DBHP'6

119 22 0
                                    

___

Bel sekolah berdering nyaring, menandakan berakhirnya jam pelajaran untuk hari itu. Seluruh murid SMA Kartika berhamburan keluar kelas. Sama halnya dengan Jessi yang telah keluar kelas bersama seorang pemuda disampingnya.

"Jadi kan?" Tanya Jessi kepada Agesta yang berada di sampingnya seraya berjalan menuju ke tempat parkir.

"Iya jadi." Ujar Agesta. Ia sudah berjanji kepada Jessi bahwa dia akan mengajak Jessi makan bersama di sebuah warung makan. Karena Agesta sudah mengambil jam istirahat Jessi yang seharusnya untuk mengisi perut melainkan membujuknya agar mau menemaninya ke perpustakaan. Dan sebenarnya Jessi sempat menolak, tapi Agesta berusaha memaksanya. Sebab ini tanggung jawabnya.

Selama melangkah menuju ke parkiran, suasana hening diantara mereka dan tak ada yang memulai untuk membuka suara.

"JESSICA!" Sahut Irene dengan suara super toa hingga suaranya menggema di lorong koridor sekolah. Dia datang bersama keempat kawannya.

Jessi yang mendengar namanya disebut langsung menoleh ke sumber suara. Agesta yang mendengar pun ikut menoleh ke belakang.

Irene dan para sahabatnya menghampiri Jessi. "Jes, lo mau kemana kok nggak ngajak-ngajak kita?" Ujar Irene.

"Gue pengen pergi sama dia." Ujar Jessi sambil menunjuk ke arah Agesta dengan ibu jarinya. Sontak sahabatnya terkejut dan Irene mengangakan mulutnya.

"Tutup tuh mulut." Ujar Jessi. "Nggak usah segitunya kali." Sambungnya kemudian menatap Irene sinis.

"Gue nggak salah denger nih." Irene kembali bertanya seakan dia tak mengerti atau mungkin tidak mendengar apa yang Jessi ucapkan. Jessi menghela nafas gusar.

"Yaelah Ren, biar aja dia berdua. Mungkin mau kencan ke suatu tempat yang romantis." Ledek Kiki membuat Jessi mengerutkan keningnya. Sedangkan Agesta hanya tersenyum simpul.

"Bener juga Ki, yaudah kita tinggalin aja Jessi sama cowok yang ada di sampingnya." Ujar Jessi namun nada suaranya terdengar meledek Jessi.

Jessi yang semakin gusar dengan apa yang dibicarakan sahabatnya hanya diam. Kelima kawannya meninggalkan Jessi dan Agesta yang masih berdiri di tempat.

Namun kaki Irene yang tadinya sudah kembali melangkah, berbalik kembali ke hadapan Jessi dan Agesta.

"Oh iya, salam kenal nama gue Irene Fadiba. Cewek tercantik dan terkece se-SMA Kartika." Ujar Irene heboh sambil menjulurkan tangan kanan agar dapat berjabat tangan dengan Agesta.

Agesta tersenyum, "oh, salam kenal juga nama gue Agesta." Ujar Agesta dan menjulurkan tangan seperti Irene. Mereka berjabat tangan, Irene tersenyum sumringah. Lalu mereka saling lepas berjabat tangan.

"Jaga sahabat gue baik-baik ya, jangan sampe lecet sih." Ujar Irene sambil menepuk sebelah bahu Agesta. Dan Agesta mengangguk mengerti serta tersenyum.

Jessi yang melihat itu bergidik geli. Dia menarik tangan kanan Agesta agar segera berjalan ke tempat parkir. Meninggalkan Irene yang membatu di tempat.

Irene yang melihat adegan tersebut menggelengkan sambil tersenyum. "Pegangan aja terus sampai yang jomblo di sini ditinggalin." Ledek Irene dengan wajah yang di paksa memelas.

Mereka berdua yang sudah berjalan beberala langkah tersentak berhenti begitu ucapan Irene terdengar di telinga mereka. Jessi melihat ke arah tangan kirinya yang menggenggam tangan kanan Agesta. Lantas Jessi langsung melepaskan genggamannya.

"S-sorry." Ujar Jessi gugup. Agesta tersenyum simpul dan seketika wajah Jessi memerah, tak kuasa menahan malu di depan Agesta. Kemudian mereka kembali melangkah.

¤¤¤

"Makasih ya." Ujar Jessi yang telah turun dari motor Agesta.

"Iya sama-sama, makasih juga ya udah mau nemenin gue hari ini." Ujar Agesta dan Jessi tersenyum.

"Iya sama-sama." Ujar Jessi. "Mau masuk dulu nggak?" Tawar Jessi, entah kenapa kalimat itu terlontar dari bibir Jessi. Seketika Jessi merasa gugup.

"Nggak usah, makasih." Ujar Agesta. "Yaudah masuk gih." Jessi tersenyum, dia pun langsung menuruti perintah Agesta. Setelah berada di ambang pintu rumahnya Jessi menoleh ke belakang. Dan yang dia lihat Agesta sudah tidak ada disana, ia masuk ke dalam rumahnya.

¤¤¤

Setelah Agesta mengantarkan Jessi pulang, dia mampir ke suatu tempat yang sudah tak asing lagi baginya. Markas Agesta, dimana tempat markasnya yang berada di tempat kejadian saat membunuh Gio yang hanya berjarak beberapa meter. Agesta bertujuan ke tempat tersebut hanya untuk melihat keadaan rumah itu. Dan seperti biasa suasana di sekitar markasnya terlihat sangat sepi dan sunyi.

Begitu Agesta sudah berada di dalam. Ia duduk di sofa hitam yang sudah berdebu dan mulai rapuh. Agesta melihat sekeliling dan setiap sudut rumah tua yang dijadikan markas tersebut. Berdebu, sarang laba-laba bertebaran dimana-mana, plafon sudah banyak yang bolong, dan tembok rumah tersebut sudah berkerak, serta lantai yang terdapat bercak hitam. Suasana rumah tua yang sangat berantakan.

Agesta menghela nafas, ia merasakan perutnya bergetar. Pertanda ia lapar, padahal Agesta tadi sudah makan bersama dengan Jessi. Bukan berarti dia rakus, hanya saja perutnya yang belum terisi dengan sebuah daging. Sebab selama ia berada di restoran bersama Jessi. Agesta hanya menyantap sepiring spageti dan segelas milkshake.

Kemudian ia bangkit dari duduknya dan mengambil sebuah pisau kecil dari dalam tasnya. Lalu beranjak keluar menuju teras. Begitu sudah berada di ambang pintu. Agesta melihat seorang pemuda berperawakan tinggi, berbusana rapih, dan terlihat ingin pergi ke suatu tempat. Terbuailah senyum kejahatan di dalam dirinya.

"Ini kesempatan gue." Agesta terkekeh pelan. Begitu pemuda tersebut sudah melangkah agak jauh dari jangkauan Agesta. Kemudian Agesta keluar dari gerbang rumah tua itu. Dan membuntuti pemuda di depannya hingga dia berjarak 50 senti meter dari pemuda tersebut.

Agesta menyekap mulut pemuda itu dengan tangannya yang sudah terbalut sarung tangan. Pemuda yang dibekapnya sempat memberontak, namun terlambat pemuda tersebut telah pingsan. Setelah itu Agesta menyeret korbannya ke markas.

Begitu sudah berada di dalam, Agesta menaruh mangsanya di sebuah meja besar. Di baringkan di meja tersebut. Pisau belati yang ia pegang, ia tancapkan di bagian leher mangsanya. Darah segar mengalir deras, hingga mengenai wajah Agesta. Mangsanya sudah mati, dan Agesta siap menyayatnya.

Sebagian tubuh mangsanya yang sudah ia sayat, Agesta makan mentah-mentah. Dia santap bagai kanibal yang sedang kelaparan. Seluruh mulutnya di penuhi bercak merah. Lantai yang ia pijak bersimbah darah.

Namun disaat Agesta sedang asyik dengan aksinya. Agesta melihat bayangan seseorang dari balik jendela kusam yang ada di belakangnya sedang menguntitnya. Dia mencoba menengok ke arah jendela tersebut tapi bayangan orang tersebut hilang.

Agesta merasa aneh, apa benar ada orang yang menguntitnya. Tidak mungkin, sebab tidak ada yang tahu bahwa rumah tua ini yang ia jadikan markas. Adiknya saja belum tahu bahwa tempat inilah yang ia jadikan markas. Agesta mengabaikan soal bayangan itu.

Setelah Agesta menyayat dan memotong sebagian organ tubuh mangsanya. Potongan tubuh mangsanya ia taruh di sebuah karung. Yang sudah Agesta sediakan dari rumah.

Agesta akan membawa potongan tubuh mangsanya agar dijadikan santapan malam ini. Menu yang istimewa baginya.

Begitu seluruh potongan daging mangsanya dimasukkan ke dalam karung. Agesta keluar dari rumah tua tersebut dengan membawa satu karung dan tas sekolahnya. Pintu markas sudah ia tutup.

Agesta siap mengendarai kendaraannya dengan kecepatan diatas rata-rata. Setelah Agesta pergi dari rumah tersebut. Seseorang masuk kedalam markas Agesta yang berpakaian jaket hitam dan kepalanya yang dibaluti topi hitam. Orang tersebut masuk dengan santai dari lorong kecil samping markas Agesta.

¤¤¤

a/n  gimana part yg ini? Gaje ya? Oh pasti_- happy reading guys. Tunggu part selanjutnya yah!! Insya allah abis lebaran aku update part selanjutnya😊. Bye!!

Salam-Dellazzoit31😋😋

Di Balik Hati PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang