chapter 21

1.1K 97 1
                                    

Sisi menimang ponselnya bimbang, ini sudah hampir larut malam namun Digo sama sekali tidak menghubunginya sejak kejadian siang tadi. Sebenarnya tidak masalah jika ia yang lebih dulu menghubungi kekasihnya itu, namun rasa gengsi dan cemburu sedang mendominasi hati dan fikirannya saat ini membuatnya enggan untuk melakukannya.

"Digo kemana sih?, tumben banget dia ngga ada khawatir-khawatirnya sama sekali sama gue!! Katanya cinta mati, ini gue ngambek uda hampir 24 jam malah di cuekin. Apa mungkin Digo lagi berduaan sama tuh nenek sihir ya?? Ish...ish... ish... ngga mungkin,, ngga mungkin"

Sisi menggeleng cepat, mengahalau fikiran negatif yang tiba-tiba terlintas di kepalanya. Tidak mungkin Digonya melakukan hal itu. Dengan ragu Sisi mendial no sang kekasih, biarlah sesekali ia yang mengalah menekan egonya.

"No yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan hubungi beberapa saat lagi"

Sisi mendesah kecewa saat yang menjawab panggilannya adalah operator yang sama sekali tidak ia harapkan. Gadis itu memilih merebahkan tubuhnya, berharap matanya segera terpejam dan esok pagi semuanya akan baik-baik saja. Namun baru saja ia mencoba memejamkan matanya suara ketukan di pintu kamarnya terdengar nyaring dan tak sabaran.

"Sisi buka pintunya sayang, tante ingin bicara"

Sisi menghembuskan nafasnya kasar, tumben sekali tantenya itu mengajaknya bicara tengah malam seperti ini. Tante Ana tidak sedang patah hati kan??

Ceklek, pintu kamar Sisi terbuka.

Dan yang pertama Sisi temukan di depan kamarnya adalah sosok yang ia rindu sekaligus ia benci dalam waktu bersamaan. Digo Andrean. Lelaki itu menatap Sisi dengan raut wajah khawatirnya. Bukannya menyapa kekasihnya, Sisi malah berbalik dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Ia marah dan cemburu karena sudah di nomer duakan. Untuk apa tengah malam datang padanya? Kemana saja Digo seharian ini? Bukankah tandanya lelaki itu menganggap Putri lebih penting dari dirinya?? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul memenuhi kepala Sisi membuat air matanya meleleh tidak terkontrol.

"Sayang, aku tau kamu marah. Aku minta maaf, aku salah" Digo menyandarkan tubuh lelahnya di pintu kamar Sisi.

Hening, Sisi memilih bungkam mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

"Sayang, walaupun kamu ngga mau ngomong sama aku, tapi aku tau kamu dengerin suara aku. Sekali lagi aku minta maaf Si. Aku ngga pernah sekalipun berniat nyakitin kamu"

Lagi-lagi Sisi memilih bungkam dan membiarkan lelakinya tenggelam dalam rasa bersalahnya.

"Klo kamu ngga mau nemuin aku yda ga apa-apa. Tapi tolong kamu jangan nangis lagi ya, ini uda larut mending kamu istirahat. Aku ngga mau kamu sakit. Aku pamit Si" Setelah tak mendengar jawaban dari dalam, Digo memilih pergi dari kamar gadisnya dan membiarkan gadis itu istirahat.

Dengan langkah gontai Digo menemui tante Ana yang masih asyik membaca majalah fasion miliknya.

"Tante, Digo pamit ya. Titip salam buat bidadari pengambekannya aku" Digo tersenyum samar di akhir kalimatnya.

"Loh my boy kok uda mau pulang?, Sisinya mana? Dia beneran ngambek dan ngga mau nemuin kamu?" Tante Ana menutup majalah di tangannya dan meletakannya sembarang. Ia kasihan melihat wajah lelah Digo.

"Sisi kayanya lagi kecapean tan, biar besok aku ke sini lagi" jawab Digo terdengar pasrah.

Tante Ana menganggukan kepalanya dan menepuk bahu Digo pelan. Kekasih keponakannya ini sungguh luar biasa, cinta yang Digo beri untuk Sisi juga cinta yang luar biasa.

"Oia My boy klo kamu ada niat buat putus sama Sisi, bilang aja sama tante, kamu bisa kok macarin tante. Lagian tante 11 12 lah cantiknya sama Sisi" Tante Ana sengaja mengeraskan volume suaranya, ia mengerling nakal pada Digo.

-DESTINY-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang