Chapter 20

2.8K 96 11
                                    

"Kak" panggil Adira pelan, sedangkan Adlan hanya diam tak merespon panggilan Adira, yang membuat Adira sangat ketakutan.

"Kalo ka..."

"I don't care Adira, i don't want to hear the opinions of other people. I'm just doing what i think needs to be done." sela Adlan dengan tajam, Adira terpaku mendengar penuturan Adlan yang terlihat bersungguh sungguh.

"You have me, and i got you. Make me stay with you Adira, and i'll make you stay with me" lanjut Adlan dengan lebih serius. Mendengar itu Adira pun langsung memeluk Adlan dengan erat. Saat ini ia begitu terharu mendengar perkataan Adlan secara langsung.

"Yes honey, i want" jawab Adira dengan terisak keras.

"Dengar Adira, jangan dengarkan perkataan siapa pun, termasuk papa dan mama. Bagaimanapun caranya, kita akan tetap bersama" ucap Adlan yang langsung di angguki Adira.

'Ya, aku yakin kita bisa bersama tanpa halangan' batin Adira dengan senyuman yang mengembang lebar. Ia pun memeluk Adlan lebih erat lagi, ia tidak mau rasa nyamannya terhenti dalam waktu singkat di dalam pelukan Adlan.

'Setidaknya aku bisa meyakinkan Adira, walau aku sendiri tidak yakin dengan apa yang ku katakan tadi' batin Adlan dengan perasaan ragu dan bimbang.

☆☆☆☆☆

"Pa, Adira mau ngomong" ucap Adira saat memasuki ruang kerja papanya.

"Duduklah" jawab Brams seraya melepaskan kacamata kerjanya.

"Adira gak jadi kuliah tempat bang Arlan" tutur Adira setelah duduk di hadapan papanya.

"Kenapa" jawab Brams dengan santai namun tegas

"Karna Adira gak mau ketemu kak Adlan. Papa taukan kalo Adira...." ucapannya terhenti begitu saja. Tanpa sadar, air matanya telah mengalir di pipinya. Seakan mengerti, Brams pun mengangguk dan menghela napas panjang.

"Baiklah, kamu akan papa pindahkan ke universitas yang lain, da..."

"Dan Adira mau tinggal sendiri. Adira gak mau liat kak Adlan untuk beberapa saat" ucap Adira memotong perkataan Brams. Sedangkan Brams yang mendengar penuturan Adira pun terdiam seolah olah memikirkan keputusan apa yang harus ia ambil.

'Ayolah pa, Dira mohon' mohon Adira dalam hati.

"Baiklah, nanti papa cariin apartement untuk kamu" ucap Brams sambil menghela napas panjang. Bagaimanapun ia tidak ingin putri dan putranya menjalani hubungan haram itu. Sedangkan Adira yang mendemgar keputusan Brams hanya bisa mengulum senyumnya. Ia tidak ingin Brama curiga dan mengetahui rencananya jika ia tersenyum senang.

☆☆☆☆☆

"Bagaimana" tanya Adlan pada Adira. Saat ini mereka tengah berada di cafe, mereka tidak ingin orang tuanya melihat dan mendengar apa yang akan mereka bicarakan.

"Boleh" jawab Adira dengan antusias dan senyuman mengembang. Adlan yang melihat itu pun ikut tersenyum senang.

"Baguslah, dengan begitu kita bisa bebas dari kekangan mereka" tutur Adlan dengan semangat seraya mencium tangan Adira berkali kali. Saat ini tak ada kesedihan diantara mereka.

"Tunggu satu bulan lagi kak, satu bulan lagi kita bisa bebas. Karna Adira pasti udah pindah dari rumah" ucapnya dengan aenyuman yang tak pernah surut dari bibirnya.

☆☆☆☆☆

1 Bulan kemudian

Hari ini adalah hari pertama Adira resmi menjadi mahasiswi. Setelah melewati masa ospek selama lima hari, akhirnya ia pun bisa merasakan kebebasan dari kekangan para senior. Ya, Adira telah tinggal sendiri di apartement. Tepatnya seminggu yang lalu.

Incest (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang