Deg-degan

49 7 0
                                    

Akhirnya, seluruh anak kelas X SMA diumumkan agar berbaris. Aku berbaris dibarisan paling depan.

Aku terus menatap wajah laki-laki yang ku tatap tadi. Aku memperhatikannya dari atas hingga bawah. Badannya tinggi, hidungnya mancung, kulitnya lumayan putih, rambutnya seperti pangkasan Ronaldo, matanya sifit, dan senyumnya sangat manis.

Aku berfikir apakah aku menyukainya? Apakah secepat ini aku menyukai seseorang? Aku sangat senang hanya dengan memandanginya.

Karena aku hanya memandanginya, aku tidak mendengarkan perkataan guruku. Semua anak sudah mulai duduk semua, sementara aku masih tetap berdiri. Aku baru sadar ketika teman sebelahku menegurku.
 
Hari ini kami hanya diberi pengarahan, tetapi besok kami akan menunjukkan bakat kami masing-masing didepan semuanya. Tapi yang punya bakat doang.

Aku berjalan kedepan gerbang. Aku menelpon kakak, tapi gak diangkat. Terpaksa aku harus pulang dengan angkot.

Aku tak sadar kalau angkot yang aku naiki itu juga dinaiki sihidung mancung. Aku jadi senyum-senyum sendiri. Mungkin dia memikir bahwa aku gila karena senyum-senyum sendiri. Dia terlihat sangat pendiam.

    Sampai dirumah wajahku masih terus berseri-seri. "Kamu kenapa?" Tanya kakak yang melihatku senyum-senyum.

"Emang kenapa? Oh iya, kenapa kakak gak angkat telpon aku?" Aku menjawabnya dengan melarikan bahan pembicaraan.

"Iya, tadi kakak ketiduran." Jawab kakak santai. "Kakak lain kali jangan gitu dong, aku jadi naik angkot tau." Ucap ku kesal. "Iya iya." Jawab kakak.

   

  Pagi ini aku awali dengan senyuman. Aku sudah mempersiapkan semuanya. Nanti aku akan bernyanyi dengan gitar. Dimobil aku terus bernyanyi. Aku sangat suka dengan musik. Tanpa musik mungkin aku tidak akan bisa hidup.

Aku tiba disekolah. Aku langsung berbaris mengikuti anak yang lainnya. Guru mulai berbicara didepan.

"Baiklah anak-anak kita akan mulai. Siapa yang merasa dirinya punya bakat segera maju kedepan." Ucap sang guru.

Teman-teman yang lain maju satu persatu. Tanganku terasa dingin, jantungku deg degan. "Ada lagi yang mau maju?" Tanya Ibu guru melihat kami semua.

Aku mengangkat tangan dengan yakin. "Saya bu" ucapku. Aku mengatur pernapasanku agar tidak terlalu tegang.

Aku mengambil gitar yang telah tersedia. Aku tidak berani melihat kearah teman-temanku, apalagi melihat sihidung mancung. Aku akan menyanyikan lagu Anji-Dia. Aku mulai memetik senar gitarku, lalu bernyanyi. Aku sangat menikmati lagunya.
  
Semua orang bertepuk tangan setelah aku bernyanyi. Aku melihat sihidung mancung, ternyata sejak tadi dia menatapiku. Aku senyum tersipu-sipu. Aku kembali kebarisanku.

Aku menatap sihidung mancung lagi dan ternyata dia masih menatapiku. "Oh my God" ucapku dalam hati.
   
Hari ini aku pulang dengan senyuman lagi. Aku merasa sangat senang ditatapi olehnya. Jantungku deg degan saat sihidung mancung menyamperiku.

"Hei, kenalin nama aku Rendy." Ucapnya dengan senyuman yang sangat manis. "Kezia" jawabku.

"Gak pulang?" Tanyanya. "Ini mau pulang, nunggu jemputan kakak." Jawabku. "Ooh." Katanya. "Kamu gak pulang?" Tanyaku memberanikan diri. "Pulang dong, tapi nunggu jemputan juga." Jawabnya.

Aku menelpon kakakku tapi hand phonenya gak aktif. Wajahku tampak kesal.

"Kenapa?" Tanyanya lembut. "Hand phonennya gak aktif." Ucapku lemas. "Yauda bareng aku aja, jemputan aku uda datang kok." Ucapnya menawarkan. "Eh, gak usah deh ngerepotin." Ucapku. "Gak kok, malah aku senang bantuin orang lain. Yuk" ucapnya.

Aku tidak berani menolaknya. Aku hanya tersenyum. Tanganku masih terasa dingin.

Sepanjang perjalanan kami tidak ada mengobrol. Aku fokus pada jalan dan dia fokus pada hand phonenya. Aku menunjukkan jalan arah rumahku kepada supirnya. Akhirnya sampai dirumah tante.

Aku menyuruh supir mobilnya berhenti. "Aku diluan ya." Ucapku. "Iya" jawabnya. "Makasih" ucapku lagi. "Sama sama" jawabnya.

Aku turun dari mobil dan berdiri didepan sampai mobilnya pergi. Aku merasa sangat senang. Aku harap dia juga senang denganku.

To you who never understand meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang