Matahari ke-7 : Lagu Pertama

1.1K 56 11
                                    

Biarkan kita bersenandung untuk memberitahu bahwa semua akan baik-baik saja.

¤¤¤

Pagi hari sekali Vania terbangun dari tidurnya, kebiasaannya setiap bangun tidur adalah mengucek kedua matanya lalu melihat jam yang berada di atas meja belajarnya. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 04.30, dia bergegas mengambil ikat rambut dari atas nakas dan mengikat rambutnya dengan asal ke belakang.

Setelah itu gadis yang telah terikat rambutnya bangkit lalu merenggangkan otot-otot lengannya sebelum membuka pintu dan mengambil air wudhu di kamar mandi. Air wudhu yang telah membasahi permukaan wajah, lengan, dan juga kakinya membuat tubuh Vania terasa sangat segar. Dengan itu dia bisa sholat subuh dengan khusyuk.

Selesai menjalankan sholat, Vania terduduk di atas kursi yang berada di depan meja belajarnya sembari menyandarkan punggungnya.

"Oh iya, hari ini 'kan gue jalan ya sama Franky." Vania bergumam sembari mengetukkan jari telunjuknya di atas meja belajar. "Ahh, langsung beres-beres aja lah," putus Vania sembari bangkit dan mulai membereskan kamar tidurnya.

Biasaya, setiap weekend Vania akan kembali tidur setelah sholat subuh, tapi untuk minggu ini dia langsung membereskan kamar dan akan langsung membantu Kakaknya beres-beres rumah. Seperti menyapu, membersihkan kaca, dan mencuci piring. Kegiatan itu sebenarnya biasa dilakukan jika masih ada waktu sepulang sekolah, tapi karena weekend, Vania akan melakukannya pagi-pagi.

Setelah selesai menyapu, mengelap kaca, mencuci piring, dan membereskan kamarnya sendiri Vania bergegas menemui Kakaknya di dapur. Dia sudah terbiasa hidup mandiri sejak menginjak usia sepuluh tahun yang lalu, jadi dia bisa beres-beres rumah atau sekedar bangun pagi tanpa harus ada yang membangunkannya.

"Wuihh, baunya enak nih kayaknya," ungkap Vania ketika baru saja memasuki dapur dan langsung mencium aroma khas masakan buatan Kakaknya.

"Iya dong, udah laper emangnya?" tanya Megan sedikit menoleh pada Vania yang berdiri tak jauh darinya.

"Enggak." Vania menggeleng kecil. "Cuma pengen liatin aja."

"Huuh, ke dapur tuh bantuin jangan cuma diliatin," protes Megan dengan tangan yang masih sibuk dengan masakannya.

"Nanti kalau aku bantuin masakannya gak enak, mau?" Vania berjalan semakin mendekati keberadaan Megan.

Megan mendelik tak suka, "Makannya jadi anak perawan tuh belajar masak jangan cuma taunya jalan-jalan doang."

"Dihh, siapa yang suka jalan-jalan." Vania memprotes tak terima, "Lagian juga Kakak pas masih gadis kayaknya sama aja, gak pernah mau belajar masak. Sekarang juga pasti karena terpaksa, 'kan?"

"Huss, kamu tuh ya." Megan menyentil telinga kiri Vania yang berada di sampingnya, membuat Vania sedikit meringis kesakitan.

Vania terdiam dengan tangan kanan mengelus permukaan telinganya yang sedikit perih karena tersentil oleh jari tangan Megan, sebenarnya bukan itu yang membuatnya terdiam saat ini, melainkan ..., yahh, cara mendapat izin dari Kakaknya hari ini. Dia harus meminta izin terlebih dahulu sebelum pergi, dan dia bingung harus mulai bicara dari mana.

Sebenarnya dia sudah menyiapkan kata-kata untuk meminta izin, tapi semua kata-kata itu terasa tersangkut dan susah untuk dikeluarkan di depan Kakaknya.

"Eumm ..., Kak?" Akhirnya Vania berani mengucapkan kalimat pembuka itu.

"Apa?"

"Hari ini aku jalan yah, sumpek di rumah terus." Vania langsung mengutarakan keinginannya pada Megan.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang