Matahari ke-29 : Teman Tapi Musuhan (TTM)

548 19 0
                                    

Yang berteman belum tentu saling mengerti. Jadi, hubungan pertemanan tak menutup kemungkinan untuk menimbulkan permusuhan antar teman.

Menoleh, tidak ....

Menoleh, tidak ....

Menoleh, tidak ....

Harap-harap cemas menggelayuti pikiran seorang gadis yang tengah berjalan di koridor sekolah membuatnya sangat kebingungan. Dirinya terus berjalan seperti biasa, mata lurus ke depan dan kedua tangan yang menggantung di kedua sisi tubuhnya. Namun, tanpa bisa dia pungkiri bahwa matanya tak bisa berkedip memandangi objek yang menyita perhatiannya sedari tadi.

Di depannya kini tengah berada seorang pria yang berjalan berlawanan arah dengannya. Kepalanya yang tengah menunduk memperhatikan arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya membut pria itu tak bisa melihat keberadaan seorang gadis yang kebingungan melihatnya.

Mungkin harus kuhiraukan saja ....

Tepat ketika langkah gadis itu melewati langkah seorang pria yang berjalan berlawanan arah dengannya, langkah kakinya terhenti sembari sedikit menolehkan kepala ke belakang dan menatap penuh heran pada punggung seorang pria yang dikenalnya cukup dekat.

Membalikkan badan dan kembali mendengus, seharusnya dia tetap seperti biasa, berlaku tak peduli dan menganggap semua memang baik-baik saja.

Ting!

Dering yang berbunyi dari benda pipih itu membuat seorang gadis langsung merogoh saku seragam sekolahnya.

Franky

Ajari gue cuek kayak apa yang sering lo lakuin ke gue!

Vania, mata gadis itu melebar dengan spontan ketika membaca pesan bernada perintah untuknya.

“Najis!” gerutu Vania sembari menggertakan gigi dan menyalangkan tatapan.

Vania kembali membalikkan badannya dan mengambil ancang-ancang untuk melangkah dengan cepat dan panjang. Sepertinya hari ini semua awal baru yang pernah dia pikirkan akan dia pikirkan kembali. Pikirkan kembali untuk mengubahnya, bukan untuk memperbaikinya.

“Vania, kamu bisa bantu ibu?”

Langkah Vania yang tengah menyusuri bagian sisi lapangan sekolah langsung terhenti ketika sebuah suara dari seorang guru perempuan yang memanggilnya dari arah sebrang, di ujung lapangan yang sempat gadis itu lewati barusan.

“Bantu apa, Bu?” tanya Vania sembari sedikit memiringkan posisi tubuhnya agar menghadap guru yang tengah memegangi beberapa lembaran kertas di tangannya.

“Tadi niatnya sih ibu mau ke tempat foto copyan sekolah yang ada di depan, tapi tiba-tiba perut ibu sakit pengen ke WC, Va.” Guru itu menampilkan wajah meringis pelan sembari memegangi perut bagian depannya. “Kamu mau bantu ibu, ‘kan?”

Berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan raut wajah risinya, Vania langsung mengangnggukkan kepalanya tanpa berpikir panjang kembali.

“Ini kertasnya.” Guru itu memindahkan kertas dari tangannya ke tangan Vania, “bisa, ‘kan?”

Vania mengangguk. “Ini bukan salinan soal UNBK nanti ‘kan, Bu?” tanya gadis itu sembari membaca beberapa soal di bagian halaman depan kertas-kertas tersebut.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang