17. Untitled

3K 437 42
                                    

Menjadi seorang pelacur bukan pilihan, tetapi itu adalah sebuah kewajiban.

Ayahku yang sialan, selalu membuang-buang uang untuk berjudi dan menghidupi istri keduanya. Sedangkan aku dan ibuku, ditelantarkan dan dibuang. Saat ia tidak bisa mendapatkan uang, ayah akan pulang ke rumah dan memporak-porandakan rumah seperti seorang rentenir yang menagih hutang pada sang penghutang. Karena hal itulah, ibu terkena penyakit yang mengharuskan untuk di rawat inap dan menjalankan operasi. Untuk rawat inap saja sudah menguras dompet, dan aku menyisihkan uang untuk biaya operasi ibu.

Pekerjaan sambilanku di minimarket, cafe, rumah makan, tidak cukup untuk membayar rawat inapnya saja. Membuatku harus berpikir ulang bagaimana cara mendapatkan uang. Temanku yang berprofesi sebagai seorang pelacur, mengiming-imingku untuk menjual kesucian dan harga diriku.

Tidak ada pilihan lain, bukan?

Aku, Lim Yoona. Bekerja sebagai pemuas nafsu pria berdompet tebal. Rumah bordil yang aku tempati bukan sekedar rumah bordil biasa. Rumah bordil yang pelanggannya selalu pengusaha sukses dan artis ternama.

Aku memang tidak semahal Bae Joo Hyun, primadona rumah bordil itu. Bahkan tidak sering mendapatkan job seperti Hwang MiYoung. Ah, mereka mendapatkan nama samaran saat bekerja. Bae Joo Hyun terkenal dengan nama Irene. Sedangkan Hwang MiYoung terkenal dengan nama Tiffany. Begitupun diriku. Saat mulai bekerja, namaku berubah menjadi Roxanne dan biasa dipanggil Anne.

Mom, adalah sebutan wanita pendiri rumah bordil itu. Wanita yang penuh kuasa di rumah bordil itu, dan wanita yang mengusai semua wanita yang ada di rumah bordil itu termasuk diriku. Beliau sangat cantik dan awet muda di umur yang menginjak 40 tahun.

"Sialan! Pria bangka itu meninggalkan bercak pada leherku!" umpatku dan mendapat kekehan dari Tiffany.

Ya.

Aku baru saja melayani pria tua hidung belang. Dia meninggalkan jejak pada leherku yang jenjang. Hal ini menyebabkan harga jualku yang akan menurun. Ah, aku masih mengingat dimana saat kesucianku pertama kali diambil. Untung saja kesucianku diambil oleh aktor ternama, bukan seorang pria tua yang mencapai klimaksnya hanya dalam hitungan detik.

"Mom pasti marah, Anne," ujar Tiffany mengejekku.

"Mom tidak akan memarahiku. Ia akan memarahi tua bangka itu," aku melanjutkan menegak cairan alkohol didepanku.

Aku dan Tiffany menunggu pelanggan selanjutnya. Sebuah kebiasaan jika sehabis melayani pria, kami beristirahat dengan menegak minuman beralkohol.

Tiffany membelalakkan matanya ketika melihat sebuah siluet, "Anne!! Lihat!! Itu pengusaha terkaya di Korea!!" tunjuknya pada pria yang baru saja memasuki rumah bordil dengan beberapa penjaga dibelakangnya, "Oh, ya Tuhan, dia sudah lama sekali tidak menginjakkan kaki di rumah bordil ini. Akhirnya sekian lama aku menunggu, ia datang dihadapanku,"

Tiffany membenarkan pakaiannya yang sedikit kusut akibat ulah pelanggan. Ia menyisir rambutnya dengan jemari cantiknya dan memakaikan lipstik bewarna merah darah pada bibirnya, "Bagaimana penampilanku?" tanyanya padaku, dan aku hanya menganggukkan kepala malas, "Aku tidak akan membiarkan Irene mengambilnya. Ini adalah saat yang sudah ku tunggu! Ah! Sial! Para pelacur itu sudah mengerubungi Sehun!"

Sehun? Ah, nama pengusaha tampan dan kaya itu adalah Sehun, batinku.

Aku benar-benar tidak tertarik. Tanpa aku menjawab Tiffanypun, ia sudah berlari ke tempat pengusaha bernama Sehun itu. Melihat Tiffany seperti itu, aku merasakan geli. Ia melemparkan dirinya pada seorang pria kaya. Ya, walau dirinya juga sama seperti Tiffany. Tetapi bukan tanpa alasan aku menerima pekerjaan hina itu. Aku menerima semata-mata demi ibuku.

short stories ✔Where stories live. Discover now