Hal yang paling bodoh adalah terdiam di tengah kesakitan orang lain dan kita hanya menyaksikan tanpa membantunya sama sekali.
v
v
v
“Emangnya kalian nggak penasaran, ya?” Pertanyaan dari seorang gadis bernama Lestri langsung membuat teman-teman lainnya yang sedang berada di ruangan yang sama menolehkan pandangan mereka pada gadis itu.“Percuma aja sih kalau menurut gue, lagian juga beritanya udah mulai padam.” Talia menimpali tanpa terlalu memperdulikan ucapan sahabatnya itu.
“Tapi tetep aja Ta, gue nggak bisa diem terus liat para adik kelas ngomongin Vania di belakangnya,” ucap Lestri sembari bangkit dari posisi berbaringnya, “gue juga nggak mau liat dia murung terus.”
Talia yang tengah terduduk di depan sebuah meja hanya mengedikkan bahunya, matanya terfokus pada layar laptopnya tanpa memperdulikan gerakan dari Lestri. “Emang lo yakin Vania murung gara-gara itu?”
“Meskipun setiap kali gue tanya dia selalu jawab ‘enggak’ tapi gue yakin dia sedih, gue cuma mau bantu dia, apa salah?”
“Enggak salah sih, tapi emangnya ... apa yang bakal lo lakuin ketika lo tau pelakunya siapa?” Sita yang duduk di atas sofa dengan kertas-kertas di tangannya membuat Lestri yang duduk di atas karpet langsung ingin menjawab tapi dicela terlebih dahulu oleh gadis itu. “Bukankah pelakunya itu nggak seratus persen salah, ya?”
“Ya.” Lestri menjawab dengan cepat. “Gue tau niat pelaku itu emang bener, mau kasih tau kebenaran kalau ternyata Vania curang ketika praktek prakarya itu. Tapi menurut gue, cara dia itu salah, seharusnya nggak gitu.”
“Terus gimana?” Talia kembali merespon ucapan Lestri.
“Kalau dia nggak ada niat buat ngehancurin nama baik Vania di sekolah, dia nggak mungkin sampe pasang berita itu di mading.” Lestri menyampaikan pendapatnya sembari melirik wajah sahabatnya satu persatu, antara Sita, Talia, dan juga Amel yang hanya menyimak sedari tadi. “Dan kalau misalnya dia cuma pengen guru prakarya tau biar nilai Vania dirubah, kenapa harus sampe ditempel di mading? Kenapa nggak langsung kasih tau aja gurunya?”
Yang lainnya terdiam ketika mendengar ucapan Lestri. Gadis itu sepertinya sangat bertekad untuk memecahkan masalah ini dengan caranya sendiri.
“Iya juga,” ucap Amel di tengah keheningan di antara mereka, “kalau gitu ... berarti pelakunya adalah orang yang nggak suka sama Vania.”
“Kenapa lo bisa berpikiran begitu, Mel?” tanya Sita.
“Ya sesuai dengan apa yang dikatakan Lestri tadi, pelakunya pasti nggak suka sama Vania dan pengen dia dibenci di sekolah.”
“Nah, Amel aja ngerti, gimana? Kalian mau ‘kan bantuin gue?”
“Gue setuju,” timpal Talia yang menyetujui rencana sahabatnya, Lestri.
“Aku juga ikut.” Dan Amel mendukung apa yang akan Lestri lakukan.
“Lo gimana, Sit?” tanya Lestri sembari menoleh ke arah Sita yang kembali fokus pada lembaran kertas di tangannya.
“Ya, gue juga.”
“Pas!” Lestri bersorak riang sembari menepukkan kedua tangannya secara bersamaan. “Kita langsung ke calon terdakwa pertama, yaitu ... Franky.”
“Dia bilang bukan dia orangnya.”
Sebuah suara yang berasal dari arah pintu membuat mereka semua kaget. “Sorry langsung masuk Sit, soalnya tadi kata mamah lo, gue disuruh langsung masuk aja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sempurna (Completed) ✓
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP] ~~SEGERA PRIVATE SECARA ACAK~~ Terbitnya sang matahari membuat semua sadar bahwa hari baru akan segera dimulai. Saat itu semua insan ingin lari dari kenyataan, tapi selalu gagal dan tak terkalahkan karena pagi akan segera usai...