinya sendiri untuk menghambur memeluk Leya, wanita itu terlihat rapuh dan segera hancur saat Juna memaksakan keinginannya.

"murahan sekali bukan? aku menyerahkan diriku pada pria yang akan segera menikah," ucap Leya menahan getaran dalam suaranya.

Juna menggeram menahan emosi. "kumohon jangan berkata seperti itu! kita sama-sama tau apa yang terjadi diantara kita!"

"aku sudah menyakitinya."

Juna mencengkram kedua tangan Leya sebelum memaksa mata gadis itu menatap ke arahnya. Sungguh bukan ini reaksi yang ia harapkan dari Leya. "apa kau lupa dengan yang ku katakan kemarin? kumohon percayalah padaku, Leya!"

Leya menatapnya, dengan matanya yang basah dan siap tumpah. "bagaimana aku bisa percaya, saat kau membuatku berharap dan didetik berikutnya kau kembali membuat harapan yang ku rekatkan dengan susah payah hancur berantakan," ucapnya lirih.

***

Jemma berusaha memusatkan perhatiannya pada selembar kertas bertuliskan daftar tamu undangan yang akan hadir di pesta pernikahannya.

Akhirnya ini akan terjadi, impiannya selama lebih 10tahun ini akan menjadi kenyataan. Menikahi Juna, menjadi ibu dari anak-anaknya, juga yang akan menemaninya saat tua nanti adalah impian terakhir yang di gantungkan Jemma.

Dimulai saat ia bertemu Juna di sebuah acara tempat ayahnya bekerja 12tahun yang lalu. Jemma yang memang sejak kecil terbiasa hidup layaknya seorang putri agak risih dengan sikap Juna kecil yang pemberontak dan keras kepala.

Namun di balik itu semua, Jemma menjadi kagum padanya. Kagum pada keberaniannya untuk melakukan apapun sesuai kehendak hatinya. Mungkin juga dari situ lah Jemma mulai menaruh harapan lebih untuk masa depannya bersama Juna.

Mendongak, menatap gaun putih di sebuah mannequin yang di letakkan dekat jendela kamar. "Juna akan senang melihatku dengan gaun itu," bisiknya untuk menyemangati diri sendiri.

suara ketukan pintu membuat Jemma buru-buru mengelap jejak air mata di pipinya. "masuklah."

"apa kau hanya berdiam diri disini menyambut taun baru yang akan segera datang?"

Jemma mendongak sebelum menyunggingkan senyum manis. "Jun, kapan kau datang?"

Juna menghampirinya yang duduk di sofa dekat ranjang. "seminggu yang lalu, kurasa."

"dan selama itu kau tidak mengunjungiku," Jemma memberengut. "Jahat sekali!"

Mengacak rambut Jemma. "aku punya sesuatu untukmu," Juna mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya.

Jemma mendengus, "Apa ini semacam taktik agar aku memaafkanmu?"

Juna tertawa. "salah satunya itu," Membuka kotak yang di pegangnya dan mengeluarkan sebuah bracelet coklat dengan hiasan berbentuk crown yang sangat cantik.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang