Berkorban untuk menutupi sesuatu yang berharga bukan hal yang rumit, tapi terkadang terasa sulit.
¤¤¤
Setelah diantar sampai depan gerbang sekolah SMAN 1 Bogor oleh kakak perempuannya, Vania langsung melangkahkan kaki untuk menghampiri seseorang yang kebetulan sedang berjalan di depannya.
Sebagai sedikit informasi, Vania bersekolah di salah satu SMA favorit di Kota Bogor, SMAN 1 Bogor yang beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No.16, Bogor Tengah menjadi pilihan Vania untuk melanjutkan study-nya.
"Hooyy, Sit!" Vania menepuk pundak Sita dari belakang, membuat Sita terlonjak dan langsung menolehkan kepalanya ke arah Vania.
"Ngagetin aja sih lo Va," dengus Sita sembari mengelus-elus pundaknya yang sedikit ngilu karena tepukan Vania yang sedikit keras.
"Lebay lo, masa gitu aja sakit sih." Bukannya minta maaf, Vania kini mencubit lengan Sita dengan gemas, tentu saja membuat Sita semakin mendengus karena ulahnya.
"Jauh-jauh lo!" Sita bergeser untuk menghindari Vania ketika mereka berjalan beriringan memasuki pekarangan sekolah.
"Ellahh, ngambek lo?" tanya Vania tanpa tampang berdosa ketika menanyakan perihal tersebut pada Sita.
"Au!" Sita memalingkan wajahnya ke arah lain ketika Vania terus saja mengganggunya.
Mereka tetap berjalan beriringan, karena itu adalah kebiasaan yang tak pernah mereka lewatkan setiap paginya. Meski Vania yang terlalu sering membuat Sita kesal, tapi Sita tak pernah marah secara serius atas ulah Vania.
Sampai ketika Sita memasuki kelasnya Vania menghentikan langkahnya. Vania menatap lurus ke pintu kelas yang berada di samping kelas Sita, yaitu kelasnya. Di sana terdapat seorang pria yang berdiri menjulang di ambang pintu dengan senyum merekah ke arahnya.
"Va!" Sita menyenggol bahu Vania ketika Vania tetap diam tanpa berniat segera memasuki kelasnya. "Kok nggak masuk?"
Karena biasanya Vania akan memasuki kelas Sita setiap pagi, dia akan menghabiskan waktunya bersama Sita sampai bel tanda pelajaran pertama akan dimulai. Tapi pagi ini Vania menahan langkahnya dan itu membuat Sita penasaran.
Tatapan mata Vania masih lurus ke depan, memandangi pria yang masih setia berdiri di ambang pintu kelasnya. Vania yakin pria itu sedang menunggu kehadirannya dan akan mengajaknya mengobrol bersama. Dia tahu arti dari senyuman pria itu saat ini, Vania harus segera menghampirinya.
"Maaf Sit gue mau ke kelas, soalnya gue lupa belum nyalin PR kemaren," ujar Vania pada Sita sembari menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Nyalin aja terus, lo kapan belajarnya? Udah ah ayok biar gue aja yang ajarin." Sita menarik pergelangan tangan kanan Vania, tapi Vania langsung menahannya.
"Gak bakal keburu, lagian juga sebentar lagi bel masuk bakalan bunyi." Vania menolak ajakan Sita sambil melepaskan cekalan tangan Sita di tangannya. "Gue ke kelas ya."
Sita mengangguk kecil, memberi izin untuk Vania agar segera memasuki kelasnya.
Saat itu juga Vania langsung melangkahkan kakinya dengan santai menuju pintu ruang kelasnya, matanya memperhatikan keberadaan pria itu sedari tadi, dan sedari tadi juga Vania tak menyangka akan melakukan hal baru dalam hidupnya.
Tepat ketika mereka berpapasan, Vania melempar senyum singkat pada pria itu yang langsung dibalas hangat olehnya. Kegugupan yang melanda Vania saat itu hanya mampu membuatnya semakin terlihat kikuk. Jadi, dia mencoba untuk terlihat santai dan biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sempurna (Completed) ✓
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP] ~~SEGERA PRIVATE SECARA ACAK~~ Terbitnya sang matahari membuat semua sadar bahwa hari baru akan segera dimulai. Saat itu semua insan ingin lari dari kenyataan, tapi selalu gagal dan tak terkalahkan karena pagi akan segera usai...