IGNORE - Delapan belas

3.9K 391 4
                                    

Otaklah yang menguasai tubuh, bukan sebaliknya. _Kemal Satyangkara_


※※※


Selesai menyuapi ibunya makan, Kei bercerita hal-hal ringan sebentar pada mamanya. Tentang kuliahnya atau hal-hal remeh yang terjadi di luar jendela. Walaupun pembicaraan itu terjadi hanya satu arah, seperti biasanya, sama sekali Kei tidak keberatan. Respons bukanlah hal utama yang dia harapkan untuk rutinitas ini.

Meski hanya dapat melihat tatapan kosong dan wajah datar mamanya, dia tahu perempuan itu menyimak semua yang dia katakan.

Setelah rutinitas wajib yang dia lakukan setiap pulang ke Bandung selesai, Kei meninggalkan sang mama di kamar dan pergi untuk mandi.

Lima belas menit kemudian, cowok itu keluar dari kamarnya, mengenakan pakaian yang lebih santai, tranning abu-abu panjang dan kaus putih polos. Begitu nenek dan mamanya pindah ke Bandung, Kei juga membawa pakaiannya ke sini, sekadar mengantisipasi jika dia menginap di rumah ini.

Kei menoleh ke arah dapur, saat mendengar suara orang tertawa dari sana. Dia berjalan ke dapur, dilihatnya nenek bersama dengan Anya. Mereka berdua sedang menyiapkan meja makan sambil mengobrol dengan seru.

Keningnya berkerut heran, sejak kapan mereka terlihat begitu akrab?

Saat kedua matanya tertuju pada Anya, Kei tertegun. Penampilan gadis itu seperti mengingatkannya pada seseorang.

Mata Kei meneliti Anya, dress orange yang semalam gadis itu gunakan sudah berganti dengan dress lebar selutut berwarna coklat muda, dengan aksen kerut di sekitar pinggang. Rambut ikal spiralnya diikat satu di atas tengkuk.

Kerutan di kening Kei semakin dalam saat melihat jepit bermotif strowbery hinggap di antara surai rambut gadis itu. Kei tak ingat semalam Anya menggunakan pernik itu, atau dia yang kurang memperhatikan?

"Kei, kenapa bengong di sana? Ayo ke sini, nenek udah selesai masak."

Kei terkesiap, menyudahi pegamatannya lalu menghampiri meja makan yang sudah berisi sarapan.

"Nenek masak soto betawi kesukaan kamu." ujar Gelda.

Ketiganya kemudian duduk mengelilingi meja makan bundar di ruangan itu.

"Masakan Nenek top banget rasanya," komentar Anya setelah menyuapkan beberapa sendokan makanan ke dalam perut.

"Sekarang aku jadi tahu deh dari mana Senpai belajar masak? Pantas aja kwetiaw buatan Senpai waktu itu enak banget," Anya berseloroh sambil menatap Kei antusias.

"Kamu pernah makan masakan Kei, An?"

An? Kei mengernyit. Oke, bahkan neneknya sudah punya panggilan khusus untuk gadis itu.

"Wah! Nenek baru tahu kalian sedekat itu. Kei nggak pernah cerita kalo ada perempuan yang suka dia masakin," kini perempuan itu menatap Anya dengan wajah penuh ketertarikan.

"Nggak seperti yang nenek kira." Jawab Kei singkat.

"Dari kecil Kei emang bisa masak karena sering bantuin nenek masak, An. Dan lagi nenek melarang dia makan makanan luar, karena itu selama tinggal di Jakarta dia memasak makanannya sendiri."

"Jadi Senpai masak setiap hari?"

"Iya. Makanan rumah itu jauh lebih terjamin dan sehat daripada masakan luar."

Kei tidak perlu menjawab karena neneknyalah yang tanpa diminta menyahuti pertanyaan gadis itu.

"Kamu kenapa belum makan, Kei? Dari tadi sotonya cuma diaduk-aduk aja. Itu soto betawi lho, soto kesukaan kamu, biasanya langsung kamu sosor aja."

Mengejar hati (IGNORE) [END] TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang