Vio meneguk begitu banyak benda kecil berbentuk tabung yang sudah ia keluarkan dari botol-botol kecil dari laci mobilnya.
Lidah serta tenggorokannya sudah muak menelan benda kecil tersebut setiap hari. Tapi tanpa benda tersebut ia mungkin tidak bisa bertahan hidup sampai sekarang.
Vio kadang merasa sangat menyedihkan melihat dirinya sendiri yang tidak bisa hidup tanpa obat-obatan dan seorang dokter. Mungkin jika semua dokter mogok kerja dalam waktu yang lama itu bisa dipastikan adalah hari kematiannya.
Tidak lama setelah menelan semua obat di tangannya sekaligus, Vio merasakan sesuatu bergetar di saku jas hitamnya, Vio merabah sakunya dan mengambil benda pipih yang bergetar tadi.
Ternyata hanya pesan singkat dari Orias,
"Gue sama Bastian udah ada di cafe, ini jam kerja lo kan? Kenapa lo gak ada disini? Kesini sekarang atau gue yang kesana! Jangan diam doang duduk disitu"
Astaga, Vio bisa merasakan dirinya yang perlahan menggila karena sikap Orias, kini apapun yang ia lakukan rasanya ia selalu diawasi dari setiap sudut.
Meskipun dia tidak sepenuhnya yakin, tapi akhir-akhir ini dirinya selalu merasa di ikuti, dan siapapun itu Vio bersumpah kalau dia menemukannya dia akan memukul kepalanya seratus kali.
"Orias ya.... " gumamnya sekali lagi,
Vio menggeleng cepat lalu menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya menuju cafe miliknya.
-------
Lima belas menit sudah cukup bagi Vio untuk sampai ke cafe yang berada dekat apartemennya itu. Cafe bernuansa klasik yang sangat tenang dan nyaman sangat cocok untuk melepas lelah.
Tapi sayangnya sekarang tempat ini rasanya jadi Neraka bagi Vio jika membayangkan bagaimana Orias dan Bastian sedang duduk di dalam dan bagaimana nantinya ia harus bertingkah layaknya seorang pelayan.
Astaga, jadi pelayan di cafe sendiri?? Sinting.
Vio menetralkan nafasnya dan mulai melangkah masuk kedalam, pintu terbuka bersama dengan bunyi bell.
Cafe sedang sepi pengunjung, hanya ada Orias, Jean, Bastian serta sepasang kekasih yang berada dimeja paling sudut. Sepasang mata tertuju pada Vio dengan tatapan mengintrogasi, Vio hanya membalas tatapan tersebut dengan menjulurkan lidah.
Azzrine tiba-tiba berjalan terburu-buru dan menghampiri Vio,
"Vio, kenapa lo telat?! Bos udah marah dan nyari lo dari tadi! Keruangannya sekarang"
Azzrine mengedipkan sebelah matanya, yang sudah pasti hanya Vio yang bisa menangkap maksudnya.
"Hah? Anu tapi kan gue masih pake seragam sekola-"
"Udah sekalian ganti baju sana!"
Sebelum Vio benar-benar menyelesaikan kalimatnya, Azzrine sudah duluan menyuruhnya masuk keruang atasan yang ada dilantai dua Cafe tersebut.
"Kak gue pergi bentar gak lama!"
Orias menopang dagunya dengan tangan sambil menutupi senyum tipisnya yang terukir karena begitu merasa terhibur mendengar suara lucu Vio memanggilnya dengan sebutan kakak meskipun dipersingkat.
Vio segera mengganti pakaiannya dengan pakaian karyawan yang ada di ruangannya.
Kepalanya sedikit aneh, dan dia bahkan berkeringat di ruangan ber-ac tersebut. Mungkin efek samping dari obat yang sudah ia minum.
Dia turun dengan wajah lesu dengan beberapa keringat di leher dan dahinya, sudah terlihat Bastian serta Orias yang sedang bertempur dengan berbagai macam soal disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape
Teen FictionKetika sebuah pelarian menjadi perjalanan cinta.... sampai kapan ini bisa bertahan?? -Sweet Escape-