-Apartemen Tee-
[Kal]
Aku sekarang berada di satu mobil bersama kekasihku, iya aku fikir sejak pernyataannya dihari itu, dia masih kekasihku.
Kami dalam keheningan. Tee matanya fokus pada jalanan sore ini, diluar jalanan tidak macet, dan cuaca cukup terang bila dibandingkan dengan kemarin.
Aku pun hanya sebentar-sebentar melirik ke arahnya, lalu beralih lagi memandang ke arah jendela menatap keluar.
Hari ini aku akui, rasanya berbeda. Kami berbeda, bukan aku yang berubah, tapi kamu yang berubah maka dari itu bisa aku rasakan, kamu beda.
Satu jam lebih empat puluh menit, kami sampai di apartemennya. Dia masih saja diam, membuka pintu mobil itu, berjalan kebelakang, mengambil kursi roda yang terlipat, dia buka dan mendorongnya, berjalan memutar ke arah pintuku.
Dia membukanya dan menutunku dengan sabar hingga aku terduduk nyaman diatas kursi roda.
"Tee apa kamu yakin, aku tinggal di kamarmu?" tanyaku meyakinkan, karena aku pasti akan sungguh merepotkan jika itu terjadi. Aku sebenarnya bisa saja pulang kerumah, ada beberapa pelayan yang di gaji Ayahku disana, sudah ahlinya mengurus orang sakit.
Lagian aku ini bukan pesakitan, aku hanya mengalami penggeseran tulang saja di bagian kanan, dan patah tulang satu di bagian kaki kanan, aku masih bisa jalan dengan menggunakan tongkat. Hanya saja aku yang bukam seorang kidal, tangan kanan lah tumpuan aku selama ini menjalani kegiatanku.
"Iya Pi, aku bisa."
"Bagaimana kalau aku pulang ke kamarku saja, toh aku dan kamu hanya beda gedung saja, tetap satu apartemen yang sama."
Yak benar katakan aku memang berlebihan. Aku terlalu mengaguminya, sehingga membuat aku ingin selalu dekat dengannya.
Aku membeli satu apartemen yang sama dengan Tee. Jadi satu apartemen ini mempunyai empat gedung terbangun megah dan tinggi.
Aku hafal betul, dimana letak apartemen Tee, dan letak apartemenku tepat di sebrang apartemen Tee, di lantai yang sama, dan apartemen kami bersebelahan, kadang aku suka iseng merokok di beranda, disitu aku suka melirik.ke arah korden jendela apartemen Tee, sering aku dapati lampu kamarnya selalu mati. Mungkin saja dia pulang kerumah, atau dia pergi berkeliaran pergi menjelajahi untuk menebar pesona.
Kami masih di parkiran, Tee menutup pintu mobil penumpang yang aku duduki tadi, serasa mobil sudah aman, Tee mendorong menuju lobby apartemen.
Belum sampai disana, ada dua sosok yang aku kenal dari kejauhan, dan satu sosok yang bertubuh tinggi itu mengangkat satu tangan tinggi-tinggi memanggilku,
"Hei brother! Gimana keadaanmu?" tanya Ken datang bersamaan dengan Das.
"Baik, lihat adikmu sangat ahli dalam merawatku, hebat!" kataku mengacungkan jempol.
"Das." aku menyapanya, secara kejadian masa lalu itu, mungkin membuat hubungan kami canggung.
"P'Kal." dia membalas sapaanku dengan senyuman tulus, dan aku bisa lihat dari matanya, tidak ada kebencian dan dendam disana.
Ken menjentikkan jarinya didepan wajahku, "Dijaga Bung matanya, dia tunanganku." Ken merangkul bahu perempuan cantil dihadapan kami.
"Beneran?" tanya Tee.
"Yup!" jawab singkat Ken.
"Jadi juga aku punya kakak ipar." tanya Tee.
"Jadi!" jawab Ken lagi.
"P'Das memang sudah tidak suka lagi sama P'Forth?" tanya telak dari Tee ke arah Das,
"Aku tidak mau menganggu hubungan orang lain, apalagi orang itu tidak mencintaiku, tapi hanya mencintai... " belum selesai Das berbicara,
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir Balik Dunia Si Berandal [ForthTee]
ActionKen : " Apakah aku tidak bisa memilih? " Forth : "Takdir mempermainkan aku." Tee : "Hei aku ini Playboy berkelas, mana mungkin aku menyukai sesamaku." Nat : "Aku bolehkan menyerah? Mereka akam bertunangan, mungkin akan lebih baik aku memulai dari aw...