DBHP'12

92 12 0
                                    

Bel istirahat telah tiba, Jessi segera keluar kelas. Dirinya bukan pergi ke kantin melainkan ke arah perpustakaan ia ingin bertemu dengan seseorang.

Baru beberapa langkah dia keluar kelas seseorang memanggilnya, "Jessi!" Teriak orang  tersebut sambil menghampiri Jessi.

"Ya ada apa?"

"Lo mau kemana?" Tanya sahabatnya itu yang bernama Irene.

"Mau ke perpustakaan?"

"Ik..." Baru Irene ingin menucapakan sesuatu, Jessi memotongnya.

"Lo nggak usah ikut ya." Titah Jessi dengan lembut.

Raut wajah Irene yang semula riang menjadi lesu, ia membalikkan badannya untuk kembali ke kelas sedangkan Jessi sudah meninggalkannya.

¤¤¤

"Hai." Sapa laki-laki yang ada di samping Jessi.

"Hai juga." Jessi menyapanya kembali.

Mereka berdua berbincang-bincang tanpa diketahui ada seseorang yang menguping pembicaraan mereka di balik lemari buku.

"Ternyata benar Jessi dan Agesta udah jadian, gue harus lebih mengawasi Jessi." Ucap batin Dera yang sedari tadi ia menguping pembicaraan Agesta dengan Jessi.

Dan ketika Dera ingin melangkah mundur kakinya tersandung lemari buku, dirinya terjatuh. Suasana perpustakaan yang cukup sepi membuat Agesta dan Jessi mendengar suara itu kemudian mereka bangkit menghampiri sumber suara.

Dera yang merasa kesakitan tak mampu berdiri dalam keadaan seperti ini, "Dera lo kenapa?" Ujar Jessi histeris.

"Nggak apa-apa kok." Ujar Dera kikuk.

"Ya udah gue bantuin bangun." Jessi segera membantu Dera bangun. Ketika Dera ingin berdiri Agesta menatap ia tajam seperti ingin menerekam.

"Apa jangan-jangan dia tau kalo gue nguping pembicaraan mereka." Batin Dera berkutat sendiri.

"Kenapa melamun? Ayo gue anterin lo ke kelas." Titah Jessi.

"Ges gue duluan yah." Ujar Jessi seraya menuntun Dera berjalan dan Agesta hanya menganggukkan kepala.

¤¤¤

"Sorry ya Ges gue sama temen-temen pengen pulang bareng naik angkut sekalian mampir ke rumah gue." Ujar jessi.

"Oh nggak apa-apa kok." Agesta tersenyum ke arah Jessi.
 
"Kok gue perhatiin lo berdua makin lama makin dekat dah. Apa jangan-jangan lo berdua pacaran?" Tanya Irene mengintrogasi gerak-gerik Agesta dan Jessi.

"Ngg-nggak kok." Jessi berbohong kepada Irene karena takut dia merubah suasana menjadi heboh.

"Ayo cepetan dong, lagian Irene kepo banget sama hubungan orang." Ujar Mesya dengan sinis, Irene membalas Mesya dengan tatapan yang menyeramkan.

"Ya udah bye, Ges." Ujar Jessi.

Agesta tersenyum dan berkata, "Iya."

Sesampainya Jessi dan teman-temannya di teras rumahnya, ia melihat mobil orang tuanya menandakan Ibu dan Ayah Jessi sudah pulang ke Jakarta. Jessi segera masuk ke dalam rumah meninggalkan teman-temannya yang masih berdiri di teras.

Dan ternyata benar, Jessi langsung memeluk Ibunya. "Mamah...", pelukan hangat dirasakan oleh Jessi melepasakan kerinduan kepada orang tuanya.

"Mamah kangen sama kamu." Ujar Farida-Ibunya Jessi sambil mengusap kepala anaknya itu.

"Eh ada tante Farida pantes Jessi ngibrit ke dalam." Ujar Irene sambil terkekeh dan mereka semua bersalaman kepada Farida.

"Mah, Papah mana nggak ikut pulang?" Tanya Jessi.

"Iya, Papahmu tidak ikut Jessi karena dia mengurus usahanya disana." Mendengar ucapan Farida, Jessi berubah menjadi murung ia kecewa kenapa Papahnya lebih mementingkan pekerjaan daripada dia.

"Nggak usah sedih kaya gitulah, mendingan kita buat kue aja pasti Jessi kangen sama masakan buatan Mamah kan." Ajak Farida kepada anaknya dan yang lainnya.

Jessi hanya tersenyum simpul dan menganggukan kepala. Farida mengerti arti senyuman anaknya dia masih kecewa karena Papahnya tak ikut ke Indonesia.

"Ya udah kita ke dapur." Ujar Farida.

"Widih makan gratis lagi, hehehehe." Bisik Kiki kepada Irene sedangkan orang yang ada di samping Kiki itu bergidik geli melihat tingkah norak sahabatnya itu.

¤¤¤

Suasana koridor sekolah yang mulai sepi menjadi target bagi Agesta untuk mencari mangsanya. Agesta berjalan dengan santai menyusuri koridor hingga ia menemukan target yang pantas dijadikan korban kedua di sekolah ini.

Dia mengikuti siswa yang hendak keparkiran itu, dan Agesta menyekap lubang pernafasan orang tersebut hingga pingsan. Kemudian ia menyeret mangsanya ke sebuah ruangan kosong.

Setelah mengikat kedua pergelangan tangan mangsanya dengan tali serta menutup mulutnya dengan kain. Agesta mengeluarkan pisau andalannya dan siap untuk menyayat, memotong, mengiris, dan menusuk mangsanya.

Darah segar mengalir deras tepat di bagian sebelah bola mata mangsanya karena ia berhasil menusuk organ tersebut. Agesta menjilat darah segar itu.

Langkah demi langkah ia lakukan untuk membunuh korbannya hingga Agesta berhasil mendapatkan organ dalam seperti hati, jantung, ginjal, dan paru-paru. Tapi itu semua tidak ia santap melainkan ingin ditukar dengan uang.

Tiba-tiba suara sepatu yang berpacu dengan lantai terdengar dari arah luar ruangan.

Tuk, tuk, tuk.

Dan tiba-tiba knop pintu berputar seperti ada seseorang yang ingin membuka pintu ruangan kosong tersebut.

Cklek.

Pintu berhasil dibuka oleh seorang pria setengah paruh baya memakai seragam keamanan. Dia adalah satpam penjaga sekolah, satpam tersebut dikejutkan ketika melihat seorang siswa menyayat serta memotong manusia.

Agesta menatap ke arah satpam dengan tatapan tajam, "Diam di situ atau gue akan melakukan hal yang sama seperti dia." Titah Agesta.

Dan Agesta bangkit menghampiri pria itu sambil menggenggam pisau di sebelah tangannya.

"Kalau lo nggak mau musnah di tangan gue, mending lo ikut perintah gue sekarang atau lo akan tau akibatnya." Ujar Agesta dan tersenyum menyeramkan.

Pria setengah paruh baya itu bergidik ketakutan keringat dingin mulai bercucuran ia seperti terperangkap di kandang buaya. Dia harus memilih antara nyawa atau harga diri.

¤¤¤

A/n Maaf rada gantung, ikuti terus ceritanya dan jangan lupa vote+comment!! See U!!🤗

Salam-Dellazzoit31🎈🎈

Di Balik Hati PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang