Semakin menghindar, gadis itu akan semakin mendekat. _Kemal Satyangkara_
※※※
Tidak. Adalah kata yang hampir tidak pernah Kei ucapkan pada anak-anak ketika dia berhadapan dengan mereka. Dia tahu seberapa besar efek yang terjadi ketika permintaan mereka ditolak. Mungkin dalam sekejap mereka akan lupa, tapi ada satu masa mereka akan mengingatnya menjadi kenangan buruk yang tak terlupa.Hal itulah yang hingga saat ini terjadi pada Kei. Saat duduk di kelas dua Sekolah Dasar, gurunya pernah bertanya, apa kenangan berkesanmu bersama orangtua?
Kei terdiam tak bisa menjawab, berusaha menggali ingatan hingga yang terdalam. Tapi sesuatu yang bernama kenangan berkesan itu tidak pernah singgah di masa kecilnya bersama sang mama. Jangankan bersenda gurau bersama, mamanya bahkan histeris ketika melihat wajahnya.
Penolakan itu selalu menjadi ingatan paling tajam di antara masa kecilnya. Maka dari itu, menolak merupakan sesuatu yang selalu Kei hindari. Dia tidak mau anak-anak mengingat dirinya untuk kejadian buruk di masa kecil mereka.
Karena itu juga Kei tak sampai hati menolak bocah laki-laki bernama Ale. Dia biarkan anak itu latihan privat bersamanya, meski sebenarnya kehadiran Anya cukup menganggu baginya.
Sebenarnya jika gadis itu tidak ngotot untuk latihan hari ini, Kei tetap akan melatih adiknya di lain waktu. Hari ini dia sudah punya agenda sendiri.
Sejak pulang kuliah, dia sudah mempersiapkan diri untuk pergi ke Bandung. Dia akan pulang ke rumah neneknya, menginap satu hari di sana karena besok dia tidak ada mata kuliah, dan kembali lagi di hari Sabtu untuk melatih karate. Tapi kekeraskepalaan gadis itu membuyarkan semua rencana yang telah dipersiapkannya beberapa hari terakhir ini.
Setelah pemanasan selesai, Kei segera memulai latihan. Semakin cepat dimulai, semakin cepat juga latihan ini selesai, pikirnya.
"Tekhnik dasar dalam karate disebut kihon, terdiri dari kuda-kuda, pukulan, tendangan, dan tangkisan."
"Kuda-kuda adalah gerakan dasar yang sangat penting, karena merupakan tumpuan dari semua gerakan. Saya akan mencontohkan beberapa kuda-kuda beserta dengan nama gerakannya."
Seperti ketika mengajar di dojo, Kei memperagakan gerakan sambil menjelaskan nama dan gerakan tersebut.
"Hachiji dachi," kaki dan tangan Kei mulai bergerak. Kedua kakinya dibuka selebar bahu dengan kedua tangan terkepal yang berada di depan tubuh. "Ini kuda-kuda dasar."
"Zen Kutsu Dachi. Kuda-kuda berat depan. Arah tubuh menyamping, kedua kaki dibuka selebar mungkin, kaki kanan di depan dengan posisi lutut ditekuk, lalu kaki kiri lurus ke belakang."
"Ko Kutsu Dachi. Kuda-kuda berat belakang." Posisi lebar kaki masih sama seperti Hachiji Dachi, tetapi lutut yang ditekuk adalah kaki bagian belakang, bagian depan lurus.
"Hangetsu Dachi. Kuda-kuda berat tengah." Kaki dibuka sejajar, lalu kedua lutut sedikit ditekuk.
Setelah mengenalkan keempat macam kuda-kuda, Kei kembali mengulangnya. Dengan gerakan sambil menyebutkan kembali nama-nama dari gerakan tersebut. Setelah itu dia meminta Ale dan Anya untuk mempraktekkannya.
Kei memperhatikan kedua orang itu dengan seksama. Kei mendekati Ale, menegakkan tubuh bocah itu agar lebih tegap, lalu sedikit menekuk lutut bagian depan.
"Senpai, aku udah bener belum?" Anya bertanya, meminta perhatian.
Kei melirik sekilas pada Anya. Dia berani bertaruh, gadis itu sebenarnya tak benar-benar ingin berlatih karate. Entahlah dia merasa gadis itu sengaja membawa adiknya kemari. Kei juga tidak tahu pasti apakah gadis itu memang tahu kelemahannya ada pada anak-anak atau ini hanya kebetulan. Yang jelas gadis itu sengaja melakukannya. Sepertinya dia punya seribu satu cara untuk membuat mereka saling berhubungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar hati (IGNORE) [END] TELAH TERBIT
Teen FictionKanyadewi Sihandar mencintai sahabatnya sejak kecil, Adrian Narayana. Tidak peduli perasaannya diabaikan, dan tak berbalas, Anya tetap menanti sampai Adrian mau membuka hati untuknya. Namun pertemuannya dengan Kemal Satyangkara, pelatih karate di...