▪18 [Fight The Fire]

3.3K 139 2
                                    

Sampai detik ini Dira tak berhasil menemukan siapa yang membuat surat-surat itu. Setiap ia membuka lokernya, selalu ada saja surat bermacam-macam warna didalamnya. Ia bahkan selalu datang ke kampus lebih awal demi bisa mengetahui secara langsung siapa yang berani-beraninya bermain dengannya. Namun tetap saja, ia tak berhasil menemukan.

Ada saran dari ketiga sahabatnya setelah ia bercerita mengenai hal itu. Cindy memberi saran melihat cctv dikampus. Itu memang ide yang bagus. Tapi masalahnya, tak boleh sembarang orang untuk memasuki ruangan cctv tersebut. Jikalau meminta izinpun harus menggunakan alasan yang logis.

Sedangkan ini hanyalah sebuah surat, dari keisengan orang lain yang benar-benar mencari ribut dengannya. Dira pastikan akan bertemu dengan orang itu secepatnya!

"Hei, Ra." sapa seseorang yang ternyata sedang berjalan disampingnya. Mata Dira langsung melotot saat mendapati Irzan yang tengah menyengir dengan ciri khasnya.

"Irzan?!"

Irzan terkekeh, "Biasa aja dong. Kok kaya liat setan begitu?"

Dira menggeleng-gelengkan kepalanya, "E-elo, lo kuliah disini juga?"

Irzan menggeleng pelan, "Engga. Gue kesini cuma mau jemput Sasha. Pacar gue."

Dira mengangguk cepat, dan menimang-nimang lagi ucapan Irzan barusan.

Sasha.

Nama itu. Nama gadis yang diperebutkan Irzan dan Devano. Jadi, Sasha berkuliah dikampus yang sama dengannya? Astaga. Dira saja belum sepenuhnya move on dari Devano. Sekarang, dia harus menghadapi kenyataan bahwa dia berada disatu kampus yang sama dengan gadis yang Devano cintai itu?

'Cobaan apa lagi ini, Ya Allah.' batinnya berbunyi.

"Gue duluan ya, Zan. Maaf nggak bisa temenin lo. Ada kelas." ujarnya tiba-tiba, membuat Irzan menoleh dengan anggukan kecil.

"Next time temenin gue ngobrol sambil nunggu cewek gue ya, Ra?" ucapnya memohon dan hanya dibalas anggukan oleh Dira, setelah itu ia melambaikan tangannya dan pergi dengan langkah kaki yang cepat menuju kelasnya.

Disepanjang koridor kampus, Dira tak henti-hentinya memikirkan tentang hal tadi. Ia bahkan berfikiran jika Devano mengetahui Sasha berada dikampus ini, mungkin Devano akan rela pindah kampus dari Paris ke Unpad. Demi bisa melindungi gadis itu.

Huh, hanya berfikir tentang hal itu saja sudah membuat hati Dira sesak. Gadis itupun langsung menepis pemikiran itu, dan lebih memfokuskan diri pada kelasnya sekarang.



***

"Eh, Ra. Tunggu bentar." ujar Dinda,—salah satu teman kelasnya—saat Dira hendak berjalan keluar untuk pulang. Dirapun berhenti melangkah dan menatap Dinda dengan alis terangkat.

"Ya? Kenapa, Din?"

Dinda tersenyum ramah, "Ini, gue punya dress nggak kepakai gitu, soalnya kesempitan sama gue. Jadi gue mau kasih buat lo aja. Tolong diterima ya, Ra. Dan gue mohon besok lo pakai dress ini. Gue akan sangat senang kalau lo pakai dress pemberian gue. Pasti cantik deh kalau dipakai sama lo." ucapnya seraya menyodorkan paper bag kearah Dira.

Dira mengambil paper bag itu dengan alis berkerut. "Kenapa harus gue? Temen-temen lo kan banyak? Kayaknya gue nggak bisa deh nerima dress lo ini."

"Yah jangan, Ra. Udah buat lo aja. Temen-temen gue pada nggak muat pakai dress ini. Setelah gue liat tubuh langsing lo di toilet waktu itu, gue yakin pasti cocok sama dress gue ini. Coba deh besok lo pakai. Dijamin lo makin keliatan cantik." Dinda tersenyum lebar, mencoba meyakinkan Dira agar mau menerima pemberiannya.

Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang