06. CINDY

973 110 19
                                    

Sepanjang perjalanan ke rumah sakit untuk membesuk Cindy, Raya memutar otak mencari cara untuk menyatukan Mondy dan Cindy.

Entah kenapa otaknya buntu, idenya mentok dan moodnya tidak bersahabat, seolah ada perasaan tak rela.

Raya tampak gelisah, dan Mondy bisa melihat dari kaca spionnya.
Dengan helm half face yang dikenakannya Raya nampak menoleh kekiri ke kanan, mengesah dan menggigit bibirnya berulang.

Mondy hanya tersenyum-senyum jahil dibalik kaca helmnya.
Menurut Mondy itu ekspresi lucu dan menggemaskan.

Bukan menemukan cara atau skenario untuk menyatukan Cindy dengan Mondy. Raya justru terngiang uacapan Miko di telepon tadi pagi.

"Cindy tu di rawat di rumah sakit karena tak mau makan, dan muntah terus. Kata dokter karena banyak pikiran, dan pola makan yang tidak dijaga." Jelas Miko.

Kepada Miko, Cindy bahkan mengaku beberapa hari terakhir tak bisa tidur, nafsu makan hilang.
"Gak tahu lah Mik. Gue ini kayak orang jatuh cinta sekaligus patah hati, makan tak enak, tidur tak nyenyak," Jelas Miko lagi menirukan ucapan Cindy.
Tapi ketika ditanya Miko sedang jatuh cinta pada siapa, Cindy tak mau mengaku. Bahkan ketika Miko menebak dengan menyebut nama Mondy, Cindy hanya diam saja. Tapi raut mukanya menampakkan kesedihan.

"pa jangan-jangan Cindy sakit karena mikirin Mondy? Pikiran itu mendadak terlintas di kepala Raya.
Dan ia patah hati?

Apa itu berarti  Mondy telah membuatnya patah hati?

Raya menatap punggung Mondy dengan muka kesal.

Mondy masih terus mengamatinya dari kaca spion.

Ingin rasanya Raya memukul-mukul punggung Mondy bahkan bila perlu mencakarnya sampai sakit bila benar Mondy lah penyebab Cindy jatuh sakit.

Sombong amat sih Lo jadi cowok! batin Raya memajukan bibirnya.

Lo belum tau aja Mon. Cindy itu baik banget. Dia juga cantik kan? Asal Lo tahu aja ya? Dia bisa aja jadi artis atau model terkenal jika mau. Buktinya Cindy jadi runner up none Jakarta tahun kemarin.

 
Gemas Raya mengepalkan tangan ke arah punggung Mondy dengan wajah manyunnya. Kepalan itu tertahan begitu sadar mereka sedang berada di jalan Raya.

Raya merasa bersalah hingga ia meminta Mondy untuk berbicara sebentar. Ada hal-hal yang harus ia luruskan. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa  turut andil pada sakit yang diderita Cindy. Raya merasa sakitnya Cindy ada hubungannya dengan dirinya dan Mondy. Bukankah Cindy sudah mulai curiga padanya?

Merasa tak mendapatkan ide cemerlang, Raya pun nekat menghentikan langkah Mondy di parkiran. Setidaknya ia harus melakukan sesuatu untuk Cindy.

Mondy pun mnegikuti kemauan Raya. 

Mereka kini duduk di taman tak jauh dari ruang rawat inap.

"Kenapa sih Ray? Lo berubah pikiran? Gak jadi besuk Cindy? Atau Cindy udah pulang?" Tanya Mondy merasa ada yang aneh.

Raya garuk-garuk kepala yang tidak gatal sambil mencari kata-kata yang tepat.

"M ... Mon, Gue mau ngomong sesuatu......" Raya berjeda.

Mondy menunggu kalimat berikutnya keluar dari bibir Raya dengan tatapan antusias. Matanya tak berkedip menatap Raya yang kebingungan.

"Lo mau ikut besuk Cindy juga kan?" tanya Raya ragu.

"Iya lah... Kan udah nyampe sini. Gue kenal dia juga kan? So?" Jawab Mondy datar sembari mengangkat bahu.

"Emang kenapa sih?" keponya melihat Raya masih gelisah.

ANTARA CINTA dan PAPA  (sudah CETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang