Matahari ke-32 : Pengakuan

556 23 8
                                    

Belajar untuk menjadi cuek kepada orang yang kita sayang ternyata bukan hal yang mudah.

¤♥¤

Lagi-lagi tak ada yang terasa istimewa dalam hidup Vania ketika berada di dalam kelas. Gadis itu hanya duduk terdiam dan menonton aktifitas teman-teman sekelasnya tanpa berniat untuk gabung sama sekali. Kedua tangannya bertumpu di atas meja, sesekali mengecek ponsel yang tergeletak tapi tak membuat rasa bosan menghilang begitu saja.

Jika perrpustakaan tidak sedang ditutup, Vania pasti akan langsung ke sana untuk menghabiskan waktu senggangnya. Tapi nyatanya perpustakaan masih saja tertutup sedari pagi.

Satu minggu menjelang ujian semua murid kelas dua belas disibukkan untuk mengisi beberapa contoh soal yang diberikan guru mata pelajaran masing-masing. Tapi Vania tak bisa fokus untuk belajar saat ini, pikirannya masih mengudara untuk memikirkan hal lain di luar sana.

"Emangnya enak ya kayak gini terus?"

Seorang gadis tiba-tiba duduk di kursi yang berada di depan meja Vania. Posisinya yang menyamping dan tangan kanan dia gunakan untuk menopang dagunya membuat Vania mengernyit atas kehadirannya.

"Maksudnya?"

"Setiap kali lo ada di kelas, lo nggak pernah melakukan aktifitas kayak teman-teman yang lainnya. Lo cuma duduk diem sambil melamun, kalau pun lo ngomong juga harus ada yang nanya duluan. Segitu nggak nyamannya ya lo ada di sini?"

Mey, gadis bernama Mey itu membuat Vania menegakkan tubuhnya.

"Lo ngomong apa sih, Mey?" tanya Vania dengan kerutan penuh di keningnya.

"Lo itu nggak pernah mau berbaur sama temen sekelas lo sendiri, Va. Setiap kali lo ada di kelas, lo nggak pernah menganggap kita semua sebagai temen lo. Apa lo nggak merasa kesepian?"

Kedua alis Vania kini saling bertautan ketika gadis bernama Mey itu memgucapkan beberapa kalimat yang terlontar untuknya. Bukan kebingungan yang Vania rasakan, dia hanya merasa bahwa ... mungkin saja Mey ingin mengundang keributan di dalam kelas.

"Gue nggak pernah tuh merasa nggak mau berbaur sama kalian semua. Lo harus tau satu hal ya, Mey. Sedari awal gue masuk kelas ini, gue selalu berusaha buat gabung sama kalian tapi gue masih aja ngerasa nggak nyaman karena kalian semua nggak cocok sama gue."

Mey terlihat tak percaya dengan ucapan Vania. Gadis itu bahkan sampai bangkit dari duduknya dengan sedikit terburu-buru sampai kursi yang didudukinya bergeser dari tempatnya.

"Emangnya lo sesempurna apaan sih, Va? Lo udah ngerasa paling bener banget ngomong gitu di depan gue?"

Gadis yang terbiasa selalu diam ketika berada di dalam kelas itu tanpa disadari telah memancing keributan. Bahkan ketika Vania mengetahui bahwa Mey cukup tersinggung dengan ucapannya, dia terlihat tidak begitu ingin menanggapinya.

"Emang bener kok kalian nggak cocok sama gue, buktinya aja gue nggak pernah betah lama-lama di kelas ini."

"Maksud lo apa?" tanya seorang pria dengan sinis yang tengah berdiri tak jauh dari tempat Vania saat ini.

"Gue nggak bermaksud buat apa-apa. Gue cuma nggak sabar aja melepas hubungan sekelas sama murid-murid kayak kalian. Kalian itu nggak punya rasa pertemanan sama sekali tau nggak?!"

Vania memberanikan diri untuk bangkit dari duduknya, kontan menjadi pusat perhatian di tengah kericuhan dalam kelas yang seketika menjadi hening. Semua mata memandang keberadaan Vania dan juga Mey.

"Kenapa? Kalian semua nggak terima sama ucapan gue? Emangnya kalian pikir ada yang salah sama ucapan gue?"

Tatapan dari setiap murid sekelas itu sangat beragam, ada yang merasa kagum atas keberanian Vania, ada juga yang merasa tak percaya bahwa Vania punya pemikiran seperti itu terhadap teman sekelasnya sendiri.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang