21. Dowoon Itu...

454 63 20
                                    

Setelah beberapa hari, luka yang ada di tanganku sudah mulai mengering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah beberapa hari, luka yang ada di tanganku sudah mulai mengering. Rasanya sudah tidak terlalu nyeri, tapi aku merasa masalah masih belum selesai.

Surat tanpa pengirim bernada ancaman yang masih terus datang, para kaleng rombeng yang sudah mulai berani mendekat, dan rumor tentangku yang semakin santer. Tapi diantara itu semua, ada yang masih sangat mengganggu pikiranku.

Masalah itu bernama Yoon Dowoon.

Bocah laki-laki dengan gantungan kunci anak anjing yang berayun di tasnya itu tidak berbicara satu patah kata pun sejak beberapa hari lalu. Tepatnya sejak insiden rokok. Kalaupun ada yang harus dia katakan, maka sesuatu itu haruslah sangat penting. Ketika mengajariku contohnya. Itupun dia gunakan kata seminim mungkin. Entah tidak dia sengaja, atau memang begitu bentuknya kalau dia marah.

Tapi aku masih belum mengerti alasan kenapa dia marah.

Kalaupun dia memang benar marah, kenapa pula dia masih mau repot-repot datang ke rumahku, memasukkan materi yang jelas tidak sedikit ke otakku yang bebal? Suasana yang biasanya mencekam, jadi tambah mengerikan. Tahu sendiri kan? Yoon Dowoon dan diam adalah paduan yang sangat tidak mengenakkan.

Langkahku terhenti ketika tiba-tiba Dowoon yang sudah berjalan di depanku lebih dulu berbalik.

"Kenapa?" Tanyaku, setelah keheningan beberapa detik melanda kami.

"Hari ini tidak usah belajar dulu ya?"

Aku mengerutkan kening. Jadi, apakah ini ujungnya? Apakah dia sudah tidak tahan lagi mengajariku? Apakah dia sudah benar-benar marah padaku?

"Eh, maksudku... atau hari ini mau belajar di rumahku saja? Ibuku pulang cepat." Ujarnya sambil mengusap kepalanya. Wajahnya terlihat salah tingkah, antara kesal tapi tetap merasa harus menyampaikan kalau dia sangat ingin bertemu dengan ibunya hari ini.

Anak yang baik.

"Oh? Iya, baiklah."

Lalu kami kembali berjalan menuju halte dalam diam. Kemudian aku teringat sesuatu. "Ada acara penting, ya?"

Dowoon menelengkan kepala. "Ibuku ulang tahun."

"Eh...? Apa tidak apa-apa kalau aku datang? Aku tidak mengganggu?"

"Tidak apa-apa, ibuku bilang ingin tahu seperti apa teman-temanku." Jawabnya. "Tapi kalau kamu keberatan, tidak datang juga tidak apa-apa. Tapi hari ini aku tidak bisa belajar bersama dulu." Sambungnya. Kemudian aku tidak bertanya lagi. Sepertinya, momen ibu Dowoon pulang cepat itu sedikit jarang. Dowoon terlihat sangat menghargai ketika ibunya sedang ada di rumah.

"Aku tidak keberatan kok." Jawabku. Tapi apa lebih baik aku tidak ikut saja? Ini momen penting Dowoon dengan ibunya, dan aku tidak mau jadi orang tidak tahu diri. Dibanding belajar –mengajariku, lebih baik Dowoon menghabiskan waktu dengan ibunya kan?

"Eh tapi Dowoon, lebih baik aku –" Aku tidak jadi melanjutkan kalimatku ketika bis yang menuju rumah Dowoon datang, dan Dowoon menarikku untuk menaikinya.

Around the Amazing You || DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang