[3500 words!1!1!1! Budidayakan vote + comment biar saya bahagia^'^]
"Jadi gimana, Rin? Kamu beneran harus pergi ke persidangan buat nemuin klien, lusa nanti?" Brian menatap Arin yang kini ada dihadapannya, sedang menguyah sebuah kebab yang ia makan. Arin terdiam sejenak dan mencoba menelan makanannya, sedangkan Brian menunggu jawaban dari calon istrinya itu. Arin melengos, kemudian menghusap mulutnya dengan tisu. Arah pandangan mata Arin tersorot pada Brian, gadis itu mengangguk sebagai jawaban. "Masalah soal apa emangnya?" tanya Brian.
"Kamu nggak boleh tau dong, inikan rahasia" jawab Arin. Brian pun tertawa kecil. "Oh iya, gimana kerjaan kamu?."
"Semuanya berjalan dengan baik. Papa seneng perusahaannya semakin maju, karna aku" senyuman manis dari bibir Brian terlihat. Arin ikut senang mendengarnya, karna calon suaminya itu berhasil memajukan dan mengembangkan seluruh bakat hebatnya dalam bekerja keras, sampai menjadi sukses seperti ini.
"Bulan depan, kita fitting baju pengantin, bulan depannya lagi, kita nikah" ucap Brian. Arin mengangguk perlahan. Waktu berjalan sangat cepat sekali ya, perasaan Arin, baru saja kemarin ia berpacaran dengan Brian. Tapi sekarang, ia sudah akan menikah dengan cowok yang berprofesi sebagai manajer dibeberapa perusahaan besar milik ayahnya sendiri. "Kamu bisa libur jadi pengacara dulu 'kan?."
"Libur? Ya bisa, kapan aja, kalo lagi gak ada klien" ujar Arin.
"Aku cuma gak mau, nanti pas kita nikah, kamu terlalu capek karna sebelum-sebelumnya banyak ngurusin klien."
"Iya, nggak bakal kok. Lagian, kalo misalkan aku ada klien, nanti itu bisa diurus sama Alikha."
Brian hanya berdeham, kemudian mengangguk mengerti. Handphone Arin berdering, menandakan telepon masuk disana. Sorot mata Brian langsung tertuju pada handphone Arin yang saat itu berada diatas meja, langsung saja Arin meraih handphone-nya untuk mengangkat telepon itu.
"Ya? Oh, oke, bisa kok, tunggu ya."
Belum ada satu menit menelepon, gadis itu sudah terlihat meletakkan kembali handphone-nya diatas meja. Brian mengernyitkan dahi, dan menatap Arin.
"Siapa yang telepon?."
"Alikha, katanya dia pengen ketemu, kangen" Arin memelankan suaranya diakhir kata, membuat Brian langsung terkekeh.
"Kangen kamu apa kangen Sungjin tuh?" Gadis itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya menggidikkan kedua bahunya tidak tahu.
"Ngomong-ngomong, Jae sama Sungjin apa kabar ya" lirih Arin.
Brian menatap Arin lekat. Arin menggeleng-gelengkan kepalanya, untuk menepis semua pikiran yang tiba-tiba teringat oleh Jaehyung dan Sungjin. Pasalnya, sudah tujuh tahun ini Jaehyung dan Sungjin sama-sama tidak ada kabar. Setelah kepergian mereka ke Korea beberapa waktu lalu, awalnya saat sebulan lebih Jaehyung dan Sungjin selalu memberi kabar. Tapi lama kelamaan, entah mengapa Jaehyung dan Sungjin tidak pernah memberi kabar lagi. Pesan terakhir yang Arin kirim kepada Jaehyung dan Sungjin melalui aplikasi Line pun belum dibaca sama sekali.
Arin sudah coba spam chat, tapi tetap saja tidak dibaca ataupun dibalas. Mulai dari saat itu Arin menyimpulkan bahwa Jaehyung dan Sungjin mengganti akun Line mereka. Dan mulai dari saat itu, mau Arin ataupun Alikha harus benar-benar membuat lembaran hidup baru. Mereka berdua berpikir, mungkin sekarang ini Jaehyung dan Sungjin sudah menemukan kebahagiaan mereka di negara asal mereka sendiri.
"Hai" sapa Arin, sambil mendaratkan bokongnya diatas bangku kosong hadapan Alikha. Gadis itu tersenyum sumringah, karna mengetahui Arin akhirnya datang juga menemuinya di sebuah Cafe. "Cie kangen" ledek Arin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan
Fanfiction[1] The hardest thing in life is to let go of the person I love, to someone else who makes her happy. Karna gak selamanya yang jadi mantan bisa balikan. Copyright © 2017, mjoaxxi.