▪01 [Shame]

5.1K 177 4
                                    

Pukul 6.34 pagi, Dira sudah rapi dengan seragamnya dan siap untuk pergi ke Sekolah. Sejak tadi, ia senyam-senyum sendiri karena memikirkan tentang ia yang satu atap dengan Devano. Ia tentu yakin sekali bahwa hari ini ia pasti akan berangkat bersama Devano menuju ke Sekolah. Bisa dipastikan, jika ia pergi ke Sekolah bersama Devano dengan motor besar hitam milik pria itu akan membuat suasana Sekolah menjadi riuh. Tentunya para gadis-gadis disana akan merasa iri dan bertanya-tanya tentang dirinya dengan Devano.


Kaki jenjang Dira mulai menuruni anak tangga satu persatu. Kemudian ia melangkah menuju ke Dapur dimana keluarga Om Rio sedang sarapan disana. "Pagi Sayang. Sini sarapan dulu, yuk." ujar Riana dengan senyuman lebarnya. Om Rio juga ikut tersenyum, namun tidak dengan Vino—adiknya Devano. Anak kecil itu tampak diam dengan wajah datarnya.


Dirapun terduduk disamping Vino, dan matanya tak berhenti mencari keberadaan Devano. Dengan keberanian yang ia punya, Dirapun tak sungkan untuk bertanya. "Ehm, Tante? Devano nggak ikut sarapan?" tanyanya sambil menerima makanan yang disodorkan oleh Riana.


"Oh anak itu.. Dia udah berangkat ke Sekolah duluan. Katanya ada tugas yang harus diselesain sama temen-temennya. Jadi dia berangkat lebih pagi. Kamu berangkat dianterin Om Rio nggak apa-apa kan?" Dira tersenyum tidak enak dan hanya bisa mengangguk patah-patah.



Hancur sudah ekspetasinya yang melambung tinggi itu, padahal rencananya ia ingin memamerkan ke semua siswi di Sekolahnya, atau bahkan ke teman-temannya jika ia berangkat ke Sekolah bersama Devano. Tapi sepertinya harapan yang cukup tinggi itu tidak akan mungkin terjadi. Lagipula ia masih sangat tahu diri jika ia bukanlah di level yang sama dengan Devano.


Dira mengangguk sambil tersenyum terpaksa. Setelah sarapan, mereka mulai berangkat ke Sekolah Vino lalu ke Sekolah Dira. Tak lupa Dira ikut berpamitan pada Riana dan mulai bergegas pergi.






***



"Makasih, Om. Hati-hati." ujar Dira setelah keluar dari mobil Ayahnya Devano tersebut. Om Rio mengangguk sambil tersenyum, "Om pergi dulu ya. Belajar yang rajin, jangan bercanda di Kelas. Oke?"


Dira mengangguk cepat, "Dah, Om." Pria paruh baya tersebut tersenyum lagi, "Assalamualaikum." pamitnya pada Dira, dan iapun membalas salamnya, setelah itu mobil Om Rio sudah melaju pergi.


Kaki jenjang Dirapun mulai melangkah masuk menuju kedalam Gedung Sekolahnya. Saat ditengah-tengah koridor, ia terpaksa berhenti saat mendengar teriakan suara cewek-cewek disana. Saat diselidiki lebih jauh, ternyata mereka meneriaki Devano yang sedang berjalan menuju kelasnya—kelas 12.1


Dengan kesal, iapun meniupi rambutnya diatas dahinya. Lalu berjalan cepat menuju kelasnya sambil menunduk. Dan, karena ia tidak memperhatikan jalan dengan benar tiba-tiba saja ia menabrak punggung seseorang. Untung saja tidak sampai terjatuh, hanya sedikit terpental saja.


Tapi tetap saja membuat dahi Dira sedikit kesakitan. Pada saat Dira mendongak, matanya tiba-tiba terbelalak kaget. Alangkah terkejutnya ia saat mendapati wajah Devano yang balik menatapnya juga. Ya Allah, hambamu ini nggak kuat melihat ciptaanMu yang hampir sempurna ini. Batin Dira berbunyi.


Devano mengangkat alis kanannya dan kembali melangkah menuju kelasnya sendiri. Namun saat Dira mendongak dan sadar akan kepergian Devano, tiba-tiba saja Devano kembali berjalan mendekati Dira dengan tatapan datarnya.


Dengan sangat bahagianya Dira tersenyum lebar melihat hal itu secara nyata. Kemudian, Devano berhenti tepat didepannya sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana seragamnya.


Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang