23. epilog - BUAH PERJUANGAN

1.2K 128 38
                                    


Raya dan Mondy menghabiskan sisa cuti kuliah mereka dengan bekerja dan bersama berjuang untuk cinta.

Mondy menyadari dunia ini tak semudah membaca aksara atau menghitung angka. Tidak juga hitam dan putih, tapi ada abu-abu dan warna lain di sana.

Kepastian dan kejelasan hanya milik Allah, tapi mereka memastikan dan meyakinkan diri masing-masing akan berhasil dalam memperjuangkan cintanya.

Mondy masih tertarik di dunia politik karena ia ingin membuat perubahan lebih baik meski itu sulit, tapi ia juga realis, saat ini ia harus menyelamatkan perusahaan Papanya. Toh jadi pengusaha bukan status yang buruk.

Meski mungkin Pak Mulyono Budiman marah dan menyalahkannya karena berujung di sel tahanan, tapi ia tahu beliau seorang yang bijaksana dan mengambil sisi positif dari setiap kejadian.

Mondy hanya ingin membuktikan padanya bahwa ialah yang terbaik untuk Raya, dan Raya hanya bisa bahagia bersamanya.

Bersaing dengan Rafi, membuat Mondy lelah.
Bagaimana tidak? Setiap hari ia harus datang lebih dulu guna menjemput Raya agar bisa mengantarkannya pulang. Sementara pekerjaan di kantor papanya begitu menumpuk. Belum lagi kedekatannya kembali dengan Raya yang mulai terendus papa, Celline dan om Alex.

Ada rasa sakit saat ia harus merelakan Raya pulang bersama Rafi setelah ia bersusah payah menembus kemacetan Ibukota, menyisihkan penat lelahnya dan meninggalkan pekerjaannya, seperti malam ini.

Tak ada yang bisa ia lakukan selain menatap kepergian Raya bersama Rafi.

Mungkin terkesan over protective. Tapi harus ia lakukan. Ini adalah bagian dari perjuangan. Memberi celah pada lawan untuk masuk sama saja memberi peluang padanya untuk mengalahkan kita.

_Sudah Sampai? Aku VC ya?_ Send to Raya

Bukan berarti Mondy tak mempercayai Raya. Tapi ia tak percaya takdir akan berpihak padanya bila ia tak cukup pantas dalam mengusahanya.

5, 10 hingga 15 menit tak ada balasan dari Raya.

Mondy sudah hampir menyerah dan hanya merebahkan tubuh penatnya dengan gelisah diranjang empuknya.

_Udah 35 menit yang lalu_
_Kamu belum tidur?_

2 baris balasan yang telat terbaca oleh Mondy karena kantuk yang mendera.

Message itu dikirim 35 menit yang lalu.

"Aduh, telat baca nih? Raya udah tidur belum ya?" batin Mondy galau.

Mondy segera membuat panggilan video.

Nekat? Iya memang harus nekat kalo tidak mau Raya akan disikat. Haha......

Tak perduli Raya mungkin sudah tidur karena kelelahan atau bahkan sedang memimpikannya. Mondy mengulang beberapa kali.

Egois? Kadang itu diperlukan sekedar kata lain dari -I really care about you -.

KLIK. Panggilan terhugung.

Mondy tersenyum, mata kantuknya melebar melihat sosok yang dinantikannya muncul di layar ponselnya.

"Belum tidur?" sapa lembut Mondy.
"Arghhh...," Erangan Raya khas orag baru bangun. Lebih tepatnya terbangun. Ia masih merem melek merapikan rambutnya.

Raya memang begitu apa adanya. Itulah yang membuat Mondy makin cinta. Tak ada kamuflase, pura-pura dan tipu-tipuan di dalamnya.

"Maaf..." lirih Mondy membiarkan Raya mengumpulkan serpihan nyawa dan kesadarannya yang masih berterbangan dan mencoba hinggap.

ANTARA CINTA dan PAPA  (sudah CETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang