9. Destiny / iv [END]

3.1K 368 8
                                    

OH TAE HWAN SIDE

Aku bahagia melihat ayah dan ibu yang selalu akur tanpa sedikitpun celah pertengkaran. Tetapi juga sedikit memalukan karena mereka selalu melakukan hal-hal romantis dihadapanku. Sebenarnya aku hanya cemburu. Aku juga kekasih ibu, mengapa ayah selalu memonopoli ibu untuk dirinya sendiri?

Ayah pernah bercerita bahwa ayah dan ibu adalah seorang idol yang mempunyai banyak penggemar. Hal itu kurasakan saat mendapat tatapan kagum dari orang lain. Ayah yang menuruni wajah tampan. Ibu selalu protes jika ayah mengagumi ketampanan yang ia turunkan padaku. Ayah hanya tertawa melihat ibu yang mengumpat marah karena candaan garing ayah.

Saat ini ayah hanya seorang owner toko pakaian ternama 'izro'. Ibu mempunyai sebuah cafe dan restaurant. Kehidupanku bisa terbilang sangat berkecukupan. Aku pernah berpikir, apa aku bisa membeli beratus-ratus cokelat, bahkan beribu-ribu cokelat dari benda pipih persegi yang biasa ayah ibu gesekkan pada sebuah alat. Ayah dan ibu tidak memberikan uang jika membeli sesuatu, mereka berdua hanya menggunakan benda pipih itu. Orangtuaku tidak mencuri, bukan?

Ah, aku lupa. Saat ini ibu sedang mengandung adik kecilku. Itu membuat ayah lebih berhati-hati dalam menjaga ibuku. Ayah juga berpesan padaku, jika ayah tidak ada, akulah pahlawan untuk ibu. Jadi aku harus menjaga ibu dan adik kecilku.

Seperti saat ini. Kebiasaan keluarga Oh adalah selalu makan bersama. Setiap paginya, ibu selalu menyiapkan makanan untuk ayah dan aku. Tidak. Ibu tidak memasak, ibu hanya menyajikannya karena ayah melarang ibu untuk memasak saat sedang mengandung adik kecilku. Setiap hari ibu hanya membangunkan aku dan ayah, menyiapkan pakaian untuk aku dan ayah, dan menyajikan makanan.

Sudah menjadi rutinitas sehari-hari, ayah mencium ibu didepanku. Ayah mengatakan jika itu adalah bentuk sayang ayah pada ibuku. Tetapi itu curang! Mengapa hanya ibu yang mendapatkan sayang dari ayah, sedangkan ayah jarang sekali menciumku.

Saat aku berpikir seperti itu, ibu menengahkan. Ayah menciumku setiap hari saat aku masih merangkak. Saat ini aku sudah besar dan aku akan memiliki seorang adik kecil. Aku tidak mau terlihat lemah dan cengeng didepan adikku nanti. Jadi aku memaklumi jika ayah sudah jarang menciumku.

Aku juga sering sekali melihat ayah memeluk ibu dari belakang dan mengusap perut ibu yang sudah membesar. Aku merinding. Apakah perut ibu akan meledak dan adikku keluar?

Ayah juga menempatkan dagunya pada bahu ibu saat memeluk ibu dari belakang. Aku menyaksikannya setiap hari. Aku bertanya pada ayah, mengapa ayah tidak memeluk ibu dari depan seperti saat perut ibu masih rata?

Ayah hanya menjawab, bahwa ayah tidak ingin menyakiti adikku. Dan ayah merasa sedikit terganggu, karena tidak bisa bersentuhan langsung dengan ibu, dalam arti terhalang adikku. Niat memeluk ibu, tetapi mendapat tendangan kecil dari adikku. Aku hanya tertawa saat ayah menjelaskan penyebabnya.

Ayah selalu sibuk. Diluar rumah, bahkan didalam rumah. Tetapi jika kami berkumpul, ayah membuang kertas-kertas penuh coretan yang tidak aku mengerti. Bukan hanya saat kami berkumpul, saat aku memasuki ruangan ayahku sekedar hanya ingin bertemu dengan ayah, ayah segera mengabaikan mainan kertas-kertasnya dan langsung menghampiriku. Aku dan ibu bahagia mempunyai ayah.

Saat malam tiba, ayah yang membuatkan susu untukku dan ibu. Aku bertanya-tanya, mengapa ibu juga meminum susu? Bukankah ibu sudah besar? Ibu hanya menjawab, susu itu bukan untuk ibu, tetapi untuk adikku. Ibu hanya perantara.

Saat menjelang tidur, ayah selalu menghampiriku di kamar. Ayah membiasakan diriku untuk berdoa. Ayah selalu berada disampingku, menemaniku berdoa. Setelah dilihatnya aku sudah berdoa, ayah membaringkan tubuhku di ranjang dan memakaikan selimut hingga batas leher. Tidak lupa diusapnya rambut hitamku yang seperti ayah, dan ayah mencium keningku.

Hal sederhana yang membuatku sangat bersyukur pada Tuhan karena memiliki ayah seperti Oh Sehun.

Mengapa hanya ayah yang mengunjungiku sebelum tidur? Karena saat ibu mengandung adik kecilku, jam tidur ibu lebih cepat dari sebelumnya.

Bukan ibu tidak adil. Ibu pernah mengatakan bahwa adikku terus meminta bermacam-macam hal. Seperti ingin dicium olehku. Ingin aku membelai lembut pelan perut ibu yang didalamnya terdapat adikku. Terkadang adikku merespon sentuhanku. Aku bertanya, apakah adikku baru saja menendangku, seperti dia menendang ayah saat memeluk ibu dari depan? Ibu menjelaskan bahwa adikku menyukai sentuhanku. Itu membuatku sangat bahagia.

Saat ibu mengandung adikku, ibu tidak hanya manja terhadap ayah, tetapi juga aku. Contohnya saat aku duduk di sofa yang nyaman bersama ayah. Ibu tiba-tiba datang dan tertidur di sofa dengan kepala yang merada dalam pangkuanku. Tidak jarang aku melihat kilat cemburu dari mata ayah. Ah, itu sebuah hiburan tersendiri untukku.

Setiap paginya, aku akan diantar ke sekolah oleh ayah. Ayah menyukai saat-saat menghantarkan aku ke sekolah, karena itu adalah saat dimana aku bisa berbagi cerita dengan ayah yang tidak bisa diceritakan dengan ibu. Ayah lebih mengerti diriku karena kami sama-sama pria.

Tidak hanya menghantarku, ayah juga terkadang menjemputku walau sesibuk apapun urusannya. Ia pernah berkata bahwa uang bisa didapatkan kembali, tetapi senyum aku dan ibu adalah sesuatu yang berharga lebih dari uang.

Ayah tidak menyayangi uangnya. Ia rela membuang uang demi melihat aku dan ibu tersenyum. Aku dan ibu mempunyai kesamaan. Gen ibuku yang tidak bisa gemuk menurun padaku. Bukan berarti bahwa saat besar nanti aku tidak bisa membentuk badanku menjadi six pack. Aku ingin mempunyai tubuh seperti ayahku jika sudah besar nanti. Ayah dengan senang hati akan membantuku.

Jika ayah bekerja, aku menghabiskan waktuku dengan ibu. Baik menonton televisi bersama, menemani ibu tidur siang. Jika aku tidak bisa tertidur, aku menggunakan waktuku untuk membaca dengan tetap berada disisi ibu yang tertidur.

Ayah sangat bangga padaku. Aku menjaga ibu saat dirinya tidak ada. Aku membuat ibu tidak merasa kebosanan saat ayah tidak ada. Aku lebih memilih untuk menetap dirumah dibanding bermain bersama temanku. Aku tahu bahwa seumuranku harus lebih banyak bermain. Tetapi aku cukup menjaga ibu dan adikku. Aku mendapat banyak teman saat di sekolah, jadi kurasa cukup mempunyai teman hanya di sekolah.

Sampai waktunya tiba, adikku akan terlahir kedunia. Nenek dan kakekku datang untuk menemaniku, sedangkan ayah menemani ibuku masuk kedalam sebuah ruangan. Aku mendengar jeritan kesakitan ibu. Aku memeluk nenekku dan meneteskan air mata. Nenekku terus menenangkan diriku dengan membalas pelukanku dan mengusap punggung kecilku. Nenek berkata bahwa itu adalah usaha seorang ibu untuk memberikan warna dunia pada anaknya. Mendengar itu, aku menangis. Seperti itukah ibu saat melahirkanku. Dengan jeritan kesakitan agar aku keluar dan melihat warna dunia.

Selang beberapa lama, ayah keluar dari ruangan dengan seorang bayi kecil dalam gendongannya. Ayah menyamakan tingginya denganku dan memperlihatkan wajah adik kecilku.

Mungil..

Aku menyerahkan jariku pada tangan adikku, dan disambut dengan genggaman tangan kecil adikku. Aku tersenyum menatap ayah, begitupun ayah yang tersenyum menatap diriku. Adikku adalah seorang perempuan. Artinya aku harus menjadi kuat lagi, karena saat ini aku harus menjaga dua wanita yang aku sayangi.

"Tae Hwan, perkenalkan, dia adik perempuanmu yang bernama Oh Se Na.."

short stories ✔Where stories live. Discover now