Wonwoo

506 41 9
                                    


"Bzzzt"
Suara dari mesin pembuat espresso terdengar ke seluruh dapur. Cairan coklat ekstrasi biji kopi mengalir ke cangkir kecil di atas drip tray. Ku raih sekotak susu di dalam lemari es dan menuangkannya ke dalam cangkir. Aku mengaduk keduanya, membuat suara ting ting ting keluar dari sendok stainless yang kupakai. Campuran kopi dan susu favoritku itu lalu ku bawa menjauh dari dapur. Sempat ku lirik jam dinding di ruang tengah. Pukul 4 sore, dimana matahari sudah tidak terlalu terik, tapi juga belum tenggelam. Aku melanjutkan langkahku dan naik ke lantai dua. Melihat langit sore yang begitu cerah, aku memutuskan untuk berhenti dan berdiri di sisi jendela lantai dua yang langsung menghadap ke halaman depan dan rumah tetangga sebrangku. Kepala ku dongakkan untuk melihat langit dengan lebih jelas. Aku tersenyum. Ku condongkan setengah tubuhku keluar jendela.

Belum lama aku menikmati langit, sesuatu yang lain menarik perhatianku. Sekelompok laki - laki terlihat keluar dari rumah sebrang. Mereka terlihat memiliki tinggi badan yang seragam kecuali satu orang yang sangat tinggi yang keluar paling akhir dan satu orang yang paling pendek yang keluar sebelum orang terakhir. Setiap dari mereka menuntun sebuah sepeda, tetapi tidak ada yang memakai helm ataupun pelindung sikut dan lutut. Aku refleks tersenyum saat mengenali mereka.

"Mingyu, kalian mau kemana?" teriakku sembari melambai ke orang yang terakhir keluar rumah.

Pria itu lalu menoleh ke sembarang arah, kebingungan mencari sumber suara.

"Oh! Y/n-ssi," timpalnya setelah kedua matanya berhasil menangkap sosok ku di jendela.

"Kami mau pergi bersepeda. Kau mau ikut?" lanjutnya sembari tersenyum ramah.

Aku sempat ragu, tetapi 11 pria yang sudah keluar lebih dulu ikut menoleh padaku dan menganggukan kepala, seolah mengijinkanku bergabung. Sebuah senyum seketika terukir di wajahku. Aku sontak menjawab mantap dan segera turun untuk mengambil sepeda dan bergabung. Aku lupa akan secangkir kopi susu yang ku letakkan di atas kusen jendela.

"Kenapa kalian hanya ber-12? Kemana Seungkwan?" Aku bertanya begitu menemukan sesuatu yang ganjil.

"Ah, dia sedang sakit. Sayang sekali dia tidak bisa ikut," jawab Jihoon yang berdiri di sampingku. Ia bilang, aku lebih baik berdiri di samping y/n. Setidaknya biarkan aku merasa menjadi orang tinggi hari ini. Lihat bukankah y/n lebih pendek dariku.

"Tapi kau tak perlu khawatir, seseorang menjaganya di rumah." Jihoon menepuk pundakku sambil tersenyum. Aku balas mengangguk dan ikut tersenyum.

Lalu kami semua mulai mengayuh sepeda masing - masing. Mingyu yang sebelumnya paling akhir kini berada di barisan depan bersama Wonwoo dan Jeonghan, sedangkan aku berada di barisan paling akhir bersama Woozi dan Joshua. Awalnya aku sengaja mengayuh sepeda ku pelan. Aku ingin menikmati semilir angin sore yang begitu segar sembari melihat rumah - rumah di sekitar. Namun, entah kenapa, di hati kecilku ada keinginan untuk mengayuh lebih cepat dan mengejar barisan depan. Lebih tepatnya seperti ada seseorang yang ingin aku kejar dan bersepeda di sampingnya. Aneh sekali, hatiku rasanya tidak tenang.

Tetapi karena barisan depan sudah terlalu jauh, aku tetap tertinggal. Bahkan kini Woozi dan Joshua sudah mendahuluiku walau tidak jauh.

Kami semakin jauh dari rumah dan dihadapkan oleh sebuah tingkungan yang tidak terlalu tajam, bahkan jalanannya juga cukup besar. Jalanan beraspal dengan rumah - rumah sederhana kuno dan pohon - pohon tinggi berbaris teratur di sepanjang jalan. Di sisi kanan jalan, tepat disebrang rumah - rumah, terdapat sebuah rumah sakit yang cukup besar. Namun, jalanan ini bisa dibilang sangat sepi. Tidak ada kendaraan atau orang yang lewat kecuali kami.

Di sinilah aku menemukan jawaban atas hatiku yang gelisah sejak tadi.

Aku yang tertinggal belum sempat berbelok dan melewati tingkungan tersebut, sedangkan barisan depan dan tengah sudah berbelok. Menyadari barisan depan sudah jauh dan tidak lagi terlihat dari pandanganku, hatiku semakin gelisah. Aku mencoba mengayuh lebih cepat. Tepat sebelum aku berbelok, sebuah teriakan mengejutkanku.

Seventeen Imagines (If You Were Sebong's Girls/Women)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang