▪10 [Madness]

3.2K 153 4
                                        

Seperti biasanya di pagi hari di kediaman rumah Devano dipenuhi dengan canda dan tawa. Namun untuk pagi hari ini, sedikit berbeda dari setiap pagi sebelumnya.

Disaat yang lain sibuk tertawa dan bercanda, justru Dira hanya diam saja sambil menyantap sarapannya dengan tidak penuh selera. Devano, yang menyadari hal itu hanya bisa diam dan bertanya-tanya pada hatinya.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan Dira? Apa yang ia fikirkan saat ini? Kenapa dia menangis semalaman? Itulah pertanyaan yang ada di fikiran Devano saat ini. Ingin sekali ia bertanya, namun sepertinya bukan saat yang tepat untuk bertanya padanya saat ini. Karena mood gadis itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Biarlah Dira yang menceritakannya sendiri padanya.

"Maaf Tante, Om. Dira pergi duluan ya ke sekolah. Buru-buru karena Dira baru inget hari ini ada jadwal piket. Duluan ya, Om, Tan. Assalamualaikum." ucapnya buru-buru sambil bersaliman dengan mereka.

Setelah Dira sudah keluar dari rumah, Devanopun ikut berpamitan juga. Dan pada saat Devano sampai di depan rumahnya, ia tidak melihat Dira disana. Sepertinya cewek itu sudah berlari menuju ke halte. Apa jangan-jangan Dira sengaja ingin menghindar darinya? Tapi kenapa?

Dengan cepat Devano melajukan motornya menuju ke sekolah. Sambil mencari keberadaan Dira di halte. Dan pada saat Devano berhenti di beberapa meter dari halte, ia melihat Dira yang sedang asyik mengobrol dengan pria yang sepertinya teman sekelasnya Dira. Karena pria itu juga memakai seragam sekolah yang sama dengannya.

Tidak lama mereka mengobrol, mereka langsung pergi bersama dengan motor pria itu sendiri. Devano yang melihat itu langsung menggertak giginya. Entah kenapa pada dirinya. Namun hawa panas mulai menjalar disekujur tubuhnya. Dengan cepat Devano kembali melajukan motornya.

Motor Devano kemudian melewati Dira bersama cowok itu. Dira sempat terkejut namun detik selanjutnya ia terlihat santai dan seakan tidak perduli.

Sesampainya di sekolah. Devano langsung masuk ke gedung sekolah tanpa melirik lagi kearah Dira. Sedangkan Dira yang melihat hal itu langsung menghembuskan nafas dengan berat.

Kapan lo bisa bales perasaan gue, Dev? Gue tahu, sekarang yang ada di hati lo cuma Salsha, kan? Adik dari sahabat lo yang udah meninggal? Jadi, buat apa gue deket-deket sama lo kalau di hati lo aja masih ada nama orang lain. Sampai kapanpun, nama gue juga nggak akan pernah berlabuh di hati lo.





***

"Ra. Dicariin Irzan, tuh. Dia bilang mau ngomong sesuatu sama lo. Dia nunggu diluar kelas, tuh." ujar Cindy saat cewek itu selesai dari kantin.

Dira mengangguk dan langsung berjalan keluar untuk menemui Irzan. Dan benar saja, cowok itu sedang duduk didepan kelasnya di bangku koridor sekolah.

"Kenapa, Zan?" tanya Dira setelah duduk di samping Irzan. Cowok itu melemparkan senyumnya pada Dira. Namun Dira hanya membalasnya dengan tipis.

"Makasih, ya." ucapnya yang tentu saja membuat kening Dira mengerut.

"Makasih buat apa?"

"Buat, waktu itu. Lo udah ngelerai Devano yang terus terusan mukul gue. Dan, terimakasih juga karena lo udah bawa gue ke UKS."

Dira mengangguk. "Oh itu. Santai aja, Zan. Ya namanya teman lagi kesulitan, masa iya engga gue bantu."

"Thanks, ya. Sekali lagi. Gue cuma bisa kasih ini aja ke elo. Oleh-oleh dari Nenek yang habis naik haji. Air zam-zam, kacang arab, kurma, sama kismiss."

Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang