#37 SESAAT KITA BERDUA

139 23 4
                                    

"Ada kalanya menunggu giliran diperlukan untuk mencapai tujuan atau malah berujung ditinggalkan."

Lalu-lalang pramusaji ketika sedang mengantar pesanan menjadi pemandangan yang pertama kali kulihat sejak aku dan temanku baru saja tiba disalah satu tempat makan yang berada di jalan Siliwangi. Ada lambaian tangan yang menyambut kami berdua pertanda agar keberadaan mereka segera diketahui.

Lagi, lagi, dan lagi aku menghabiskan malam bersama kelima temanku termasuk Danila di dalamnya. Tujuan kami berkumpul adalah untuk bertemu dengan seorang teman lain yang sedang melakukan kunjungan di Bandung.

Seperti biasa, bercengkrama merupakan hal wajib yang harus selalu tersedia, karena kita hidup di dunia nyata bukan dunia maya. Sebagai makhluk sosial sudah sepantasnya kita bicara dengan bertatap muka, bukan dengan bantuan mesin hingga hanya bertatap kata. Aku memang tidak suka bila sedang berkumpul ada yang asik sendiri dengan kepala menunduk memperhatikan linimasa.

Danila sedang berkonsentrasi terhadap makanannya, dengan lahap dia menyantap sepiring pasta yang sudah dipesannya. Tempat dudukku terpaut agak jauh dengannya, aku perhatikan dia makan secara perlahan sambil sesekali mengambil minuman untuk menyegarkan tenggorokan. Danila kau selalu bisa menarik perhatianku, padahal kau tidak berbuat apa-apa apalagi tebar pesona. Tapi itu yang aku suka, kau selalu tampil dengan apa adanya.

Ketika akan pulang, musibah menimpa Danila. Motor yang dikendarainya mengalami kempes pada kedua rodanya. Sebagai pria aku dan temanku harus menjadi kesatria, terlebih aku harus melakukannya karena ini saat yang tepat untuk menarik perhatian seorang wanita yang kupuja.

Kami menemukan tambal ban yang masih beroperasi setelah bertanya pada orang sekitar. Tanpa pikir panjang, segera Danila berkonsultasi mengenai roda motornya pada ahlinya.

Cukup lama kami menunggu, akhirnya wanita mungil bisa kembali bernapas lega karena kendaraan roda duanya sudah seperti sedia kala. Kata terima kasih keluar dari mulut manisnya, dan dia mengajakku untuk pulang bersama. Tawaran yang tak akan mungkin aku tolak.

Senang sekali, hari ini satu mimpiku terwujud. Akhirnya aku bisa berdua saja dengan wanita mungilku, membonceng, dan membawamu menikmati melodi malam yang mengiringi perjalanan kita. Meski hanya sesaat, peristiwa ini akan selalu aku ingat. Kesempatan memang selalu datang bila manusia sabar menunggu.

Bandung, 14 Januari 2017

Diary Tanpa Koma [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang