Apakah kesalahan ada di pihak yang pertama, terakhir, atau bahkan keduanya? Entahlah, waktu belum ada kesempatan menjawab semua kebimbangan dari para pemuja cinta.
¤¤¤
"Gue 'kan udah bilang kalau kita gak ada hubungan apa-apa lagi saat ini," tegas seorang gadis ketika mendapati pria yang sebaya dengannya berjalan mendekat ketika dia sedang menunggu seseorang di sebuah kafe yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah.
Pria yang dimaksud langsung tersenyum miring mendengarnya, saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 dan sudah menjadi rutinitasnya untuk nonkrong di kafe bersama beberapa teman sekolahnya yang lain.
Biasanya dia akan menghabiskan waktu bersama sampai tengah malam hanya sekedar mengobrol dan main games bersama-sama. Rutinitas itu tentu saja tak bisa dia hilangkan sampai saat ini, karena menurutnya itu lah yang dinamakan kebahagiaan di luar sekolah.
"Gue tau," ujar pria itu dengan sedikit menautkan kedua alisnya, "Lagian siapa yang mau ganggu lo, orang gue mau ketemu temen kok."
Tawa dari gadis yang sudah duduk rapi di atas salah satu kursi di dalam kafe itu langsung terdengar begitu seorang pria selesai mengucapkan kata-katanya. Dia berpikir bahwa pria yang saat ini berdiri di depan mejanya sedang berbohong. Mereka baru saja putus dan tak mungkin pria itu dengan mudah melupakannya, pria itu pasti sengaja mengikuti dia dan berniat untuk mengganggunya.
"Alesan, bilang aja gengsi."
Pria itu menggelengkan kepalanya, tak menyangka dia bisa punya mantan seaneh ini. Dia memang pernah menjalin hubungan dengan gadis itu, meski tak lama tapi setidaknya mereka kerap jalan bersama ketika weekend. Bella, adik kelas yang terlihat sangat manis di matanya membuat dia sangat ingin memacari gadis itu.
Ketika semester ke-2 pada saat Alaric masih kelas sebelas, dia langsung mencari tahu semua tentang Bella pada seorang gadis yang ternyata masih mempunyai hubungan keluarga dengan Bella. Dia mendekati, mencari tahu, membuat Bella nyaman dengannya karena bantuan dari Vania.
Saat itu Alaric kira membuat Bella menjadi pacarnya bisa membuat dia merasa jauh lebih tenang dan lebih baik, tapi ternyata tidak. Niat Alaric untuk menutupi luka dalam dirinya malah membuatnya semakin bimbang sampai saat ini. Tanpa bisa Alaric tutupi kembali, dia cukup menyesal karena telah mengambil keputusan yang salah pada hidupnya.
Jika dia bisa meminta untuk mengulang waktu, ingin rasanya dia membuat Bella tak pernah ada dalam kisah nyatanya dan membuat sebuah pengakuan atas perasaan yang sebenarnya. Tapi semua ternyata terlalu tidak mungkin, dia terlanjur melangkah terlalu jauh dan membuat sesuatu yang seharusnya dia gapai menjadi semakin jauh.
"Jangan ge-er deh Bell," dengus Alaric sembari menatap kesal keberadaan Bella, "Cuma orang bodoh yang suka gangguin mantannya."
"Dan lo gak bodoh?"
"Lo-"
"Jangan ganggu cewek gue," seru seorang pria lain yang baru saja memasuki kafe dan berdiri di samping Alaric.
Alaric dengan refleks memundurkan langkahnya ketika menyadari kehadiran pria itu. "Santai bro, gue juga ogah kok ganggu dia."
Setelah itu Alaric melangkahkan kakinya ke arah meja di mana beberapa temannya sudah berkumpul bersama. Ketika dia duduk di atas kursi yang menghadap ke arah di mana Bella dan pacar barunya menghabiskan waktu bersama dia hanya sesekali tersenyum tipis dan mendoakan kelanggengan hubungan mereka.
Karena dengan langgengnya hubungan mereka, dia bisa fokus untuk berusaha mengungkapkan pengakuannya terhadap seseorang sebelum dia memutuskan untuk berpacaran dengan Bella.
"Gak cemberu lo, Al?"
Pertanyaan dari salah satu teman Alaric membuatnya kembali tersenyum miring sembari menaikkan kedua alisnya dengan tinggi. Cemburu, satu kata yang sampai saat ini masih menggelayuti pikirannya. Meskipun hubungan dia dengan Bella terjadi karena ketidak sengajaan, rasa cemburu tentu saja ada karena dia sempat mengagumi gadis itu. Tapi dia akan berani mempertaruhkan, bahwa tak akan lama lagi dia akan dengan segera melupakan gadis itu.
"Gue udah ada inceran lain, lo tenang aja."
€
€
€
Malam kini datang kembali menyelimuti raga setiap orang, dia, Franky terduduk di teras depan rumahnya dengan hp di genggamannya. Dia mulai merasa hubungannya dengan Vania semakin kurang baik ketika mereka resmi menjalin hubungan. Biasanya setelah malam datang gadis itu akan dengan segera membalas semua pesannya, tapi untuk kali ini tidak. Vania menghilang sedari tadi sore ketika dia akan mengajak gadis itu untuk pulang bersama meski dia tahu apa jawabannya.
Franky selalu mencoba untuk berusaha mengetahui semua tentang gadis itu, tentang gadis itu yang tidak pernah menyukai suatu ikatan, dia tahu akan hal itu. Tapi jika dia mengikuti semua jalan cerita yang Vania buat, itu tandanya dia salah dan telah berubah dari Franky yang sebenarnya.
Pria itu kerap dikenal sebagai seorang pria yang selalu bisa menaklukkan hati seorang gadis yang disukainya. Jika dia tidak bisa memiliki gadis itu, berarti dia bukan Franky yang sebenarnya. Namun, jika ikatan ini menjadi alasan Vania menjauhinya, dia juga tak bisa menerima begitu saja. Karena sudah sangat jelas waktu dia meminta Vania untuk menjadi miliknya, gadis itu menyetujui semua persetujuannya.
Seharusnya Vania sadar dengan keadaan, Franky selalu ingin dekat dengannya tapi dia selalu mencoba menghindar sejauh mungkin. Mungkin ada alasan lain mengapa gadis itu tak pernah menyukai Franky, tapi sampai saat ini ... Franky belum mengetahuinya sama sekali.
Sekarang ditambah dengan masalah baru yaitu kehadiran Alaric lagi di antara mereka, ya, lagi, karena jauh sebelum Franky menjadi pacar Vania, Alaric pernah dekat dengan gadis itu, bahkan ketika gadis itu masih menjadi anak baru di sekolah. Memikirkan ketika Vania baru memasuki sekolah ketika hari pertama itu membuat Franky mengingat sedikit kenangan di antara dia, Alaric, dan juga Vania yang belum mengenal satu sama lain saat itu.
Saat itu Franky bersikukuh untuk meminta nomor ponsel Vania dari Alaric, dia sebenarnya bisa saja memintanya sendiri saat itu, tapi lagi-lagi dia dihinggapi dengan berbagai ketakutan jikalau gadis itu tak merespon keinginannya.
Dimulai saat itu Franky dan Vania mulai memmbalas pesan satu sama lain, saling mengenal, sampai pernah latihan basket bersama ketika pelajaran olahraga di sekolah.Tapi itu tak berlangsung lama karena gadis itu mengganti nomor ponselnya tanpa memberi tahu Franky atau pun Alaric.
Ting!
Suara notifikasi dari ponsel Franky langsung membuatnya mengerjap dan buru-buru membuka pesan masuk dari aplikasi Line-nya.
My Vania
Maaf baru bales Ky, tadi kebetulan aku ada urusan di luar.
Gpp, lagi santai gak?Eumm..emang kenapa?
Telpon yuk!Senyuman langsung terukir dengan jelas di bibir pria itu, seorang Vania memang mampu merubah segalanya. Hanya berupa pesan dari dia saja bisa membuat pria itu menjadi salah tingkah.
Ting!
My Vania
Boleh, tapi sambil ajarin aku rumus fisika yah;))
Gadisnya ini memang sangat menggemaskan, kesal sih ketika Vania menyetujui permintaannya hanya karena rumus fisika. Tapi tak apa lah, demi kelanggengan hubungan mereka ke depannya Franky rela melakukan apa pun yang gadis itu suka.Regards,
Via ♥♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sempurna (Completed) ✓
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP] ~~SEGERA PRIVATE SECARA ACAK~~ Terbitnya sang matahari membuat semua sadar bahwa hari baru akan segera dimulai. Saat itu semua insan ingin lari dari kenyataan, tapi selalu gagal dan tak terkalahkan karena pagi akan segera usai...