Permen (Dino) part 2

1K 120 2
                                    

Part 2....

Rabu, 170827

"Pagi!" Untuk pertama kalinya, Dino menyapaku. Dia keluar kelas sesaat sebelum aku masuk ke dalam kelas.

"Pagi!" Balasku sambil tersenyum.

Lagi lagi aku datang lima menit sebelum bel masuk, kali ini bukan karena aku menonton drama, ini karena aku lupa membawa buku musik ku, dan harus kembali kerumah mengambilnya.

"Aku mau ke ruang musik, mau bareng?" Ajak Dino. Dia terlihat sudah membawa buku musik, alat tulis, dan teman temannya pun sudah melangkah duluan ke ruang musik.

Menurut jadwal hari ini, pelajaran musik adalah pelajaran pertama.

"Duluan saja, lagi pula aku belum menaruh tas ku." Jawabku, menunjukan tas yang ku tenteng dengan kedua tangan.

Dino melihat tasku, dia tersenyum simpul, lalu kembali melihatku.

"Baiklah kalau begitu, aku tunggu di ruang musik." Dia tersenyum manis sambil mengelus rambutku, lalu berjalan ke ruang musik menyusul teman- temannya.

Entah mengapa, aku tersipu setelah Dino mengelus rambutku, aku memasuki kelas dengan tersenyum.

Aku menggantungkan tas ku di samping meja, saat aku melihat mejaku, diatasnya, lagi lagi ada permen. Tak ambil pusing, aku segera memasukannya ke bawah meja, seperti yang aku lakukan sebelumnya. Tak lama, bel masuk berbunyi, sontak aku mengambil buku dan alat tulisku lalu pergi ke ruang musik.

Beruntung, belum ada guru saat aku sedikit terlambat masuk kelas. Ruang musik sebenarnya terlihat sama seperti ruang kelas pada umumnya, hanya saja ruang musik sedikit lebih luas dan dilengkapi dengan alat musik seperti piano, gitar, biola, dan beberapa alat pelengkap lainnya. Di pojok depan kelas berdiri kokoh sebuah rak buku yang dipenuhi buku tentang not balok, not angka, sampai sejarah musik. Mataku menyapu seluruh ruang, mencari kursi yang masih kosong. Ketemu, satu kursi kosong di sisi kanan kelas dekat mic.

Aku menarik kursi dengan cepat, sebelum bu guru datang, gesekannya berbunyi cukup keras.

"Hai! Hampir saja." Ucap Dino yang ternyata duduk di sebelahku. Dia melirik pintu masuk, tak lama kemudian guru musik kami masuk.

"Oh syukurlah." Ucapku sambil menghela nafas dan mengelus dada, menyadari aku hampir saja terlambat.

Kelas pun dimulai, seperti biasa, guru kami akan mengabsen, kemudian mengajari beberapa teori, setelah itu diantara kami akan disuruh mempraktikkannya.

Saatnya kami mempraktikkan,

"Saya butuh relawan, ada yang ingin coba?" Ucap guru kami setelah dia selesai mengajari beberapa teknik mengolah vokal.

Dino mengacungkan jarinya beberapa saat setelah guru kami menyelesaikan kalimatnya.

"Kau bisa bernyanyi?" Tanyaku berbisik, heran melihatnya mengacungkan jari dengan percaya diri.

Dino menoleh padaku, tersenyum simpul, menelungkupukan telapak tangannya diatas telapak tanganku, lalu berkata, "Listen."

Aku hanya membalasnya dengan tatapan bingung.

"Baiklah Lee chan. Silahkan ke depan." Guru kami mempersiapkan mic dan mempersilahkan Dino maju.

Dino maju, setelah dua kali menghela nafas, dia mulai bernyanyi.

♫ (singing)

(Korean)
naega sarange ppajin geolkkayo
nae du nuni mareul handaeyo
geudael boneun naui nunbicceun
sumgiji moshago da deultongnassjyo
naega sarange ppajin geolkkayo
nae du bori mareul handaeyo
geudae ttaeme bulkge muldeureo
sumgiji moshago da deultongnassjyo

Seventeen Imagines (If You Were Sebong's Girls/Women)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang