IGNORE - Tiga

5.9K 472 14
                                    

Jika teka teki adalah sebuah tantangan. Maka dirimu pun seperti teka teki bagiku. _Kanyadewi Sihandar_

※※※

Motor Anya berhenti di depan sebuah rumah cukup besar dua lantai bercat abu muda. Sambil memperhatikan rumah yang tertutup rapat itu, Anya melepaskan helm yang dipakai lalu menggantungnya di salah satu kaca spion.

Anya mendorong pagar yang tidak terkunci, kemudian berjalan memasuki pekarangan yang sebagian beralaskan rumput dan sebagiannya lagi beralas batu alam. 

"Kok sepi ya, kayak nggak ada penghuninya," Anya bergumam pada dirinya sendiri sambil memperhatikan keseluruhan rumah.

Anya yakin dia tidak salah alamat. Dia pernah mengikuti Kei, dan melihat cowok itu masuk ke rumah ini.

Anya sudah sampai di depan pintu rumah, lalu mulai menekan bel rumah itu. Satu menit, dua menit, hingga berjalan lima menit, pintu tak kunjung terbuka,  jarinya sampai pegal karena terus menekan bel tanpa jeda.

"Wah, jangan-jangan tu cowok kabur tahu gue ke sini pagi-pagi," Anya bergumam.

Anya melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sudah datang sepagi ini kalau tidak menghasilkan sesuatu rasanya rugi banget deh. 

Dia lalu mendekati jendela rumah, menempelkan kedua matanya, berusaha mengintip ke dalam rumah dari celah tirai gorden. Sunyi, itu yang berhasil Anya tangkap melalui celah-celah itu.

Anya menegakkan tubuh. "Awas aja ya kalo kabur," dengusnya.

Dia kemudian mengeluarkan ponsel, mencari sederet nomor di kontak ponselnya.

Tersambung. Anya menunggu hingga nada dering terakhir. Tidak diangkat. Anya menelepon sekali lagi. Tetap tidak diangkat.

Mengingat perkataan cowok itu kemarin di supermarket, Anya yakin sekarang cowok itu sengaja menghindar. Dia pasti ada di dalam, sedang pura-pura tidur atau bersembunyi.

Anya kembali mendekati pintu. Sejenak menarik napas panjang sebelum berteriak. "Spada! Anybody home! Assalamualaikum! Puenteeennn!"

Tidak ada sahutan.

"Halooo!" Kali ini Anya tidak lagi menekan bel tapi menggedor pintu dengan brutal. Kalau si empunya rumah sebegini nyebelinnya, tidak salah kalau Anya akhirnya kehilangan tata krama.

Pintu di hadapannya tidak bereaksi sedikit pun.

"Senpai, bukain deh, gue tahu Senpai ada di dalam. Senpai! Ini Anyaaaaa. Bukaiiinnn. Gue mau latihaaaan." Anya bicara dengan posisi mulut yang dekat dengan celah pintu, agar suaranya bisa terdengar langsung sampai ke dalam rumah.

"Kalo nggak dibukain, jangan salahin gue ya kalo kaca jendelanya gue pecahin," sambungnya lagi.

Anya menghitung sampai sepuluh. Tidak ada respons. Oohh.. nantangin!

Anya memindai pekarangan, mencari sesuatu yang bisa dijadikan peluru untuk menyerang. Dia menemukan dua buah batu berukuran sedang di pekarangan berumput. 

"Senpai, gue hitung sampai lima ya, kalo nggak bukain pintu, jendelanya gue lempar pake batu lho!" teriak Anya sekuat tenaga.

Menunggu beberapa saat, pintu rumah tetap bergeming. Sebenarnya Anya tidak ingin melakukannya, tapi lagi-lagi sikap cowok itu memaksanya untuk bersikap frontal. Dengan satu tarikan napas panjang, dia pun mulai menghitung.

"Satu, dua, tiga, empat, empat setengah, li..... li...maaaa!"

Anya mundur beberapa langkah, mengambil ancang-ancang membidik batu. Setelah yakin sasarannya tepat, dia mengayunkan tangannya sekuat mungkin dan...

Mengejar hati (IGNORE) [END] TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang