"Pah, aku gamau tinggal dirumah teman Papa. Aku nggak kenal sama mereka, gimana kalo mereka jahatin aku pas Papa sama Mama udah berangkat ke Australia?" Dira—sapaannya—mencoba untuk merayu sang Ayah agar tidak mengirimkannya ke rumah teman Ayahnya sendiri yang bernama Rio.
Sang Ayah tersenyum hangat, "Nggak akan 'nak. Papa tau Om Rio dan keluarganya itu gimana. Mereka baik-baik, cuma ya memang salah satu anaknya ada yang dingin dan pendiam, tapi dia baik juga. Papa aja sering ditolong kok sama anaknya yang satu itu. Kamu nggak perlu mikir yang engga-engga. Percaya sama Papa."
Dira hanya bisa memajukan bibirnya kedepan dan berjalan masuk kedalam kamarnya.
Besok, ya Besok dia akan pergi ke rumah Om Rio untuk tinggal disana sementara. Mungkin sampai beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun. Entahlah. Karena Ayahnya sendiri belum mengetahui kapan kontrak kerjanya akan berakhir di Australia.
Dari pada ia memikirkan yang bukan-bukan, lebih baik ia memanjakan tubuhnya diatas kasur dan terlelap tidur.
♠♠♠
"Dev, kamu dari mana? Kok jam segini baru pulang? Kenapa nggak kasih Mama kabar?" tanya Riana kepada Putra Sulungnya.
Devano melepaskan sepatu dan kaos kakinya, lalu bersaliman kepada sang Ibu sambil menenteng sepatu dan kaos kakinya ditangan kirinya. "Dari rumah Axel, kerja kelompok." jawabnya singkat dan langsung masuk kedalam rumahnya.
Riana mengangguk percaya, "Udah makan belum kamu, Dev?"
Devano mengangguk sambil menggumam dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya. "Devan ke kamar dulu, Ma."
Riana hanya membalas dengan gumaman sambil menyiapkan makan malam di meja makan.
Tidak lama kemudian, Devano turun bersama adik laki-lakinya yang masih kelas 5 SD, yang bernama Vino.
"Ma, Devan mau pergi ke Toko Buku dulu. Assalamualaikum." ujarnya sambil bersaliman kepada Riana.
"Wallaikumsalam. Mau beli buku apa memangnya?"
Sambil berjalan, Devano menjawab "Astrophysics." setelah itu ia sudah menghilang dibalik pintu. Riana hanya bisa menggeleng-geleng pelan dan beralih kepada Vino yang sudah makan terlebih dahulu, membuat Riana tersenyum melihatnya.
***
Saat Devano menginjakkan kakinya kedalam Toko Buku tersebut, tiba-tiba saja ia langsung mendapat sedikit teriakan dari pada gadis-gadis yang sedang memilih-milih buku untuk dibeli. Devano melirik kearah mereka dan kembali menatap lurus kedepan, mencari keberadaan buku yang ia inginkan.
Devano tak ingin ambil pusing dengan teriakan mereka—yang Devano tahu murid-murid di Sekolahnya itu. Sudah sangat terbiasa mendapat teriakan seperti itu, sejak ia masih SD. Bahkan ketika ia SMP banyak sekali perempuan yang ingin menciumnya secara terang-terangan. Sungguh menjijikkan! Baginya.
Saat sudah mendapatkan Bukunya, ia langsung berjalan kekasir. Tentunya ia sadar dengan semua tatapan didalam Toko tersebut dan juga tatapan sang Kasir kepadanya. Tapi tetap saja, ia tidak perduli. Ia hanya mencoba merasa tidak ada siapapun disini.
"75 ribu, Mas. Ada lagi yang ingin dibeli?" tanya sang Kasir. Devano menggeleng singkat dan langsung memberikan uang selembaran dengan nominal seratus ribu rupiah
"Kembalinya 25 ribu ya. Terimakasih. Selamat datang kem--" tanpa menunggu lama-lama, Devano keluar dari Toko Buku tersebut setelah mengambil uang kembaliannya.
Sambil menyalakan mesin motor besar hitamnya, ia memberikan uang selembar dengan nominal lima ribu rupiah kepada tukang Parkir.
"Kembaliannya, Mas." ucap sang Tukang. Devano menggeleng pelan dan berjata, "Buat Mas aja." lalu mulai melesat pergi.
Sesampainya dirumah, Devano memakirkan motornya digarasi rumahnya, dan alisnya langsung berkerut saat melihat sebuah mobil sedan hitam terparkir disamping motornya. Ia baru menyadari ada tamu datang dirumahnya.
Devano lantas masuk kedalam rumahnya sambil membawa kantung kresek berisi buku yang tadi ia beli. Dengan langkah cepat, ia langsung berjalan menuju keruang tengah, dan terlihatlah sepasang suami istri beserta anak perempuannya yang sekiranya seusia dengannya.
Pada saat Devano ingin menaiki tangga, tiba-tiba Riana memanggilnya untuk bersaliman kepada sepasang suami istri itu. Dengan langkah malas, Devanopun beranjak menuju ke ruang tamu.
Setelah Devano bersaliman dan memberi salam kepada teman Ayahnya itu, ia langsung beralih kearah gadis yang kini sedang menatapnya dengan terkejut. Alis Devano mengerut samar, namun tetap menyulurkan tangannya kearah gadis itu. Perlu diingat, semua ini karena Ibu dan Ayahnya yang menyuruh, jika tidak mana mau Devano melakukan hal seperti ini?
"Gue Devano." ucapnya singkat. Cewek itu membalas uluran tangan Devano dengan kaku. Bahkan, matanya tidak berkedip sama sekali dan terus menatap dirinya dengan terang-terangan.
"Dev, ini namanya Dira. Satu sekolah sama kamu, dia juga satu angkatan sama kamu. Tapi beda kelas. Iya kan Sayang?" ujar Riana kepada Dira.
Cewek itu tidak berkata apapun dan hanya mengangguk patah-patah. Membuat Devano sedikit jengkel dengan tingkahnya. Karena ia tidak ingin berlama-lama, iapun berpamitan pada mereka dengan alasan ingin mengerjakan tugas. Lagipula ia juga tidak berbohong.
♠♠♠
Dira semakin dibuat tidak percaya saat Tante Riana mengantarkannya ke kamarnya, dimana disebrang kamarnya terdapat kamar Devano—yang sejak dulu ia sukai itu.
Bagai mimpi disiang bolong, Dira seperti mendapatkan keajaiban dari Dewi Fortuna. Ia benar-benar merasa bahagia sekarang. Walaupun ia tidak selamanya tinggal dirumah Om Rio, tapi setidaknya ia bisa satu atap dengan Devano sampai beberapa bulan atau tahun kedepan.
Semoga saja perjalanan cintanya dapat membuahkan hasil. Ia akan memikirkan cara bagaimana agar ia bisa dekat dengan Devano. Secepatnya.
♦♦♦♦♦♦
So this is a new story, maaf ya suka labil bikin cerita. Semoga suka sama cerita ini ya? Jangan lupa di Vote & Komen. Kalau banyak yang minat, saya bakalan post chapter 1nya😊
-xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine [TAMAT]
أدب المراهقينBerawal dari kedatangan tamu spesial yang tidak lain dan tidak bukan adalah teman dekat sang Ayah, yang mengharuskannya menampung seorang anak remaja perempuan yang beranjak dewasa yang seumuran dengannya di Rumahnya. Pasalnya teman dari Ayahnya itu...