Jaehyung menyenderkan punggungnya dibalik pintu kamarnya. Cowok itu menghembuskan nafas seraya memejamkan matanya, jantungnya terasa seperti ingin berhenti berdetak. Sekarang pukul setengah sebelas malam, ia baru saja pulang dari acara festival itu dengan membawa uang yang nominalnya sampai jutaan, hasil dari bayaran.
Ini pertama kalinya Jaehyung memegang uang sebanyak itu. Hanya dengan menyanyi sambil memainkan gitarnya, Jaehyung mendapat bayaran yang tinggi. Tapi tentu saja, ia tidak memegang uang itu semuanya. Cowok itu malah memberikan sebagian kepada orangtuanya, dan sebagian lagi untuk dipegang sendiri atau mungkin ditabung.
Tapi, masalahnya bukan uang yang ia dapat malam ini.Masalahnya, adalah Arin. Gadis yang masih menjadi pujaan hatinya sampai sekarang, akhirnya terlihat dibarisan penonton. Jaehyung senang dapat melihatnya kembali dari sekian lama, tapi disisi lain hatinya begitu terluka. Terluka karna hanya bisa menatapnya, terluka karna hanya bisa berdiam saat bertemu dengannya, juga terluka karna tidak bisa melakukan apa-apa.
Rasa sesak didadanya, mulai tumbuh lagi. Jaehyung memegang dadanya, dengan tangan kanannya. Bahkan sampai tidak disadari, air mata mulai bercucuran mengalir membasahi pipi dan juga dagunya. Jaehyung sangat merindukan Arin, tapi kenapa gadis itu mencoba untuk menghindarinya. Isak tangisnya mulai terdengar.
Cowok itu mencoba membuka mata, mengedarkan pandangan kesemua sisi kamarnya, yang dipenuhi foto dirinya bersama dengan Arin. Semua kenangan itu, membuat Jaehyung tambah terisak.
Raut wajah menyedihkannya terus menjadi pelengkap tangisnya. Bukankah seharusnya seorang pria tidak menangis seperti ini, hanya karna putus cinta? Pikiran itu, semuanya salah. Pria itu juga manusia, pria itu juga punya hati, mereka patut menangis karna suatu hal yang menurut mereka sangat menyedihkan, maupun itu masalah kecil ataupun besar. Tidak ada larangan sekalipun, bagi seorang pria untuk menangis.Jaehyung tidak peduli, mau dianggap apa dirinya jika terus seperti ini. Toh, cowok itu memang sedang merindukan Arin.
Akhirnya Jaehyung mencoba untuk menghentikan tangisnya, ia bangkit, berjalan menuju tempat tidurnya. Duduk dipinggiran, dengan tubuh mengarah ke sebuah nakas yang terletak disamping tempat tidurnya. Memandang sebuah bingkai foto, yang berisi foto Arin, tengah tersenyum manis. Foto itu diambil pada tahun lalu, dan tepatnya pada tahun baru. Arin berkunjung kesini, karna mamanya Jaehyung mengundangnya. Mereka membuat pesta acara tahun baru dihalaman belakang rumah. Acara biasa saja, tapi banyak kenangan yang tersimpan disana.
"Rin, aku kangen" lirih Jaehyung.
Kemudian, Jaehyung merogoh saku celananya, untuk mengambil handphone-nya. Cowok itu memainkan layar handphone, dengan mengetik nomor telepon Arin. Tanpa berpikir banyak, ia segera menekan tombol 'panggil' untuk menelepon Arin. Jaehyung berharap gadis itu mengangkat telepon darinya.
Tut...tut...tut...
Mulai tersambung. Jaehyung menghusap air matanya, dan menelan ludahnya. Malam ini, ia harus berbicara dengan Arin.
Beberapa menit Jaehyung menunggu, agar Arin menjawab teleponnya, tapi yang terjadi malah..."Maaf, nomor yang ada tuju, tidak menjawab. Silahkan mencoba beberapa saat lagi,"
Jaehyung mengakhiri panggilannya. Apakah gadis itu memang benar-benar sangat niat untuk menjauhinya, atau memang ia sudah tidur, mengingat sekarang sudah jam setengah sebelas lewat. Cowok itu berdecih, kemudian menghempaskan dirinya kasar diatas tempat tidur.
.
.
."BRIANN!!!!" Arin berteriak kencang, sambil berlari kecil mengarah Brian yang tengah mengobrol dengan temannya didepan aula.
Mendengar suara teriakan yang membuat telinganya pengang itu, pemilik nama tersebut segera menoleh keasal suara.
"Astaghfirullah, nenek lampir. Gak bisa apa ya, gak berisik sehari aja gitu," Brian menggeleng-gelengkan kepala, sambil menghelus dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan
Fanfiction[1] The hardest thing in life is to let go of the person I love, to someone else who makes her happy. Karna gak selamanya yang jadi mantan bisa balikan. Copyright © 2017, mjoaxxi.