Ketukan pintu yang bertubi-tubi lantas membuat Dira terbangun. Ia kemudian mengecek jam di dinding dan ternyata masih pukul 01.00 AM malam. Lalu siapakah gerangan yang terus terusan mengetuk pintu kamarnya selarut ini?
Dengan gerakan malas iapun bangun dan berjalan menuju ke pintu, kemudian ia membuka kunci pintu kamarnya dan membukanya. Lalu terlihatlah Devano yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya sambil membawa ponsel di tangannya.
"Devano?" tanya Dira dengan mata menyipit karena saking mengantuknya. Dira bahkan beberapa kali menguap.
Lalu Devano menjulurkan ponselnya kearah Dira, dan menatapnya dengan intens. "Sori. Gue ganggu tidur lo. Tapi gue takut lupa nanti, jadi lebih baik sekarang. Ketik nomor handphone lo." ujar Devano dengan tegas.
Dira mengambil ponsel Devano dan mulai mengetik nomornya. Lalu ia kembalikan pada sang empunya. Di tatapnya garang Devano karena Dira mulai kesal, hanya karena nomor handphonenya sampai-sampai Devano membangunkannya selarut ini?
Tapi tunggu dulu...
Nomor handphone? Membangunkannya selarut ini? Lantas Dira langsung tersenyum-senyum sendiri di tempat dan menatap Devano dengan tatapan menggoda."Lo suka sama gue, ya? Sampai-sampai lo bangunin gue selarut ini cuma karena minta nomor handphone gue? So sweet!" pekiknya girang. Sedangkan Devano menaikkan alis kanannya menatap Dira dan terkekeh sinis.
Ia kemudian mengetuk puncak kepala Dira dengan ponselnya. "Mimpi lo! Sana tidur lagi!" Devano mendorong tubuh Dira untuk kembali masuk ke dalam kamarnya. Lalu Devano langsung menutup begitu saja pintu kamar Dira. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam kamarnya dan mulai tertidur.
***
Pemandangan di pagi hari di keluarga Rio adalah sarapan bersama di meja makan. Dira bahkan tampak asyik menyantap sarapannya yang di buat oleh Riana—Mamanya Devano.
Seketika saat ia melihat Devano yang sedang asyik sarapan di depannya langsung terbesit bayangan Devano yang meminta nomor handphonenya. Entah itu nyata atau tidak. Tapi, Dira benar-benar merasa itu nyata.
Dira tidak mabuk sebenarnya, hanya saja ia langsung lupa akan kejadian di mana ia masih dalam 'jiwa melayangnya' karena masih mengantuk berat lalu di bangunkan, ia anggap itu seperti mimpinya. Padahal itu adalah kenyataan.
"Gue... Kayaknya tadi malem mimpi deh, kalau Devano minta nomor handphone gue." pikir Dira sambil mengingat-ingat.
"Kamu ngomong apa, Ra?" tanya Riana tiba-tiba membuat semuanya menoleh termasuk Devano.
"Eng-enggak, Tante. Aku tadi malem cuma mimpi aja. Mimpinya itu tentang Devano yang malam-malam bangunin aku cuma karena mau minta nomor handphone aku. Gitu. Hehehe..." ucapnya jujur dengan begitu polosnya. Devano bahkan hampir tersedak makanannya.
Merasa risih karena di tatap intens oleh kedua orang tua dan adiknya—Vino. Langsung saja Devano beranjak dari duduknya dan menyampirkan tasnya di punggungnya.
"Devano berangkat, Mah, Pah." ucapnya sambil bersaliman. Dirapun langsung bangun dari duduknya dan bersaliman juga kepada Om Rio dan Tante Riana. Ia lantas menyusul Devano yang mulai menyalakan mesin motornya.
"Devano." panggil Dira sambil memegang tali tasnya. Devano melirik namun enggan menjawab.
"Nanti turunin gue di Toko Buku aja, ya? Soalnya gue mau beli Novel. Nanti gue naik angkot aja dari sana." ujar Dira dan hanya di balas gumaman oleh Devano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine [TAMAT]
Ficção AdolescenteBerawal dari kedatangan tamu spesial yang tidak lain dan tidak bukan adalah teman dekat sang Ayah, yang mengharuskannya menampung seorang anak remaja perempuan yang beranjak dewasa yang seumuran dengannya di Rumahnya. Pasalnya teman dari Ayahnya itu...