17. Different Dolls

29 5 1
                                    

"Orias gue pulang bareng lo atau Bastian? Soalnya Bastian ikut bawa mobil juga"

Orias mengalihkan pandangannya ke arah Jean yang berdiri didepannya, "lo duluan aja, gue ada perlu" ucapnya kemudian.

Orias berjalan dengan langkah cepat menuju ruang kesehatan siswa. Saat jaraknya sudah dekat dengan pintu masuk, suara rintihan kecil terdengar dari dalam.

"Vio?"

Orias dapat melihat Vio sudah terduduk dilantai dan memperlihatkan kakinya yang sakit.

"Jadi ini yang tadi lo sembunyiin di balik selimut?"

Vio tersenyum pasrah, "gak sakit kok" elaknya. Baru saja ingin berceloteh dan mengeluarkan berbagai macam alasan dari mulut mungilnya, Orias sudah lebih dulu berjongkok didepannya.

"Ngapain?" tanya Vio tidak paham saat Orias berjongkok membelakanginya.

"Harus banget ya lo nanya? Gak bisa nebak sendiri apa?"

"Mana gue tahu!"

"Cepetan naik, pegel nih kalau lama-lama jongkok terus!"

Vio tersenyum dibalik punggung Orias, dengan senang hati Vio naik keatas punggung Orias, untunglah dirinya masih memakai baju basket.

Vio tidak menyangka kalau pundak lebar dan punggung milik Orias ternyata sangat nyaman untuk bersandar.

Rambut halus dan berkilau Orias memiliki wangi yang entah kenapa sangat familiar baginya, seakan Orias bukanlah orang asing yang baru ditemuinya dimenara.

Seakan Wangi tersebut pernah menemaninya bersama dengan dengan derasnya hujan, Vio tanpa sadar melingkarkan tangannya dileher Orias.

"Jangan noleh kalau masih mau hidup" ancamnya sebelum menyenderkan kepalanya di bahu Orias. Entah kenapa dia jadi sangat mudah lelah akhir-akhir ini.

"Iya iya!" Orias mendengus kesal, entah kenapa ucapan itu membuatnya kesal untuk yang kedua kalinya. Tunggu kedua kalinya?

Meskipun bagi murid murid lain yang sudah mereka lewati sepanjang perjalanan menuju parkiran ini adalah pertama kalinya Orias begitu pedulinya pada perempuan.

Tapi Orias baru ingat kalau ternyata ini bukan pertama kalinya ia menggendong seorang gadis di punggungnya.

Kaki kecilnya terus berjalan dengan cepat di tengah deras hujan dengan seorang gadis yang hampir saja bunuh diri di punggungnya.

"Jangan noleh kalau masih mau hidup" suara kelelahan itu bahkan masih terdengar dari mulut mungil sang gadis.

"Iya iya!" Orias mendengus kesal.

"Siapa suruh tadi berdiri di pinggir jembatan! Malah gak tahu berenang lagi!"

"Lo itu sebenarnya siapa sih?"

"Pake nanya, gue Vio lah!"

Orias tersenyum samar, senyuman yang hampir tidak pernah ia tunjukan semenjak adiknya hilang.

-------

Mata Vio hampir tidak berkedip karena restaurant yang dipilih Orias untuk makan siang memiliki desain dan arsitektur yang sangat unik.

Benar-benar terlihat sangat lucu dengan berbagai boneka yang menghiasi hampir seluruh sudut ruangan.

"Kenapa disini banyak bonekanya??" tanya Vio, setelah Orias membantunya duduk manis dikursi.

Sweet Escape  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang