"Apa? Ke New Zealand?" pekik Raya menghentikan suapan ke mulutnya.
"Kok dadakan sih Mon?""Ya gimana lagi Ray. Kemarin aku sempat ngobrol dengan papa kamu. Beliau punya channel di sana. Dubes-nya, Pak Tanto katanya dulu bawahan papa kamu, teman baik, bahkan kepala rumah tangga di sana mantan ajudan papa kamu kan?"
Raya mengangguk.
"Aku pikir ini kesempatan Ray. Kapan lagi aku bisa magang di kedutaan besar. Apalagi papa kamu sendiri yang menawarkan. Wah kehormatan besar buat aku.
Pilihannya kalo gak Tiongkok, Malaysia, New Zealand. Dan aku keliatannya tertarik ke New Zeland deh." Ucap Mondy berbinar.
Raya mengangguk pelan, susah payah menelan.
Kerongkongannya mendadak kering, bahkan es lemon tea yang diminum tak mampu membasahinya."Berapa lama di sana?" tanya Raya berusaha tenang, menyembunyikan kegundahannya yang mendadak datang.
"Ya... sekitar 2 sampai 3 bulanan lah! " Mondy kembali menyendok makanan dengan lahap dan semangat.
"Mondy nyantai amat. Gak sedih apa?" batin Raya geram.
Ya mungkin memang itu impian dan cita-citanya. Dan memang benar ini kesempatan langka. Heran juga papa bisa memberikan tawaran semenarik ini pada Mondy. Apa itu artinya papa menyukai Mondy? Bukannya dari dulu papa ingin ada penerus keluarga di dunia politik? Harapan terakhir pada Raya dan Raya mengecewakannya. Tapi kenapa harus dalam waktu dekat ini sih? Raya galau.
Tapi bagaimana pun aku harus dukung Mondy. Apalagi ini atas permintaan dan rekomendasi Papa. Aku turut bahagia bila Mondy bisa membuat papa bahagia dan bangga. Yang tidak bisa aku lakukan, Mondy melakukannya? Lalu apa masalahnya? Aku gak mau cinta aku ke kamu menjadi penghalang cita-cita kamu Mon.
Bukankah cinta dan cita-cita bukanlah suatu pilihan?
"Ray, kok ngelamun?" Mondy mengibaskan tangan di depan wajah Raya.
Raya tersadar dan menggeleng cepat. "Gak kok!"
"Gak napsu ya?" tanya Mondy. "Apa mau aku suapin?"
Raya kembali menggeleng, memaksakan diri menikmati makan siangnya.
"Cinta dan cita kita akan tetap berjalan bersama Mon." batin Raya meyakinkan.
Detik berikutnya ia memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Memaksakan seluruh hati, jiwa dan raganya untuk ikhlas.
Hingga senyumnya pun akhirnya bisa tulus. Meski untuk itu ia harus berulang-ulang menarik nafas panjang menentramkan jiwanya.
Tak ada perbincangan lagi diantara keduanya, hingga mengantar Raya pulang sampai ke rumah.
Keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA CINTA dan PAPA (sudah CETAK)
Fiksi PenggemarTelah tersedia Versi cetak di bukalapak, tokopedia atau DM Author. 18+ RAYA-MONDY, Saat menjadi pasangan, mereka serasi. Tapi tak selalu demikian adanya. bagaimana jika perjalanan mengharuskan mereka memilih antara Cinta dengan sang Papa, sumbe...