Matahari ke-16 : Tak Seperti Biasanya

717 35 0
                                    

Perbedaan akan terasa ketika hal yang biasa terlihat tak sama seperti biasanya.

¤¤¤

Berbeda. Satu kata itu yang sedari tadi berada di dalam pikiran seorang gadis bernama Vania. Dia melakukan rutinitas pagi seperti biasanya, diantar sekolah oleh Kakak perempuannya dan datang di sekolah sebelum bel tanda jam pelajaran akan dimulai. Jika tanpa sengaja bertemu dengan Sita atau beberapa temannya yang lain dia akan menyusuri koridor bersama temannya, tapi untuk hari ini tidak, gadis itu berjalan seorang diri dari gerbang sekolah menuju ruangan kelasnya.

Kedua bola mata gadis itu bergerak dengan gelisah ketika menapakkan kedua kakinya di koridor sekolah yang sudah mulai ramai oleh beberapa siswa, tatapan dari beberapa adik kelas dan teman satu angkatannya terlihat sedikit berbeda untuk hari ini. Mereka yang biasanya menyapa kini tidak, bahkan tatapan mata mereka ketika melihat Vania melewati setiap koridor sekolah terlihat berbeda, mereka terlihat seperti sedang mengintimidasi gadis itu.

Ketika Vania berdiri di ujung koridor yang tidak terlalu ramai, dia berhenti melangkahkan kakinya dan menatap keadaan baju seragam, sepatu, rambut, bahkan sampai tas yang dipakainya saat ini.

"Gue rasa gak ada yang salah," gumam Vania sembari menoleh sekejap ke belakang, melihat beberapa murid yang masih memperhatikannya.

Jika memang ada yang salah dengan pakaian Vania, seharusnya dia sudah menyadari apa kesalahannya saat ini. Tapi semua yang gadis itu kenakan tidak terlihat aneh dan tentu saja seperti biasanya, tapi semua murid-murid itu masih saja memperhatikannya seperti sedang memojokkan atau ingin melontarkan sesuatu.

"Ikut gue!"

Tarikan pada pergelangan tangan kanan Vania membuat gadis itu sedikit terlonjak dan berontak, tapi ketika dia menyadari siapa yang menarik tangannya, dia hanya mendengus dan pasrah ketika seorang gadis menariknya dan memaksanya untuk mengikuti langkah terburu-buru gadis itu.

"Aellah, Sit, ada apa?" tanya Vania di tengah perjalanan mereka melewati beberapa murid yang tengah bersantai di koridor sekolah.

Saat itu juga Vania menyadari satu hal, bukan hanya murid-murid di koridor tadi yang sedang memperhatikannya, tapi di koridor yang saat ini tengah dia lewati juga sepertinya sedang memperhatikannya. Alih-alih bersikap ramah seperti biasanya ketika dia membalas sapaan dari beberapa murid yang menyapanya, kini kedua matanya menyipit dengan kening yang berkerut.

"Apa yang udah lo lakuin? Hah?" tegas Sita dengan suara yang sedikit meninggi ketika mereka berdua tengah berdiri di belakang beberapa siswa yang berkerumun di depan mading.

Mata Vania semakin menyipit mendengar ucapan yang begitu memojokkan dari sahabatnya sendiri, dia sedang dilanda kebingungan karena beberapa siswa memandang aneh ke arahnya dan kini dia harus segera mencerna ucapan Sita yang tak dimengerti sama sekali.

"Apa harus dengan cara seperti itu agar tingkat ketenaran lo nambah? Iya?"

"Maksud lo?" tanya Vania dengan penuh keheranan.

"Lo tunggu di sini," pinta Sita sembari melepas tas punggungnya dan dia berikan pada Vania.

Vania dengan segera mengambil alih tas Sita dan dia tenteng dengan tangan kirinya, matanya mulai melihat bagaimana Sita dengan tanpa susah payah memasuki kerumunan para siswa sembari mengucapkan permisi. Ingat jika Sita adalah mantan ketua OSIS? Karena alasan itu Sita mampu dengan mudah memasuki kerumunan para siswa dan keluar dari kerumunan dengan satu kertas putih yang tergulung di tangan kanannya.

"Lo habis ngapain?" ujar Vania dengan kernyitan di dahinya sembari memberikan kembali tas punggung milik Sita.

"Ambil!" Tepat ketika tangan Sita mengambil alih tasnya dari tangan Vania, dia memberikan gulungan kertas yang berada di tangan kananya ke arah gadis itu.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang