"Brian, thank you, because you make me happy today" ucap Arin. Brian yang kini posisinya sedang duduk disamping kanan Arin, langsung mengangguk-ngangguk sambil terus tersenyum lebar. Arin terkekeh, kemudian melirik Brian yang masih saja tersenyum sambil menatapnya. "Udah kali senyumnya, gigi lo itu bikin silau" gumam Arin.
Dengan cepat Brian segera menarik tangan Arin, dan membawa gadis itu kedalam pelukannya yang sangat erat. "Ih, sayang banget gue sama lo, anjir" ujar Brian, kemudian menciumi atas puncak kepala Arin.
"Lepas anjay! Gue gak bisa nafas, astaghfirullah!" Arin memberontak.
"Gak mau, gue takut ntar lo ilang diambil kucing" kata Brian.
Kedua tangan Arin terangkat, dan langsung menjambak rambut Brian, kemudian berhasil membuat cowok itu refleks meringis kesakitan, dan mengendurkan eratan pelukannya. Arin tertawa seraya menjauhkan dirinya sedikit dari Brian.
"Kamu mah tega," kata Brian sambil mencebikkan bibirnya dan menatap Arin.
"Cia bahasanya pake aku-kamu, gak cocok ah" Arin meledek. Brian mencubit kedua pipi Arin yang chubby itu perlahan, tapi lama kelamaan cowok itu tambah mengencangkan cubitannya sehingga membuat Arin juga ikut meringis kesakitan, dan mencoba menjauhkan kedua tangan Brian dari pipinya. "Lepas! Kampret!" titah Arin.
"Shh ini pipi atau bakpao sih," Brian terus mencubit pipi Arin dengan gemas.
"Dasar gak nyadar!" Arin ikut mencubit pipi Brian yang kini memang terlihat sedikit chubby dari sebelumnya, dengan gemas. "Mamam nih!" gadis itu balas dendam.
"Wah, ngajak tempur ya" ketus Brian.
"Ayo! Siapa takut" sahut Arin dengan antusiasnya.
Akhirnya mereka saling melepaskan cubitannya, Brian dan Arin kompak berdiri bersamaan sambil merapihkan baju mereka masing-masing. Arin menatap Brian, kemudian memberi kuda-kuda dengan kedua tangan yang dikepal kedepan untuk siap menerima serangan dari Brian. Tapi Brian malah mendengus kasar, dan menaikkan sebelah alisnya.
"Oh ngajakin tempur beneran ya lo?" ujar Brian dengan nada remeh.
"Iyalah, nanti kalo yang kalah harus habisin tiga puluh sosis jumbo, gimana?" Arin memberikan tantangan pada Brian.
"Gak mau, kalo kebanyakan makan sosis nanti sosis gue jadi gak sehat" kata Brian, yang seketika langsung membuat dirinya menatap kebingungan. Brian menutup mulutnya. "Aduh, lupa gue kalo lo polos" cibir Brian.
"Ah ayo buruan tempur sama gue!" kata Arin.
"Ngebet banget sih tempur sama gue, nanti ajalah kalo kita udah nikah, kita tempur sepuasnya dikamar" Brian cengengesan. Arin segera memukul dada Brian, membuat cowok itu terhuyung sedikit kebelakang. "Aduh, sayang. Kamu tuh kalo sama pacar baik-baik dong, jangan galak-galak" kata Brian sambil memegang dadanya, bekas pukulan Arin.
Arin mengembungkan pipinya yang kini terlihat merah merona, "S...siapa suruh mesum!" omelnya.
Brian tertawa kecil, kemudian membentangkan kedua tangannya untuk bersiap memeluk Arin. Tapi justru gadis itu segera berlari untuk menghindar dari Brian, dan akhirnya membuat Brian terpaksa mengejar Arin yang terus-menerus lari menjauh darinya.
"Arin sayang, come to daddy," cetus Brian yang masih terus saja mengejar Arin.
"Pedo!! Hue mamaaa!! Tolong Arin!!! Arin dikejar-kejar sama om-om pedo!!!" rengek Arin yang terus berlari menjauh dari Brian.
Posisi Arin dan Brian saat ini masih sama, yaitu di Cafe milik ayahnya Brian. Sebenarnya rencana Brian setelah ia menyatakan cintanya pada Arin, kemudian makan-makan di Cafe ayahnya, adalah mengajak Arin untuk pergi wisata kuliner seperti yang Arin sukai. Tapi gadis itu malah menolak, dan ingin terus berada di Cafe ini sampai ia benar-benar ingin pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan
Fanfiction[1] The hardest thing in life is to let go of the person I love, to someone else who makes her happy. Karna gak selamanya yang jadi mantan bisa balikan. Copyright © 2017, mjoaxxi.