"Jadi, gimana? Udah ngerti?" tanya Devano sambil melipat tangan diatas meja. Sedangkan Dira menatap Devano sambil mengetuk-ketukkan pulpennya ke dagu kecilnya.
Ia kemudian mengangguk dan menaruh kepalanya diatas meja sambil membuang nafasnya dengan berat. "Capek juga ya belajar. Gue jadi ngantuk gini." ucapnya dengan lesu.
Devano berdecak dan mengetuk pulpennya dengan keras ke dahi Dira. "Heh! Siapa yang suruh lo tiduran?! Bangun bangun! Lo belum gue ajarin tentang Fisika dan Kimia. Gimana lo mau cepet pinter kalau elonya aja males-malesan gini?" Dira mendengus dan kembali duduk dengan tegap.
Diam-diam Devano tersenyum tipis karena kelakuan Dira yang teramat menggemaskan, menurutnya. "Sekarang. Lo buka buku Kimia lo dulu. Gue mau tau kemampuan Kimia lo sampai mana." ujar Devano dan langsung dituruti oleh Dira.
Hampir 2 jam lebih mereka menghabiskan waktu bersama untuk belajar. Hingga akhirnya Dira tertidur pulas diatas meja dengan posisi kedua tangan yang dijadikan sebuah ganjalan atau bantal. Sedangkan Devano tertidur sambil bersandar pada kursi. Jadi, ia tertidur dengan posisi terduduk.
Namun tidak berapa lama, Devano terbangun saat kepalanya jatuh begitu saja dari tempatnya. Ia langsung tersadar dan mulai berdiri dari duduknya. Saat ia ingin melangkah keluar kamar, tiba-tiba saja kakinya terhenti seketika. Tubuhnya berbalik dan matanya langsung menyorot kearah Dira yang sedang tertidur pulas diatas meja.
Lalu perlahan-lahan Devanopun berjalan mendekati Dira. Kemudian ia mulai membopong tubuh Dira dan menaruhnya diatas kasur. Tak lupa juga ia menselimuti tubuh Dira sampai ke lehernya.
Setelah ia memastikan keadaan baik-baik saja, iapun kembali melangkah keluar dari kamar Dira. Devano langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur saat setelah ia sampai berada di kamarnya, dan iapun mulai kembali tertidur dengan pulas.
***
"Sumpah?!" pekik Dira. "Nilai Try Out gue 26,5?" sambungnya kembali kepada ketiga sahabatnya. Mereka bertiga langsung memeluk Dira dan mengucapkan selamat kepadanya.
Disaat mereka sedang bahagia-bahagianya, ada saja beberapa teman kelas mereka yang tidak percaya akan nilai Try Out yang diperoleh oleh Dira. Sebagian menganggap Dira hanya mendapatkan keajaiban saja, mungkin Dira menjawabnya asal-asalan dan beruntung karena jawabannya malah benar. Sedangkan sebagiannya yang lain menganggap Dira berbuat curang dengan membuat contekan.
Namun Dira tidak perduli akan tuduhan-tuduhan mereka semua. Yang terpenting sekarang ia berhasil memperoleh nilai bagus.
"Ra, kok bisa sih? Lo dapet nilai sebagus itu?" tanya Cindy tiba-tiba yang merasa sangat penasaran dengan keberhasilan Dira yang mendapatkan nilai tinggi.
"Iya. Lo ngebet ya? Atau lo udah tau kunci jawabannya?" todong Resti ikut-ikutan. Tiara bahkan ikut mengangguk.
Sedangkan Dira mulai kelabakan sendiri dan sedikit panik, ia harus menjawab apa sekarang? Sebenarnya ia bisa saja menjawab jika ia mengikuti les private. Namun, mereka pasti tidak percaya. Karena setiap pulang sekolah Dira selalu chattingan bersama mereka dan berkata jika Dira selalu berada di rumah teman Ayahnya jika sehabis pulang sekolah.
Kalau ia berasalan lagi dan berkata jika les privatenya itu dilakukan pada malam hari, semakin membuat mereka curiga. Jadi, apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Gu-gue..." ucapnya terbata, Dira mulai menimbang-nimbang sekarang. Apa ia harus berkata jujur saja pada ketiga sahabatnya itu?
Lantas dengan cepat Dira menarik ketiga sahabatnya menuju ke tempat yang sepi. Mereka bertiga bingung padanya, kenapa Dira membawa mereka ke tempat itu?
Tanpa aba-aba, Dira langsung menceritakan tentang ia yang tinggal sementara di rumah Devano. Awalnya mereka terkejut bukan main, namun setelah itu mereka langsung menatap Dira dengan kesal. Ada deburan kekecewaan yang mereka pancarkan.
"Kenapa lo baru cerita?" ketus Cindy bertanya.
"Maaf."
"Jadi, selama ini lo anggap kita ini orang asing gitu? Tega ya lo, Ra." Resti menambahkan.
"Maaf semuanya. Gue bukannya nggak mau cerita. Cuma, gue lagi nunggu waktu yang pas. Karena, Devano nggak mau sampai ada yang tahu kalau gue itu tinggal dirumahnya sementara." dan pada akhirnya mereka semua luluh. Dira berhasil membuat teman-temannya mengerti.
"Oke kita maafin. Tapi janji ya, Ra. Jangan ada rahasia rahasia lagi di antara persahabatan kita. Karena, kita itu ibarat satu tubuh. Yang satu sakit, kita ikut sakit. Ngerti kan maksudnya?" Cindy berujar. Mereka semua mengangguk dan langsung berpelukan.
***
"Dira!" pekik seseorang saat Dira sedang berjalan di koridor sekolah yang sepi. Dengan malas, cewek itupun berbalik badan dan langsung menemukan Devano yang sedang berjalan kearahnya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana seragam abu-abunya.
"Devano?"
"Gue denger-denger. Nilai try out lo bagus?" tanya Devano tanpa basa basi. Reflek, Dira mengangguk dengan wajah bingungnya.
Devano tersenyum, tipis sekali. Namun tiba-tiba ia menepuk-nepuk pelan kepala Dira sampai tiga kali. "Bagus. Itu artinya, elo ngerti apa yang gue ajarin. Bukan cuma modus karena mau deket-deket sama gue." ledeknya jahil. Tapi Dira malah tersinggung dengan ucapan Devano.
"Apa?! Sembarangan ya lo kalau ngomong! Nggak usah kegeeran deh! Gue tahu lo ganteng, tapi bisa kan? Nggak usah tebar pesona dan kepedean?! Jatuhnya malah ilfeel tahu!"
Devano mengangkat alis kanannya, "Masa?"
"Iya!"
"Tapi gue emang ganteng, kan? Buktinya elo bilang begitu tadi." jahil Devano bertanya. Dira melotot kesal dan menghentakan kakinya di lantai. Lalu berjalan meninggalkan Devano tanpa berkata apapun.
Namun baru beberapa langkah Dira berjalan. Devano langsung menarik tangan kanan Dira, dan langsung memeluk tubuh mungil Dira. Di usapnya dengan pelan rambut Dira, sambil berkata.
"I'm so proud of you. Congrats! Buktikan ke mereka kalau lo lebih pintar dari mereka. Nilai Ujian Nasional lo nanti harus bisa lebih dari ini. Oke?!" ucap Devano masih dalam keadaan memeluk Dira.
Sedangkan cewek itu diam membeku seketika. Merasa terkejut akan perlakuan Devano yang tiba-tiba dan mendadak ini. Yang dilakukan Dira hanya mengangguk dan menikmati setiap sentuhan yang diberikan Devano di rambutnya. Terutama ia juga menikmati pelukan yang diberikan Devano.
Akhirnya cowok itupun melepas pelukannya. Dan menepuk-nepuk pelan bahu Dira. Walau masih dengan wajah datarnya. "Prove them that you'll be in the higher level than them. Okay?" Dira mengangguk patah-patah, setelah itu Devano malah pergi tanpa pamit kepada Dira.
Setelah Devano hilang dalam penglihatannya, Dira langsung meloncat-loncat kegirangan di koridor sambil berteriak. Meluapkan kebahagiaan yang seakan akan minta dilepaskan begitu saja.
Dev, literally i was fallin' in love with you again, again, and again. Bahkan semakin besar saja rasa cintaku padamu.
♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠
So how the chapter? Ada yang ikut baper? Kalau ada, dikomen ya. Gimana kebaperan kalian bisa terjadi.
Jangan lupa VOTE & COMMENT ya.Maaf juga nih baru biss update. Karena akhir-akhir ini sibuk banget masalah kerjaan di kantor. Semoga aja chapter ini bisa ngobatin hati kalian yang sakit karena udah terlalu lama nunggu ya. Hahaha.
-xoxo

KAMU SEDANG MEMBACA
Mine [TAMAT]
Novela JuvenilBerawal dari kedatangan tamu spesial yang tidak lain dan tidak bukan adalah teman dekat sang Ayah, yang mengharuskannya menampung seorang anak remaja perempuan yang beranjak dewasa yang seumuran dengannya di Rumahnya. Pasalnya teman dari Ayahnya itu...