Tee berlari bersama suster dan dokter dirumah sakit itu, masih mengenggam telapak tangan Kal erat, menuju ruang ICU.*Lampu hijau menyala
Tanda para dokter memulai aksinya.
Tee bersandar di punggung tembok dekat ruangan ICU dengan duduk bersila, bertautan bermain jemarinya.
Ken dan Das baru saja datang lalu menghampiri Tee, "Nong, bagaimana Kal." tanya nya terengah-engah.
Tee malas menjawab, hanya menunjuk dengan dagunya ke pintu ICU.
Ken seakan mengerti, dia menarik tangan Das untuk duduk di kursi panjang menempel di dinding rumah sakit dekat situ.
.
.
Tak lama Forth datang bersama Raya dan juga Lui. Mereka memilih duduk bersebrangan dengan kursi Ken dan Das saat ini.
"Seharusnya kau tidak ada disini Forth." sambutan tidak suka dari ketua Muson.
"Aku hanya ingin melihat keadaan Kal itu saja, apakah aku salah?" kata Forth.
"Jelas salah, lebih baik bawa teman mu pergi dari sini!" geram Ken.
Ken berdiri, mendekati Forth, menghadap penuh didepan Forth, Ken menggertak, dia emosi.
"Aku ini tahu diri, aku tidak akan meninggalkan seseorang yang jatuh dijalanan, aku akan bertanggung jawab, aku akan menanggung biaya rumah sakitnya." kata Forth.
"Tidak perlu, dia bukan orang miskin. Lagian masih ada aku sahabatnya." pupil Ken membesar.
Lui menepuk bahu Forth, ikut berdiri mendampingi Forth, "Hei semua orang tahu Ken, di tracking tadi tidak ada kecurangan disana. Teman mu itu jatuh dengan sendirinya, motor dia saja yang tidak stabil, kenapa sekarang kau malahan seakan menuduh Forth, lagian kalau mau membahas siapa yang perlu bertanggung jawab disini atas kematian seseorang di masa laluz adalah seseorang yang meraung nyawa disana." jelas panjang Lui, melirik ke arah pintu ICU, yang dia maksud adalah Kal.
"Mulut mu memang..." belum selesai Ken bicara.
"Itu kenyataannya, paling tidak kau memberi tahukan itu ke Das kami." ucap Raya menimpali.
Das mengernyitkan dahinya, lalu berdiri, "Sebenarnya ada apa dengan kalian? Seseorang di masa lalu? Selalu itu saja yang kalian sebut, jelaskan sekarang apa ada hubungannya denganku?" tanya Das menoleh ke arah Ken dan Forth secara bergantian.
"Asal kau tahu saja," Raya yang mulai gemas, menghampiri Forth berdiri disampingnya, sehingga Forth diapit oleh Lui dan Raya, "Tunanganmu itu sahabat dari pembunuh Ley, kakakmu." desis Raya.
Mata Das terbelalak. Menengok ke arah Ken yang masih menatap tajam ke arah Forth, Das masih mencari jawaban itu. "P'Ken, apa itu benar yang dikatakan P'Raya?" tanya pelan Ken. Barulah Ken menoleh.
"Itu tidak disengaja, disaat mereka sedang balapan liar, aku yakin Kal tidak disengaja." lirih Ken.
"Bagaimana yang tidak disengaja? Kal berbelok terjal memaksa ingin membalap, akhirnya...." ada jedah tiga detik. Raya mengingat sahabatnya mati didepannya itu kenangan buruk,"Motor mereka bertubrukan, membuat motor Ley terbanting keras dan terbakar." jedah dua detik.
"Si pelaku malah melanjutkan motornya tanpa merasa bersalah, meninggalkan Ley disana, ironis bukan!?" lanjut Raya.
Das menutup mulutnya, air mata nya mengalir deras di sudut mata dan pipinya. Seingatnya dulu, kakaknya setelah mengantar ia ke sekolah untuk mengikuti ujian, sang kakak mencium kening sang adik untuk menyemangati dirinya agar berhasil lulus. Yang diingat betul oleh Das, senyuman Ley yang hangat, senyuman sayang dari seorang kakak, ternyata adalah senyuman terakhirnya, lambaian tangan Ley dengan gerakan lamban, "Gembul, su su naa.. Ayo kamu pasti bisa.." kalimat untuk menyemangati Das, ternyata kalimat terakhir dari sang kakak. Sudah tidak ada lagi sosok yang protective, sosok yang bawel kalau Das mulai melakukan dietnya,
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir Balik Dunia Si Berandal [ForthTee]
ActionKen : " Apakah aku tidak bisa memilih? " Forth : "Takdir mempermainkan aku." Tee : "Hei aku ini Playboy berkelas, mana mungkin aku menyukai sesamaku." Nat : "Aku bolehkan menyerah? Mereka akam bertunangan, mungkin akan lebih baik aku memulai dari aw...