Matahari ke-24 : Darah di Dua Pria Berbeda

657 31 0
                                    

Semua gadis akan merasa bingung ketika dihadapkan dengan keadaan di mana dia harus bersikap adil dengan orang berbeda yang sedang merasakan rasa sakit yang sama.

-Vania-

Suasana di koridor sekolah sepanjang depan kelas XII sedikit lebih berbeda dari biasanya, di setiap depan kelas pasti ada beberapa murid yang terduduk dengan beberapa buku dan juga kertas di tangan mereka. Murid-murid yang biasanya datang terlambat pun kini datang jauh lebih pagi lagi, bahkan para murid kelas X dan XI diliburkan untuk sementara waktu.

Hari ini, esok, dan beberapa hari ke depan akan diadakan ujian sekolah dan semua murid kelas XII tengah mempersiapkan diri mereka. Ujian akan dilaksanakan tepat pukul 08.00 pagi dan masih ada waktu sekitar tiga puluh menit untuk menghapal pelajaran yang akan diujiankan hari ini.

Ada beberapa murid yang juga menghabiskan waktunya di dalam masjid untuk beribadah ketika menunggu jam pertama dimulai, termasuk Vania, Sita, Talia, Lestri, dan juga Amel yang baru saja keluar dari dalam masjid ketika selesai melaksanakan shalat duha berjama'ah. Mereka terduduk di teras depan masjid sembari memakai sepatunya masing-masing.

"Semoga kita semua bisa ngisi soalnya dengan benar dan juga mendapatkan hasil yang memuaskan," ujar Sita ketika dia baru saja selesai mengikat tali sepatunya.

"Amiin ...." Mereka manjawab dengan serentak doa dari Sita.

"Semoga kita juga diterima di fakultas dan universitas yang kita inginkan." Lestri ikut menimpali.

"Amiin." Mereka kembali menjawab doa itu dengan serentak.

"Cepet move on juga ya, Va." Talia menepuk pundak kiri Vania dengan tangannya. "Jangan lupa bahagia juga pas lihat soal fisika nanti, tar bukannya ngisi soal malah mewek lagi."

Vania menatap nyalang pada Talia, bukannya takut Talia malah tertawa renyah sembari bangkit dari duduknya.

"Udah lah, kalian ini lagi mau ujian masih aja bercanda."

Lestri dan Talia kembali tertawa renyah ketika melihat raut wajah murung dari Vania. Mereka cukup tahu dengan apa yang terjadi pada Vania akhir-akhir ini. Terlebih lagi kejadian di dalam ruangan musik yang memang sangat viral di sekolah membuat mereka semakin tahu dan mengerti dengan perasaan Vania meski tidak dengan sepenuhnya.

Lain dengan Amel, ketika teman-teman yang lainnya bercanda dan menggoda Vania, dia bahkan merasa murung dan terus menunduk karena dia malu dengan kesalahannya. Ingin rasanya dia angkat bicara tapi malu, seharusnya dia bilang sedari dulu tapi dia tak punya cukup keberanian dalam dirinya.

"Va, sebenarnya aku mau minta maaf sama kamu." Amel sedikit memiringkan tubuhnya ke hadapan Vania yang memang duduk di sebelah kirinya. "Kamu mau maafin aku, 'kan?"

"Maaf buat apa?" Kening Vania berkerut saat itu juga karena keheranan.

Kedua tangan Amel ia rentangan dan langsung merengkuh tubuh Vania ke dalam pelukannya. Dia menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Vania yang terhalangi rambut panjangnya. Yang lainnya tentu saja heran dengan perlakuan Amel dan berinisiatif untuk berhenti bercanda agar mengetahui apa yang akan diucapkan Amel pada Vania.

Sedangkan Vania, dia yang bingung hanya bisa membalas pelukan Amel dengan kedua tangannya.

"Kalau misalnya aku gak nyuruh kamu buat jagain Alaric di UKS waktu itu, mungkin keadaan kamu sama Franky gak akan kayak gini sekarang," ungkap Amel dengan suara kecilnya dengan posisi Amel yang tak berniat untuk melepaskan pelukannya.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang