chapter 9

1.3K 128 0
                                    

Di sinilah Sisi sekarang, di rumah besar bak istana namun sepi. Hanya ada beberapa pekerja dan security yang berjaga di depan rumah.

Oia, Sisi hampir lupa di rumah ini juga ada seorang anak kecil yang kini tengah terlelap memeluk boneka taddy bear berwarna pink.

Gadis kecil yang mampu membuat Sisi merasa sangat menyayanginya di hari pertama mereka berkenalan. Bahkan dia di panggil dengan sebutan mommy dokter.

Vanilla Thalia, ahh mungkin bundanya sangat menyukai ice cream rasa vanila saat mengandung anak ini.

Sisi menepuk dahinya pelan, kenapa ia jadi menerka-nerka asal nama anak menggemaskan ini. Sesaat fikirannya melayang mengingat saat pertama menginjakan kaki di rumah ini beberapa hari lalu, ia di sambut oleh Tata, baby sister yang merawat Vanny.

Sisi mendesah saat menerima kenyataan bahwa orang tua Vanny berangkat ke London untuk memeriksa kesehatan bunda Vanny dan sampai saat ini masih belum kembali.

*******

"Hayyyooo lagi chat sama pacar lo ya?"

Kedatangan Tata yang sangat tiba-tiba mampu mengejutkan Sisi yang tengah asyik memainkan ponselnya, untung saja gadis cantik itu tak sampai melempar telpon pintarnya.

"Tata!!! ngagetin aja sih lo" Sisi berteriak nyaring membuat Tata cengengesan.

"Ya ampun sorry deh, lagian lo serius banget sih sampe ga ngeh klo gue dateng. Pasti lagi kangen-kangenan sama cwo lo ya?"

Tata merangkul Sisi, walaupun baru mengenal Sisi 1 minggu yang lalu, namun keduanya terlihat cocok dan sangat akrab. Sisi yang ceria melengkapi Tata yang cerewet. Apalagi keduanya seumuran.

"Kepo banget sih lo" Sisi mendorong wajah Tata yang mulai jail melirik isi ponselnya.

"Klo kangen mah suruh ke sini aja sih cwo lo, tapi jangan lupa bawa oleh-oleh buat gue" Tata menaik turunkan alisnya menggoda Sisi

"Emang ga apa-apa ya, klo temen gue main ke sini?"

Sisi menatap Tata sangsi, tak di pungkiri ia rindu pada Randy dan ingin bertemu. Tapi bukan rindu seperti pada kekasih, hanya saja Sisi sudah terbiasa di goda dan di jaili oleh dokter tampan itu.

"Ga apa-apa dong Si, cwo gue aja sering ko datang ke sini. Lo tenang aja bokapnya Vanny tuh pengertian banget kalo soal kangen-kangenan sama pacar, malah nih ya klo gue ga di apelin malem minggu, gue suka di ledekin"

"Oia?, asyik banget dong, pantes aja lo betah kerja di sini"

"Iya dong, selain kerjanya nyantai dan gajinya gede, gue juga bisa cuci mata klo bokapnya Vanny ada di rumah, ganteng banget coy.. ya walaupun bininya juteknya minta ampun sih"

Tata mengerucutkan bibirnya malas mengingat sosok bunda Vanny yang memang jutek, apalagi jika ada pekerja yang tertangkap basah sedang menikmati wajah tampan suaminya, hari itu juga dia akan memecat orang tersebut.

"Ya udah deh nanti biar gue nyuruh Randy ke sini" Sisi langsung tersenyum dan mengotak-atik ponsel di tangannya.

**********

"Haiii cantik, sekarang kamu minum obatnya ya, biar cepet sembuh" Sisi mengangsurkan 2 butir obat ke mulut Vanny

Ada air mata yang menggantung di pelupuk mata Sisi saat melihat anak menggemaskan seperti Vanny, harus berjuang melawan penyakit kanker di usia yang masih sangat belia.

"Mommy dokter, aku kapan sih sembuhnya?, Vanny bosen minum obat terus" Vanny mengerjapkan matanya berulang kali

Jatuh sudah air mata Sisi yang sedari tadi ia tahan, sudah 3 hari belakangan ini Vanny mengeluh hal yang sama.

"Sabar ya sayang, bentar lagi kamu sembuh ko" Sisi memeluk Vanny, mengecup puncak kepalanya berkali-kali.

"Mommy dokter ga bohong kan?, soalnya dari dulu papi juga bilangnya begitu tapi Vanny ga sembuh-sembuh" Vanny merajuk khas anak-anak pada Sisi

"Bener sayang, makanya sekarang kamu bobo ya biar cepet sembuh"

Tata datang menyelamatkan Sisi yang sepertinya sudah tak mampu lagi berbicara, karena menangis.

"Oke bunda Tata, aku mau bobo sekarang biar cepet sembuh. Soalnya aku pengen sekolah dan main lari-larian lagi sama temen-temen, Vanny bosen di rumah terus"

Sisi memalingkan wajahnya sedih, tubuh Vanny yang memang sensitif dan mudah lelah, membuatnya tak bisa beraktivitas seperti anak-anak pada umumnya yang hiperaktif di usianya saat ini.

"Cengeng lo ah, hapus tuh air mata lo terus cuci muka. Di bawah ada dokter ganteng yang nyariin lo" Tata berbisik dan mengedipkan matanya pada Sisi.

Sisi mengecup dahi Vanny, dan segera berlalu untuk menemui seseorang yang ia yakini adalah Randy.

"Hai Ran" Sisi menyapa lelaki di depannya yang tersenyum senang.

"Hai Si, aku kangen sama kamu" Randy membentangkan tangannya, membuat Sisi menghambur ke pelukannya.

"Gue juga kangen tau sama lo, sekarang ga ada yang bikin gue kesel lagi tiap hari" Sisi berceloteh dalam pelukan Randy.

"Ehhhhhhm, bisa ga peluk-pelukannya di taman belakang aja?, bikin gue envy tau ga" Tata berdiri di ujung tangga membuat Sisi segera melepaskan pelukan Randy.

"Syirik aja lo, emang belum puas tadi sore manja-manjaan sama Banni?" Sisi langsung menarik tangan Randy ke taman belakang tanpa mendengar jawaban Tata.

Bak sahabat yang sudah lama tartemu, Sisi bercerita panjang lebar pada Randy yang selalu tersenyum melihat antusiasnya Sisi, sesekali tangan dokter tampan itu terulur mengelus rambut Sisi sayang. Pertemuan kali ini membuat keduanya lupa waktu, sampai suara berat seseorang mengintrupsi kegiatan mereka.

"Saya membayar anda untuk merawat putri saya dokter, bukan untuk pacaran di rumah saya sampai larut seperti ini"

"Omg..gue terlamabat ngasih tau Sisi klo big boss uda dateng, duh padahal kan doi paling ga suka klo ada orang asing yang bertamu sampe larut malem kaya gini. Lagian Sisi ngapain aja sih pacaran sampe jam segini? Duuh emangnya dia ga denger mobil pak boss dateng?"

Tata berdiri gelisah, mengintip di balik gorden. Sebenarnya ia baru saja ingin memberi tahu Sisi perihal ini, namun terlambat ayah Vanny kini sudah terlebih dahulu menegur Sisi.

Sisi memejamkan matanya rapat-rapat, bahkan tubuhnya kaku untuk sekedar berbalik menatap orang yang tengah berdiri di belakangnya. Wajar saja jika tuan rumah marah, ini hampir tengah malam dan ia masih berduaan dengan Randy di taman belakang yang sepi.

"Maaf pak, saya yang salah bertamu tak ingat waktu" Randy dengan gantlenya mengakui kesalahannya.

"Saya tidak berbicara dengan anda, silahkan angkat kaki dari rumah saya"

Randy mengepalkan tangannya menahan emosi, seandainya tidak ada Sisi sudah di pastikan ia akan memberi pelajaran pada lelaki arogant ini.

"Maafkan saya pak, saya yang sa.. Di,....Digo?"

Sisi tak lagi melanjutkan kalimatnya mendadak lidahnya kelu menatap seseorang yang pernah membuatnya merasakan jatuh cinta dan sakit hati secara bersamaan.

Orang yang berdiri kaku di belakangnya adalah Digo Andrean, lelaki yang mampu memporak-porandakan dunia Sisi bebarapa tahun yang lalu.

"Sisi.... Sisilliana Fellisa?"

Bak di hantam badai tsunami, tubuh Sisi bergetar, air matanya berlomba-lomba membasahi wajah cantiknya saat Digo menatapnya dengan binar bahagia. Tatapan cinta itu masih sama, tajam namun menyejukkan.

Sisi bergerak mundur saat Digo melangkah pasti ke arahnya, tangan Sisi menggapai jemari Randy.

"Tolong bawa gue pergi dari sini Ran"

Sisi berbisik pada Randy, namun terlambat lengan kokoh Digo sudah merengkuh tubuh mungil Sisi ke dalam pelukannya.

"Lepas Digo, jangan sentuh gue" Sisi meronta di pelukan Digo

"Kamu kemana aja Si?, aku kangen sama kamu sayang. Jangan pernah pergi lagi, aku hampir gila nyariin kamu"

Suara parau Digo mampu melumpuhkan syaraf-syaraf di tubuh Sisi, sehingga gadis itu tak lagi meronta dalam pelukannya.


-DESTINY-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang