Jihoon

606 50 8
                                    

Note : gambar hanya sebagai referensi tidak 100% persis

***

" He says he's happy to be on the team, Agent, but he could use some soil."

" I am Groot!"

Dialog antara Rocket Racoon dan Groot—dua tokoh penting dalam film Avengers—di televisi menggema ke seluruh ruangan. Suara imut Groot membuat seorang wanita yang dibalut dress biru laut tersenyum simpul. Bagaimanapun juga, wanita yang sedang berdiri di depan kabinet dapur dan merapikan belanjaannya itu mengembangkan senyumnya kala seorang pria di depannya yang sedang duduk memunggunginya, juga masih memegang remote control—dia baru saja pulang dan segera memutar film kesukaannya—berkata, "I am Groot!" dengan nada bicara yang tak kalah imut dengan tokoh film action tersebut.

"Y/n-ah," panggil pria berambut hitam tadi. Pria itu memutar tubuhnya kemudian menatap sosok cantik wanitanya. Menurutnya, pria akan selalu jatuh cinta pada wanita yang sibuk di dapur.

Karena terlalu sibuk mengelompokkan bahan makanan mana yang perlu disimpan di lemari es dan yang tidak, wanita bernama y/n itu hanya bergumam membalasnya.

"Aku ingin permen coklatku."

Terdengar seperti anak kecil memang, tapi wajah pria bermata sipit ini sama sekali tidak menunjukan sikap keanak-anakan. Ia bahkan tersenyum saja tidak. Pria itu justru merapikan tatanan rambutnya menggunakan sela-sela jari tangan. Biasanya, jika seseorang meminta permen coklat, matanya akan berbinar-binar, tapi kedua mata sipit pria ini tidak melebar satu milimeter pun.

"Dimana ya tadi?" sahut y/n. Ia masih belum menoleh pada prianya, lalu tangan dan matanya sibuk mencari satu bungkus permen coklat.

"Jihoon, kau yakin tidak ada kantung belanja yang tertinggal di dalam mobil?" Tanya y/n setelah ia tidak berhasil menemukan bungkus permen yang dimaksud pria berambut hitam tadi.

"100% yakin," timpal Jihoon datar. Ia sudah memutar tumbuhnya kembali dan menatap layar televisi dengan serius.

Y/n, dengan segera, mengatup bibirnya erat erat. Kalau sudah begitu, ia tidak berani mendebat pernyataan Jihoon. Mau tak mau, y/n harus kembali memeriksa setiap kantung belanja yang menumpuk di kabinet.

Setelah itu, dalam beberapa menit, hanya terdengar suara telivisi, Jihoon yang terekekeh pelan, dan yang pasti suara kantung belanja yang bergesekan.

Tuk!

Akhirnya, suara lain terdengar. Suara itu berasal dari benturan antara mangkuk keramik dan kabinet.

Tanpa y/n harus melontarkan satu kata pun, Jihoon sudah memutar tubuhnya. Kali ini ia bersemangat, kakinya tidak bisa diam. Sesekali ia memukul kabinet pelan dengan tangan mengepal. Tak lupa ia berseru, "yey! Coklat coklat!"

Y/n hanya bisa menatapnya heran sembari menggelengkan kepala. Ia bingung mengenai; (1) bagaimana sikap pria itu bisa berubah 180° hanya dalam beberapa menit. (2) Hal apa yang merasuki dirinya sampai ia bisa mencintai seorang pria seaneh ini.

"Ayolah, berhenti menatapku seperti itu," rengek Jihoon yang mendapati Y/n memandanginya dengan dahi berkerut. Seketika ia berhenti bersikap imut dan kembali pada dirinya dengan tatapan dingin, lalu ia melanjutkan kalimatnya, "Cepat! Aku mau makan permen coklatku sambil menonton TV."

Yup, sekarang dia jadi sosok bos yang mudah marah.

Bukannya takut, Y/n kini justru menahan tawa sembari mengambil bungkus permen coklat di depannya. Di sisi lain, Jihoon merasa jengkel melihatnya.

Y/n mengalihkan pandangan dari Jihoon lalu menunduk untuk membuka kemasan permen. Ia juga masih menahan tawa.

"Kau itu makhluk teraneh yang pernah kutemui. Awalnya bersikap dingin, sedetik kemudian bersikap manis." Setelah mengatakannya, Y/n tertawa lepas. Ia mengatakan itu tanpa menoleh pada Jihoon, karena ia masih kesulitan membuka bungkus permennya.

Jihoon berdeham cukup keras menimpalinya, lalu membenarkan posisi duduknya dan sekali lagi membenahi tatanan rambutnya.

"Yup, kau itu laki-laki Jihoon. Kau itu laki-laki. Jangan bersikap manis," benaknya dalam hati.

"Okay, ini sulit." Y/n mengumpulkan seluruh tenaga dan untuk kesekian kalinya berusaha keras membuka kemasan  yang sedari tadi tidak mau terobek. Ia bicara dengan kepala masih tertunduk, karena berkutit pada kemasan sialan itu.

Mendengar itu, Jihoon memerhatikan Y/n dengan seksama. Ia menatap wajah wanitanya, lalu beralih memerhatikan tangan Y/n yang sedang kesulitan. Beberapa detik kemudian, iris mata Jihoon kembali memerhatikan wajah Y/n. Jihoon berdecak pelan, kemudian beranjak dari kursinya. Ia tak tahan melihat wanitanya dalam kesulitan. Setelah itu, ia mencondongkan tubuhnya. Tangan kanannya bergerak maju dan mengelus lembut rambut y/n.


Lalu,


Cup!


Sebuah kecupan ringan mendarat di pelipis Y/n.

"Kau ini, kalau kesulitan bilang saja." Jihoon merebut kemasan permen dari tangan Y/n, sedangkan Y/n terkejut dengan kecupan mendadak tadi.

Hanya dengan sekali percobaan, Jihoon berhasil membuka kemasan tersebut, lalu menuangkan isinya ke dalam mangkuk.

"Hmm, ta.. ta..di aku sampai mana ya membereskannya?" Y/n yang sebelumnya menatap Jihoon seketika mengalihkan perhatiannya pada barang belanjaan yang masih berserakan di kabinet saat Jihoon balik menatapnya.

Sudut bibir Jihoon tertarik sendiri melihatnya. Sudah sangat jelas y/n sedang salah tingkah. Wajah dan telinga Y/n berubah merah. Ia bahkan menyenggol sekotak tisu dan menjatuhkannya dari kabinet.

Jihoon terus mengembangkan senyumnya. Menurutnya, y/n menggemaskan saat sedang tersipu. Tak dapat dipungkiri, jantung Jihoon menjadi berdegup lebih cepat, dan hatinya terus meminta tubuhnya untuk memeluk Y/n. Namun, ia mengurungkan niatnya. Pikiran dan harga dirinya terlalu gengsi untuk itu.

Akhirnya, Jihoon mengambil segenggam permen coklat dan berniat memakannya sambil masih tersenyum.

Pada detik yang sama Jihoon mengangkat tangannya dari dalam mangkuk dan bermaksud membuka mulutnya, telepon genggam Y/n berbunyi. Y/n mengangkat telfon masuk itu lalu mengaturnya ke dalam mode speaker. Ia tidak mau repot untuk menempelkan ponselnya ke telingga, karena tangannya sedang sibuk.

"Halo sayang." Kalimat pertama yang terdengar dari telfon masuk itu diucapkan oleh seorang pria.

Detik itu juga, Y/n terperenjat di tempat. Bukan karena panggilan sayang dari telfon, tetapi karena suara berisik dari benturan butir-butir permen coklat dengan mangkuk. Y/n refleks menoleh pada Jihoon.

Telapak tangan Jihoon melemas seketika dan membuat butiran permen coklat itu melesat kembali ke mangkuk. Awalnya, ia tidak berhenti tersenyum, tetapi kini kerutan senyum di pipinya hilang, pipinya yang sebelumnya mengembang ikut turun bersamaan dengan sudut bibirnya. Kedua manik matanya menatap tajam Y/n. Jihoon melayangkan tatapan mematikan pada Y/n.

Seventeen Imagines (If You Were Sebong's Girls/Women)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang